Sukses

Gagah Saat Aniaya Mantri Hutan, 3 Pembalak Liar di Blora Tertunduk Lesu Saat Ditangkap

Tiga orang pembalak liar yang menganiaya mantri hutan di Blora sambil membawa pedang dan pistol tertangkap, 22 lainnya masih buron.

Liputan6.com, Blora - Tim Resmob Polres Blora menangkap tiga orang pelaku penganiayaan terhadap mantri hutan yang terjadi pada 12 Desember 2020 lalu. Kala itu seorang mantri hutan yang tengah berjaga di kawasan hutan petak 5088 a dan 5105 A RPH Sumberejo, BKPH Nglebur, KPH Cepu, turut Desa Bleboh, Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, didatangi puluhan orang bersenjata pedang, bahkan ada yang menodongkan pistol. 

Kapolres Blora, AKBP Wiraga Dimas Tama mengatakan, tiga orang berhasil diamankan, sementara 22 orang lainnya masih dalam pengejaran. Selain menyekap dan menganiaya mantri hutan, komplotan itu diduga kuat berkaitan dengan aktivitas pembalakan liar kayu sonokeling di kawasan Blora.

Lebih jelas Wiraga mengatakan, ketiga pelaku pembalakan liar yang dibekuk berinisial M alias Bulus (28) dan MFR alias Farid (29), keduanya warga Kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Satu orang lainnya SP (42), warga Kecamatan Bangilan, Kabupaten Tuban.

Polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain tali rafia yang digunakan untuk mengikat korban, satu unit truk, satu pedang panjang, 3 ponsel, dan dua batang kayu sonokeling.

"Memang ada informasi pelaku membawa senjata api, namun sedang pendalaman," katanya.

Ketiga pelaku selanjutnya dijerat Pasal 12 huruf b Jo Pasal 28 ayat 1 huruf b UU RI Nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, dan atau Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan tindak kekerasan.

"Ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara," kata Wiraga.

 

**Ingat #PesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Kayu Sonokeling

Pelaku SP saat diinterogasi mengatakan, kayu jenis sonokeling dipilih lantaran kayu tersebut punya harga yang tinggi ketimbang kayu jati.

"Nggak tahu dijual kemana. Teman yang jual," katanya.

Dirinya mengaku, terpaksa menjadi pelaku pembalakan liar kayu sonokeling untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

"Baru kali ini (jadi pembalak liar, red)," kata SP.

Dalam jumpa pers ini, diketahui ada 2 kasus pembalakan liar dengan lokasi berbeda. Total pelaku yang dihadirkan berjumlah 6 orang tersangka.

Sementara itu, Agung Sugiarta selaku KPH Cepu yang membidangi Pengelolaan Aset Perhutani saat dikonfirmasi Liputan6.com mengatakan, hal wajar apabila kayu sonokeling lebih digandrungi oleh para pembalak liar karena keistimewaannya.

"Kayu sonokeling untuk pasar China sangat baik karena tidak ada pesaing dari negara lain," kata Agung.

Ada pun pohon sonokeling di KPH Cepu antara lain terdapat di hutan Nglebur, hutan Pengkok, hutan Kedewan, hutan Nanas.

 

3 dari 3 halaman

Duduk Perkara Kasus

Sebelumnya diberitakan, kasus pembalakan liar khusus kayu sonokeling ditindaklanjuti setelah dilaporkan pihak Perhutani. Sebetulnya kasus ini masuk wilayah hukum Polsek Jiken. Karena kuwalahan, lalu dilimpahkan ke Polres Blora.

Saat itu, kejadian bermula seorang mantri hutan berinisial Sy (50) pada Selasa (15/12/2020) sekitar pukul 21.00 WIB berangkat menuju pos Magersaren di kawasan hutan tersebut dari tempat tinggalnya dengan mengendarai sepeda motor untuk melaksanakan patroli.

Tengah malam, yakni pada rabu (16/12/2020) sekitar pukul 00.00 WIB di pos Magersaren, Sy ditemui sekitar 25 orang dengan membawa senjata tajam jenis pedang panjang.

Mata korban disorot menggunakan senter. Para pelaku kemudian masuk ke dalam pos Magersaren dan secara bersama-sama memegang tangan dan badan korban.

"2 pelaku menodongkan senjata api (pistol) ke kepala bagian kiri dan perut bagian kiri," ungkap korban seperti dalam keterangan kepolisian yang ditulis Liputan6.com, Selasa (22/12/2020).

Dari keterangan itu, sejumlah orang yang tidak dikenalnya tersebut kemudian menyeret korban ke luar pos Magersaren sejauh kira-kira 25 meter. Handphone dan uang yang didalam dompet korban sejumlah Rp1,9 juta diambil para pelaku.

Setelah uang korban diambil, setelah itu dompetnya dikembalikan lagi ke dalam kantongnya. 

"Ada salah satu pelaku menyayat hidung bagian atasnya menggunakan senjata tajam," kenang korban mengingat kejadian yang dialaminya itu.

Menurutnya, pelaku kemudian diseret hingga ke sawah yang ditanami jagung. Kemudian ia diikat kedua tangannya ke belakang dan kedua kakinya juga diikat menggunakan tali rafia.

Saat kondisinya tidak berdaya karena terikat, korban mengingat bahwa dirinya dijaga 4 orang. Sepengetahuannya pelaku menebang kayu sonokeling itu menggunakan gergaji senso.

"Saat itu saya mendengar ada suara kendaraan (truk) yang memuat kayu hasil penebangan pohon," terang korban mendengar suara kendaraan tersebut sekira pukul 03.00 WIB.

Para pelaku sempat memindahkannya dari sawah menuju ke jalan didekat TKP sebelum ditinggal pergi. Beruntungnya, ia tak sampai dibunuh. Kemudian ia berusaha melepaskan ikatan rafia di kakinya.

Setelah berhasil lepas, kemudian korban berjalan kaki menuju asrama tempat tinggalnya dan meminta tolong kepada istrinya untuk melepaskan ikatan di tangan korban. Setelah itu, korban menghubungi pimpinannya dan memberitahukan kejadian tersebut.