Liputan6.com, Garut - Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berskala mikro yang diterapkan Pemerintah Daerah (Pemda) Garut, Jawa Barat, saat ini mulai memberikan angin segar bagi pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM). Salah satunya sentra kerajinan kulit Sukaregang, Garut.
Beberapa kali pemberlakuan Pembatasan Sosial Berkala Besar (PSBB) yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah, selama pandemi Covid-19 berlangsung, turut melemahkan ekonomi warga, termasuk usaha mereka.
Pemilik Creasy Gart, Neng Dewi Sunengsih, mengatakan masa pandemi Covid-19 yang berlangsung setahun terakhir cukup berdampak terhadap usaha industri pengolahan kulit di Garut miliknya.
Advertisement
"Saya sendiri omzet hilang hingga 70 persen dibanding sebelum Corona (Covid-19)," ujarnya saat ditemui di gerainya, Selasa (23/2/2021).
Baca Juga
Mengenakan setelan jaket kulit domba Garut, dia menyatakan, kebijakan pemberlakuan PSBB hingga beberapa kali, membuat pengunjung berkurang drastis.
"Sebenarnya pengunjung masih ada kalau akhir pekan. Namun akibat seringnya PSBB, mereka akhirnya enggan datang ke Garut karena takut," kata dia.
Namun, seiring pemberlakuan PPKM berskala mikro dari pemerintah, angin segar kehadiran pengunjung di kalangan pengusaha jaket kulit mulai terasa.
"Bertahap-lah, namun kita akui sudah mulai ada kenaikan kunjungan tamu," kata dia.
Saat ini, ritme penjualan barang olahan kulit mulai jaket kulit, sepatu, tas selendang, sandal, topi hingga asesoris berbahan kulit lainnya, mulai kembali tumbuh.
"Kalau kembali 100 persen belum masih jauh, paling di kisaran 30 persen sudah mulai kelihatan," kata dia.
Kondisi itu terus membaik dibanding saat pelaksanaan PSBB di Garut berlangsung.
"Saya sempat tidak menjual barang sama sekali karena tidak ada pengunjung yang datang, ya mau bagaimana lagi," ujarnya pasrah.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Harapan Pengusaha
Untuk mengembalikan asa penjualan produk kerajinan kulit Garut, Dewi panggilan akrab di kalangan perajin jaket kulit Sukaregang Garut, terpaksa menggunakan pola lama dengan menghubungi langsung beberapa pelanggan setianya via telepon.
"Kadang melalui (penjualan) online kan tidak tentu. Akhinya saya hubungi melalui telepon dan responnya positif. Hitung-hitung sambil menjaga silaturahmi dengan pelanggan," ujar dia bangga.
Hasilnya, penjualan langsung menggunakan pola itu cukup efektif dalam menjajakkan barang dagangan produk olahan kerajinan kulit tersebut.
"Lebih mengena, sebab mereka sudah mengetahui kualitas produk kami juga," ujarnya.
Meskipun demikian, Dewi menyatakan, datangnya pandemi harus dijadikan kesempatan para perajin kulit Sukaregang Garut, untuk berlomba menghasilkan produk yang lebih berkualitas.
"Istilahnya saat pandemi itu kita siapkan desain terbaru dan terbaik, sehingga pembeli tertarik," kata dia.
Seiring pemberlakuan PPKM berkala mikro, Dewi berharap pemerintah kembali hadir untuk menyosialisasikan produk kerajinan kulit Sukaregang.
"Apalah artinya produk baru jika pengunjung atau konsumen tidak tahu," kata dia.
Selain itu, ragam pelatihan peningkatan kualitas kerajinan kulit, mulai pelatihan teknologi agar tidak gaptek, pemahaman mengenai kegiatan ekspor impor, termasuk penguasaan bahasa asing, bisa kembali digulirkan pemerintah.
"Tidak sedikit ada yang pesan dari luar negeri kami belum bisa paham betul," dia menambahkan.
Dengan upaya itu, Dewi optimistis kerajinan kulit asal kota dodol Garut kembali bergeliat. "Jika dagangannya ramai kan sebenarnya tambahan buat PAD Garut juga," dia menandaskan.
Advertisement