Liputan6.com, Kutai Kartanegara - Wajah Mansyur semringah. Hari itu, Ketua Pokmaswas Bina Lestari Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara ini sangat bersemangat mempersiapkan alat selam.
Pokmaswas adalah singkatan dari Kelompok Pengawas Masyarakat bentukan Kementerian Perikanan dan Kelautan. Kelompok masyarakat ini bertugas membantu pemerintah mengawasi kawasan pesisir pantai dari perusakan dan penangkapan ikan secara ilegal.
Selain mempersiapkan alat selam, Mansyur menghitung kembali tumpukan besi berbentuk persegi empat berukuran satu meter persegi. Besi ini adalah media tanam untuk transplantasi terumbu karang.
Advertisement
Baca Juga
“Kita ingin memperbaiki terumbu karang di Kecamatan Muara Badak dan Alhamdulillah dapat bantuan CSR PLN yang diarahkan ke penyelamatan kawasan pesisir,” kata Mansyur membuka obrolan.
Mansyur sendiri memang pantas sedikit ceria. Sebab, dulu, saat pertama kali menemukan terumbu karang di pesisir Kabupaten Kutai Kartanegara itu, dia sempat dikira gila.
“Orang-orang bilang saya gila, mana mungkin ada terumbu karang di kecamatan ini,” kata Mansyur menirukan kalimat orang yang mencibirnya.
Pada 2007 lalu, Mansyur sudah mendapatkan informasi keberadaan terumbu karang dari nelayan setempat. Benar saja, pada 2013, dia berhasil membuktikan keberadaan terumbu karang seiring pengesahan Pokmaswas Bina Lestari yang dipimpinnya.
“Tahun 2013 itu pula saya baru dapat rincian tugas Pokmaswas sehingga langsung melakukan pendataan terumbu karang,” tambahnya.
Saat pertama kali ditemukan, Mansyur bersama rekannya Mukhlis Efendi kaget bukan kepalang. Kondisi terumbu karang rusak parah akibat bom ikan. Mukhlis Efendi adalah dosen di Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Mulawarman, Samarinda.
Bahkan, pernah saat mereka berdua menyelam, terdengar ledakan bom tak jauh dari lokasi penyelaman. Mereka langsung naik ke permukaan dan menghampiri arah suara ledakan.
“Ada sebuah kapal nelayan yang langsung kabur melihat kami,” kata Mansyur.
Begitu menyelam di lokasi itu, Mansyur dan Mukhlis sangat sedih. Dampak bom ikan langsung merusak terumbu karang dengan kondisi yang sangat parah.
“Ikan-ikan mengambang dengan kondisi tulang rusuknya patah. Itu pasti mati akibat bom tadi,” katanya.
Lokasi itu kemudian dinamakan Spot Batu Bom. Setiap penamaan spot terumbu karang tergantung peristiwa saat itu. Misalnya Spot Batu Hiu, dinamakan seperti itu karena saat penyelaman pertama kali ditemukan grey shark dan leopard shark.
Simak juga video pilihan berikut
Transplantasi Terumbu Karang
Kegiatan transplantasi terumbu karang dilaksanakan akhir tahun 2020 lalu. Sebanyak 15 penyelam ikut andil dalam proses penyelamatan terumbu karang di pesisir Kutai Kartanegara itu.
“Selain instansi pemerintah, turut ikut dalam kegiatan transplantasi ini adalah para penyelam dari berbagai komunitas, termasuk dari Brimob Polda Kaltim dan TNI AL,” kata Mansyur.
Ikut hadir pula jajaran manajemen PLN yang menyaksikan langsung proses rehablitasi terumbu karang, termasuk penanaman mangrove di kawasan pesisir. Sebanyak 15 media tanam terumbu karang disiapkan.
Mukhlis Efendi menjamin, proses transplantasi terumbu karang memiliki tingkat keberhasilan mencapai 80 persen. Sekretaris Mitra Bahari Provinsi Kalimantan Timur ini sudah cukup berpengalaman dalam upaya penyelamatan terumbu karang.
“Lokasi yang kita pilih adalah Spot Batu Lampe karena setelah kita beberapa kali melakukan pengamatan, harusnya sudah dapat sentuhan rehabilitasi,” kata Mukhlis.
Di Spot Batu Lampe, sambungnya, ada beberapa bagian yang rusak akibat faktor manusia maupun faktor alam. Jika tidak segera direhabilitasi, kerusakan di spot ini akan semakin parah.
“Transplantasi sendiri itu kita memotong sebagian indukan karang kemudian kita ikatkan ke media tanam yang kita sediakan. Semuanya dikerjakan di bawah air, jadi karang itu tidak terkontak dengan udara,” papar Mukhlis.
Di Kabupaten Kutai Kartanegara, terumbu karang membentang dari Kecamatan Muara Badak hingga Kecamatan Marangkayu. Spot terumbu karang yang ditemukan telah mencapai 13 titik. Terdekat dari bibir pantai berjarak 5 kilometer, terjauh berjarak 25 kilometer.
Kedalamannya pun bervariasi, mulai dari tiga meter hingga 45 meter di bawah permukaan laut. Saat air surut, kedalaman bisa tidak lebih dari dua meter. Penikmat panorama bawah laut cukup menikmati dengan snorkling.
Advertisement
Faktor Manusia dan Faktor Alam
Lokasi terumbu karang di Kecamatan Muara Badak ini berlokasi tidak jauh dari Delta Mahakam. Kawasan ini merupakan muara Sungai Mahakam.
Secara alami, terumbu karang bisa rusak akibat aliran sungai yang membawa sedimentasi sampai ke muara. Pada musim tertentu, sedimentasi bisa sangat parah.
“Jika di hulu sungai sedang banjir, kekeruhan yang dibawa aliran sungai merupakan faktor alami yang merusak terumbu karang,” kata Mukhlis.
Sedangkan faktor manusia, sambungnya, biasanya karena aktivitas penangkapan ikan secara ilegal. Penggunaan bom ikan dan alat tangkap tak ramah lingkungan sangat berpengaruh pada kelestarian terumbu karang.
“Kita pernah menemukan pada penyelaman sebelumnya kawasan terumbu karang yang rusak akibat bom ikan,” katanya.
Untuk itu, kata Mukhlis, butuh dukungan semua pihak dalam upaya penyelamatan terumbu karang di pesisir Kecamatan Muara Badak ini. Sebab, upaya transplantasi dalam rangka pelestarian terumbu karang tidak akan berhasil tanpa dukungan banyak pihak.
“Transplantasi ini kita yakin berhasil, tapi tentu saja untuk mengembalikan kondisi terumbu karang perlu bantuan dan dukungan banyak pihak terutama untuk menjaga dan menahan diri,” sambung Mukhlis.
Dia pun bersyukur masih ada perusahaan yang mau terlibat membiayai proses penyelamatan terumbu karang ini. Bantuan itu sangat berarti mengingat proses memperbaiki, merawat, hingga menjaga terumbu karang butuh dukungan pembiayaan yang tidak sedikit.
“Terima kasih kepada PLN yang sudah membantu kami, membantu masyarakat Kecamatan Muara Badak karena sudah terlibat dalam penyelamatan kawasan pesisir, terutama penyelamatan terumbu karang yang menjadi rumah ikan,” tambahnya.
Rumah ikan seperti terumbu karang sangat penting bagi pengembangbiakan dan pelestarian ikan di laut. Ini akan sangat membantu nelayan menghasilkan tangkapan ikan yang melimpah.
Lokasi Illegal Fishing
Pelaksana tugas Kepala Bidang Pengawasan Sumber Daya Keluatan, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kalimantan Timur Ignatius Joko mengakui jika kawasan pesisir Kecamatan Muara Badak ini dulu sering menjadi tempat penangkapan ikan secara illegal. Dia menyebutnya dengan istilah DF atau destructive fishing.
“Sisa-sisa aktivitas bom ikan masih mudah ditemukan di tempat ini,” sebut Joko, sapaan akrabnya.
Sehingga, sambungnya, proses transplantasi terumbu karang diharapkan bisa menyelamatkan kembali rumah ikan. Rumah ikan atau habitat ikan melalui transplantasi ini bisa menyelamatkan ekosistem pesisir di Muara Badak.
Jika transplantasi ini berhasil mengembalikan terumbu karang, Joko yakin kawasan ini akan indah sekali. Kecamatan Muara Badak akan menjadi tujuan wisata bahari yang memiliki pantai indah, hutan mangrove, dan terumbu karang.
“Ini akan mengundang teman-teman yang hobi memancing maupun yang suka menyelam untuk datang berwisata ke sini,” sambungnya.
Joko menjelaskan, kawasan terumbu karang di Kecamatan Muara Badak memang perlu pengawasan ekstra. Selain ancaman penangkapan ikan dengan penggunaan alat tangkap tak ramah lingkungan, ancaman lain adalah aktivitas pelayaran.
Lokasi terumbu karang tak jauh dari aktivitas bongkar muat batubara. Hilir mudik tongkang batubara dan aktivitas bongkar muat ke kapal vessel terlihat jelas.
“Dampaknya pasti ada, hanya perlu dikaji sejauh mana dampak itu. Karena memang setiap aktivitas pasti berdampak. Apalagi di sana kita lihat aktivitas bongkar muat batubara kemudian sisa-sisa bongkaran sedikit banyak pasti berpengaruh,” papar Joko.
Dia pun berharap setelah proses penanaman ada kegiatan monitoring untuk memantau perkembangan terumbu karang. Untuk itu, Joko berterima kasih pada PLN yang telah membangun menara pengawas di sekitar kawasan terumbu karang.
Advertisement
Kembali Terang di Rumah Ikan
Keterlibatan PLN dalam aktivitas penyelamatan ekosistem pesisir di Kecamatan Muara Badak sudah berlangsung sejak tahun 2015 silam. Kegiatan ini merupakan CSR dari PLTG Sambera yang terletak di Kecamatan Muara Badak.
Menurut Asisten Engineer Lingkungan PLN UPDK Mahakam, Ezwin Ilham Fauzi, kegiatan CSR PLN mengenai transplantasi terumbu karang dan mangrove di Kecamatan Muara Badak adalah bentuk upaya penyelamatan ekosistem pantai. Pertimbangan utamanya adalah 75 persen penduduk di Kecamatan Muara Badak berprofesi sebagai nelayan.
“Pada saat ini keberadaan populasi ikan itu daerah Muara Badak itu semakin sedikit karena terumbu karang rusak. Selain itu masih banyak penangkapan ikan secara besar-besaran dengan alat tangkap tak ramah lingkungan,” kata Ezwin saat dihubungi, Senin (22/2/2020).
Bagi PLN, sambungnya, terumbu karang merupakan salah satu habitat atau rumah ikan hidup dan berkembang biak. Ketika Terumbu karang rusak, keberadaan ikan pun jarang.
“Harapannya dengan mengembalikan habitat terumbu karang itu, ikan-ikan juga kembali lagi ke Muara Badak sehingga kehidupan masyarakat di Muara Badak tersebut bisa pulih,” tambahnya.
PLTG Sambera, papar Ezwin, merupakan satu-satunya Pembangkit Listrik Tenaga Gas yang letaknya berada di Kecamatan Muara Badak. PLTG ini ingin memberikan kontribusi terbaik bagi lingkungan sekitarnya.
Untuk tahap pengawasan, PLN juga telah membangun menara pengawas yang bisa digunakan Pokmaswas Bina Lestari Muara Badak, TNI AL, maupun kelompok masyarakat lainnya mengawasi aktivitas di sekitar kawasan terumbu karang.
“Selain menanam bibit mangrove dan pengembangbiakan terumbu karang, di sana kita juga membangun pos pengamatan. Kita bekerjasama dengan Pokmaswas Bina Lestari, juga bekerjasama dengan TNI AL untuk memantau dan mencegah aktivitas penangkapan ikan yang menggunakan alat tangkap ikan yang tidak diizinkan,” paparnya.
Ezwin berharap, CSR dalam bentuk upaya penyelamatan ekosistem pesisir ini bisa membantu masyarakat Kecamatan Muara Badak dalam meningkatkan pendapatan ekonominya. PLN juga membangun korelasi dengan semua pihak termasuk TNI untuk menjaga dan mengedukasi masyarakat mengenai upaya penyelamatan ekosistem pesisir.
“Ada korelasi antara masyarakat, PLN, dan TNI untuk menjaga ekosistem di sana sehingga menciptakan kehidupan laut yang lebih lestari dan menjalin mitra pengawasan bersama masyarakat juga untuk menjaga ekosistem di sana,” kata Ezwin.
Sejak tahun 2016, PLN mulai melakukan penyerahan bibit mangrove. Hingga saat ini, kegiatan penanaman dan pembinaan tetap berlanjut.
Penambahan bibit mangrove terus diberikan sehingga menambah luas area mangrove yang telah ditanam PLN. Penanaman ini untuk mengembalikan hutan mangrove yang fungsinya sangat baik bagi pelestarian ekosistem pesisir.
“Kami juga membantu Pantai Panrita Lopi di Muara Badak sebagai pusat studi Universitas Mulawarman Samarinda dengan membantu pengembangan kawasan mangrove-nya,” pungkas Ezwin.
Meski memiliki banyak desa terpencil dan terisolir, rasio elektrifikasi di Kabupaten Kutai Kartanegara sudah menyentuh angka 95 persen. Layanan PLN kini sudah menjangkau jauh hingga ke pedalaman Kalimantan.
PLN kini tak hanya menerangi rumah penduduk di Kabupaten Kutai Kartanegara hingga ke pelosok. Rumah ikan di Kutai Kartanegara pun kini ikut “terang”.
Perlahan tapi pasti, kini terumbu karang di pesisir Kutai Kartanegara mulai membaik. Proses rehabilitasi hingga pengawasan aktivitas manusia membuat ikan nemo, nama populer ikan giru atau ikan badut di film Finding Nemo, ditemukan dengan mudah di Pesisir Kutai Kartanegara.