Sukses

Ketika Rumah Susun Jadi Ladang Prostitusi di Palembang

Rumah susun (rusun) yang menjadi pemukiman sederhana di Kota Palembang Sumsel, ternyata dimanfaatkan beberapa oknum untuk menjadi ladang prostitusi.

Liputan6.com, Palembang - Di bulan Agustus 2020 lalu, aparat kepolisian berhasil membongkar bisnis prostitusi di rumah susun (rusun) di kawasan 26 Ilir Palembang Sumatera Selatan (Sumsel).

ND (39), warga Rusun Palembang ditangkap tim Polrestabes Palembang, karena menjadi mucikari, yang mempekerjakan para gadis belia untuk menjadi pekerja seks komersial (PSK).

Dari hasil interogasi, ND mengaku menyediakan kamar yang disekat-sekat, agar bisa disewa para pelanggan untuk melakukan hubungan intim dengan PSK yang disiapkannya.

“Saya tidak memaksa, mereka yang menawarkan diri. Sekali kencan, tarifnya Rp250.000, hasilnya dibagi dua,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Kasubnit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Palembang Iptu Fifin Sumailan menuturkan, kasus prostitusi yang dilakukan ND tersebut, ternyata sudah lama beroperasi.

“Dari informasi yang kita dapatkan, bisnis prostitusi itu sudah 20 tahun berjalan. ND meneruskan usaha dari mertuanya,” katanya, saat diwawancarai Liputan6.com, Kamis (25/2/2021).

Awalnya, mertua MD pernah diciduk Unit PPA Polrestabes Palembang. Namun karena kondisinya sudah lanjut usia (lansia), aparat kepolisian akhirnya hanya memberi edukasi saja agar tidak menjalankan lagi bisnis prostitusi tersebut.

Namun ternyata, bisnis tersebut diserahkan ke menantunya, ND. Di mana, di rusun tersebut, para pelanggan bisa langsung datang ke lokalisasi di lantai 4, dan akan langsung ditawarkan beberapa PSK yang tersedia di rusun di Palembang itu.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini :

2 dari 4 halaman

Tarif PSK

“Kondisi kamar yang disediakan tidak layak. Dari penerangan sangat temaram, kasurnya banyak kecoa dan diletakkan di lantai saja, serta cat tembok yang sudah kusam,” katanya.

Uang sebesar Rp250.000 yang dikantongi PSK tersebut, lanjut Iptu Fifin, harus diserahkan ke mucikari sebesar Rp100.000 dan sewa kamar Rp50.000.

Dari hasil penangkapan, hanya ada dua PSK berusia belia yang turut diamankan. Namun ND mengaku, prostitusi tersebut berjalan karena adanya kesepakatan dari para PSK. Bahkan PSK tersebut meminta dicarikan pelanggan.

“Saat penangkapan, kita pasang police line. Ada beberapa kamar yang disewakan di lantai 4 itu, yang ternyata sudah lama disewa dari pemiliknya di Jakarta, jadi kita kembalikan ke pemiliknya,” ujarnya.

3 dari 4 halaman

Masih Ada Lokalisasi

Dia memastikan, jika di Tempat Kejadian Perkara (TKP) tidak ada lagi bisnis prostitusi di kawasan tersebut. Namun dia tidak merinci, di blok mana lokalisasi itu berada.

“Di antara deretan blok 40-44 di rusun. Tapi petugas kami selalu memantau, dan tidak ada lagi aktivitas prostitusi di sana,” ucapnya.

Namun berbeda disampaikan ER, mantan penghuni rusun 26 Ilir Palembang. Dia mengatakan, hingga saat ini masih ada bisnis prostitusi yang beroperasi di pemukiman sederhana tersebut.

“Masih ada sampai sekarang, khususnya di blok 40-41,” ujarnya.

4 dari 4 halaman

Imigran Internal

Para PSK tidak hanya berasal dari Sumsel saja, tapi para 'penjaja cinta satu malam' tersebut juga juga merupakan imigran internal dari Pulau Jawa. Bahkan, banyak yang memilih menetap lama di rusun tersebut dan tetap menjalankan bisnis prostitusi itu.

Tarif yang dipatok sendiri, cukup bervariatif. Untuk short time dari sekitar pukul 20.00 WIB hingga pukul 02.00 WIB, harga yang dipatok sekitar Rp400.000. Namun jika long time, para pelanggan PSK bisa dikenakan tarif Rp800.000.

“Kalau di atas pukul 02.00 WIB, itu harganya bisa lebih turun lagi, tergantung negosiasi. Tapi memang banyak pendatang dari pulau Jawa, terkhusus orang Bandung,” ucapnya.