Sukses

Naskah Kuno Nusantara, Benda Sakral Berdaya Magis yang Perlu Digitalisasi

Digitalisasi ribuan naskah kuno Nusantara yang tersebar di berbagai daerah, baik yang dimiliki instansi maupun perorangan, perlu dilakukan.

Liputan6.com, Jakarta - Digitalisasi naskah kuno Nusantara menjadi hal penting yang perlu dilakukan saat ini. Namun sayangnya, digitalisasi naskah masih dilakukan sendiri-sendiri oleh berbagai pihak.

Sebagai institusi penjaga peradaban, Perpustakaan Nasional RI telah melakukan berbagai upaya pelestarian dengan digitalisasi naskah Nusantara, salin ulang, dan pembuatan mikrofilm.

Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando dalam webinar 'Satu Data Digital Naskah Nusantara' yang digelar Kamis (4/3/2021) mengatakan, Perpusnas mengajak berbagai pihak untuk bekerja sama mengelola data digital naskah kuno Nusantara mulai dari lembaga, perguruan tinggi, hingga masyarakat.

"Naskah Nusantara memiliki arti penting sebagai bukti peradaban. Melalui naskah Nusantara, sebuah bangsa dapat membuktikan eksistensi dan posisinya di antara bangsa lainnya pada suatu zaman," ujarnya.

Lebih lanjut, Syarif menjelaskan, harus ada komitmen yang dibangun untuk memastikan perpustakaan bukan hanya sebagai institusi penjaga peradaban. Karena melalui bukti sejarah yang disimpan di perpustakaan, bangsa Indonesia harus mampu menciptakan teori baru dan pendapat baru yang dapat menjadi perjalanan kemajuan bangsa.

"Tentu harapan semua orang, agar naskah-naskah tersebut dapat dibaca dan diketahui oleh masyarakat sehingga semua bisa tahu sejarah panjang bangsa Indonesia," katanya.

 

 

**Ingat #PesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Upaya Bersama

Sementara itu, Deputi Bidang Pengembahan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpusnas Ofy Sofyana mengungkapkan, digitalisasi naskah kuno Nusantara merupakan suatu revolusi dalam perawatan dan pelestarian naskah. Karenanya, perlu ada payung bersama dalam pengelolaan naskah Nusantara dan repositorinya.

"Kami berharap dapat menggandeng seluruh pihak yang terlibat dalam upaya pelestarian naskah untuk melakukan upaya ini secara bersama-sama," katanya.

Data Grand Design Pengelolaan Naskah Nusantara Perpusnas menyebut, pada 2019 terhitung sebanyak 121.668 judul naskah Nusantara tersebar di dunia, di Indonesia ada 82.281 naskah.

Ketua Umum Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) Munawar Holil mengatakan, pada umumnya naskah Nusantara disimpan di perpustakaan, museum, dan keraton. Namun, ada banyak naskah Nusantara yang tersebar dan disimpan oleh perorangan. Untuk koleksi naskah Nusantara yang ada di lembaga kondisinya sangat terawat, hal ini berbanding terbalik dengan koleksi yang ada di perorangan.

Upaya penyelamatan informasi naskah Nusantara, katanya, telah mengalami perubahan, meskipun proses penyalinan teks tetap dilakukan sampai saat ini. Mikrofilmisasi ada sejak 1980 hingga 1990, sedangkan digitalisasi mulai dilakukan pada tahun 2000. Proses proses digitalisasi naskah Nusantara sudah dilakukan semua pihak, termasuk Perpusnas, namun jumlahnya masih jauh dari total naskah Nusantara yang ada di Indonesia.

"Baru 10 persen naskah Nusantara yang didigitalkan. Jadi masih banyak PR kita," katanya.

 

3 dari 3 halaman

Benda Sakral Berdaya Magis

Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud AAGN Ari Dwipayana menjelaskan, lontar di Ubud diberlakukan sebagai benda sakral sehingga tenget (magis). Karena diperlakukan sebagai benda sakral, lontar tidak dibuka atau dirawat, bahkan hingga dimakan rengat. Namun, bagi keluarga yang hidup dengan tradisi 'nyastra', lontar justru sering dibuka, dibaca, dan dipakai sebagai bahan rembug sastra.

Untungnya, Bali memiliki perhatian terhadap kelangsungan bahasa dan aksara Bali. Ini terlihat melalui lahirnya perda yang mewajibkan penulisan aksara Bali di ruang-ruang publik dan diangkatnya penyuluh bahasa Bali di setiap kecamatan.

Dia menjelaskan, Indonesia adalah bangsa yang mempunyai kekayaan naskah Nusantara (lontar) yang masih disimpan oleh keluarga. Dalam 34 tahun terakhir, Puri Kauhan Ubud berupaya untuk mengusung satu pendekatan yang berbasis pada keluarga di dalam perlindungan, pengembangan, dan pemajuan kebudayaan.

"Kita tidak bisa memajukan kebudayaan kalau tidak menyentuh keluarga, maka salah satu strategi besar yang harus dilakukan untuk melindungi warisan bangsa ini adalah dengan menggunakan keluarga," tuturnya.

Kepala UPT Perpustakaan Universitas Indonesia (UI) Utami Budi Rahayu Hariydi mengungkapkan, di perguruan tinggi, naskah kuno merupakan sumber daya pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk bahan belajar-mengajar, observasi, dan riset. Saat ini, jumlah naskah yang disimpan di UPT Perpustakaan UI sebanyak 2.431 judul (sebanyak 2.331 berbentuk kertas dan 100 berbentuk lontar) dengan jumlah 2.731 eksemplar.

"Naskah hanya dikeluarkan dari penyimpanannya apabila memang diperlukan untuk kepentingan penelitian dan dengan pengawasan yang cukup ketat," katanya.