Sukses

Embung Konservasi, Pasokan Air Saat Karhutla dan Destinasi Wisata Baru Sumsel

Embung Konservasi Kebun Raya Sriwijaya di Kabupaten Ogan Ilir Sumsel menjadi salah satu pasokan air saat pencegahan dan penanganan karhutla di Ogan Ilir Sumsel.

Liputan6.com, Palembang - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Selatan (Sumsel) membangun Embung Konservasi Kebun Raya Sriwijaya di Kabupaten Ogan Ilir Sumsel. Embung ini dibangun di atas lahan rawa seluas 100 hektare.

Embung yang baru diresmikan Gubernur Sumsel Herman Deru pada hari Selasa (9/3/2021) lalu, akan menjadi salah satu pasokan air untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Ogan Ilir.

Bahkan, embung konservasi ini juga menjadi pusat penelitian lahan basah, tempat pendidikan dan pelatihan.

Gubernur Sumsel mengatakan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ogan Ilir harus memanfaatkan embung Konservasi Kebun Raya Sriwijaya ini sebagai destinasi wisata baru bagi warga Sumsel.

“Fungsi ini dilakukan, untuk menambah destinasi wisata baru bagi penduduk Sumsel, sekaligus menambah eduksai terhadap pencegahan karhutla. Apalagi Sumsel memiliki lahan gambut yang rawan terbakar,” ucapnya, Minggu (14/3/2021).

Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan Wilayah Sumatera Ferdian Krisnanto menuturkan, pemadaman karhutla di Kabupaten Ogan Ilir Sumsel cukup menyulitkan petugas.

Salah satunya karena sulitnya sumber air di Kabupaten Ogan Ilir, sehingga heli waterboombing harus mencari sumber air dengan kapasitas yang kecil.

“Biasanya petugas mendapatkan air dari kanal cacing, sungai dan embung kecil di Ogan Ilir Sumsel,” katanya.

Namun sejak dibangunnya embung konservasi tersebut, sangat berfungsi untuk pasokan air saat karhutla di Ogan Ilir. Terlebih heli waterbombing karhutla di Ogan Ilir, lebih mudah untuk mengambil air.

Dia mengatakan, di tahun 2019-2020 kemarin, Sumsel memecah rekor karhutla. Bukan karena luasan kebakaran saja, tapi terkait asapnya.

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini :

2 dari 2 halaman

Lahan Lebih Kering

"Tahun 2019, petugas lumayan kesusahan memadamkan api. Apalagi asapnya sampai ke kota hingga mempengaruhi lalulintas di bandara," ujarnya.

Dari pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), kondisi di tahun 2021 diperkirakan akan mirip dengan tahun 2019 lalu, yaitu lahan yang lebih kering.

"Kita harus bekerja ekstra untuk memadamkan api dan agar jangan sampai asapnya tersebar. Karhutla ini pasti ada campur tangan manusia, entah sengaja atau tidak disengaja. Sekering-keringnya alam, kalau tidak ada pemicunya, akan aman-aman saja," katanya.