Sukses

Sarung Hijau Menteri Risma untuk Bayi Mungil Orang Rimba

Dalam kunjungan kerjanya di Provinsi Jambi, Menteri Sosial Tri Rismaharini mengunjungi kondisi Orang Rimba di wilayah Sungai Terab, Batanghari, Jambi. Di sana ia sempat memberikan sarung hijau miliknya untuk dipakaikan kepada bayi Orang Rimba.

Liputan6.com, Jambi - Seorang bocah perempuan membopong bayi mungil. Dia berjalan di antara keramaian rombongan Menteri Sosial Tri Rismaharini yang sedang mengunjungi kelompok Orang Rimba di kamp lapangan KKI Warsi, wilayah Sungai Terab, Kabupaten Batanghari, Jambi.

Seakan tak menghiraukan siapa orang-orang "asing" di sekelilingnya, bocah perempuan itu terus berjalan menyelip dan melewati rombongan. Sore itu, Rabu (10/3/2021), waktu menunjukkan tepat pukul 18.00 WIB.

Hari pun sudah mulai gelap. Di sekeliling pohon karet perusahaan tanaman industri yang menjadi tempat tinggal orang rimba, nyamuk-nyamuk kecil sudah mulai berdatangan.

Tanpa sehelai pakaian, bayi mungil berjenis kelamin perempuan dengan rambut yang masih basah itu terus dibopong oleh sang kakak.

Hingga akhirnya bocah itu lewat di depan Menteri Sosial Tri Rismaharini yang tengah berdiskusi bersama para tumenggung atau pimpinan kelompok Orang Rimba di wilayah tersebut.

Mantan Wali Kota Surabaya itu terkejut tatkala bocah perempuan tadi melewatinya. Diskusi pun sempat terhenti.

Risma langsung menuju ke mobilnya yang berjarak selemparan tisu dari rombongan pejabat. Sementara, bayi mungil itu sudah berada di gendongan seorang anggota dewan kolega Risma.

Dengan sigap Risma membuka bagasi belakang mobil. Ia mengambil sehelai sarung pribadinya yang masih terlipat. Risma pun langsung membungkus badan bayi dengan sarung hijau miliknya itu.

Usai memberikan sarung, Risma yang juga politikus PDI Perjuangan itu meminta ajudan pribadinya agar mengambil kue di dalam mobil untuk dibagikan kepada anak-anak di sana, termasuk juga untuk menyuapi bayi mungil itu.

"Coba ambilkan roti, tak suapin," ujar Risma meminta kepada ajudannya.

Beberapa menit usai mendulang roti, seorang induk Orang Rimba, ibu dari bayi tersebut menghampiri rombongan dan mengomel. Ia tak terima jika anaknya yang masih bayi itu berinteraksi dengan orang luar.

Risma pun langsung menghampiri sang ibu bayi tersebut. Dia menjelaskan tak ada maksud apa-apa, hanya memberikan sarung.

Simak video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Belum Diberi Nama

Menurut informasi di sana, usia bayi tersebut ternyata baru berumur sekitar lima bulanan. Biasanya, pada usia tersebut, bayi masih dalam balutan bedung. Namun, Orang Rimba tak mengenal bedung. Bayi kecil rimba dibiarkan bertelanjang.

Tumenggung Ngalembo--salah satu pimpinan kelompok Orang Rimba di Sungai Terab mengatakan, bayi yang diberikan sarung oleh Menteri Sosial Tri Rismaharini itu belum diberi nama.

"Belum ado namo," kata Tumenggung Ngalembo kepada Liputan6.com.

Sementara itu, dalam tradisi Orang Rimba, seoarang bayi belum bisa langsung diberi nama. Orang Rimba mesti meminta petunjuk "dewa" dalam memberikan nama sang anak.

Untuk memberikan nama untuk bayi, Orang Rimba terlebih dulu menggelar ritual yang biasa mereka sebut dengan nama "turun ke aik" atau turun ke air dengan cara memandikan bayi di sungai yang telah dipilih lokasinya.

Selain itu, dalam kosmologi Orang Rimba, ketika induk (perempuan) yang melahirkan akan dibawa ke "Tanah Peranoan", sebuah wilayah khusus unuk proses bersalin perempuan rimba. Biasanya "Tanah Peranoan" itu dekat dengan sungai.

Proses bersalin perempuan rimba dilakukan tertutup. Biasanya hanya didampingi oleh satu orang dukun.

3 dari 3 halaman

Orang Rimba Tanpa Rimba

Orang rimba merupakan komunitas terasing yang membangun kehidupannya di dalam kawasan hutan. Namun, kini orang rimba hidup tanpa rimba. Hilangnya hutan telah mengubah kehidupan mereka.

Menurut Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, sebuah lembaga nirlaba yang fokus terhadap isu orang rimba menyebut, keberadaan orang rimba kini semakin terdesak. Penghidupan mereka semakin sulit di tengah masifnya alih fungsi kawasan hutan.

Sumber makanan yang biasanya mudah didapatkan di hutan sekarang telah berkurang akibat alih fungsi hutan yang tak terbendung itu. Akibatnya, orang rimba kesulitan mendapat asupan makanan berupa protein dan karbo hidrat.

Orang rimba di Jambi sering juga disebut sebagai Suku Anak Dalam (SAD). Sebutan orang rimba menjadi SAD ini disematkan oleh pemerintah mulai tahun 1970.

Survei terbaru yang dilakukan KKI Warsi menyebutkan, jumlah populasi orang rimba mencapai 6.000 jiwa. Jumlah tersebut tersebar di beberapa kabupaten di wilayah Provinsi Jambi.

Di Provinsi Jambi, orang rimba tergabung dalam masing-masing kelompok yang biasanya dipimpin oleh seorang tumenggung. Setiap populasi orang rimba selalu terdapat kelompok anak-anak, satu ibu rata-rata memiliki anak di atas lima.

Kini alih fungsi hutan yang begitu masif menjadi korporasi perkebunan kelapa sawit membuat kelompok orang rimba semakin kesulitan mencari sumber pangan. Luas kawasan hutan di Jambi tersisa 900 ribu hektare atau 17 persen dari total luasan provinsi ini.

Semakin berkurangnya luas kawasan hutan tersebut, juga membuat orang rimba tergusur. Orang rimba masih sulit mengakses akses kesehatan dan dibayangi kemiskinan.

Menurut Direktur KKI Warsi Rudi Syaf, dari jumlah populasi orang rimba saat ini sekitar 99 persen hidup dalam kondisi miskin. Selain tinggal di sekitar kawasan hutan, orang rimba juga hidup secara semi nomaden di sepanjang jalan lintas tengah Sumatra, Jambi.

"Mau pakai ukuran atau paramater apapun, orang rimba itu adalah kelompok masyarakat yang paling miskin dan rentan," kata Rudi Syaf dalam kesempatan sebelumnya.

Â