Liputan6.com, Makassar - Berbagai upaya dilakukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWSPJ) untuk mengantisipasi agar sedimen tidak masuk ke bangunan penangkap air (Intake) di Waduk Bili-bili yang mengaliri kebutuhan air warga di Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar dan Kota Makassar. Salah satu upayanya adalah menyiapkan sebuah Dredger atau kapal keruk yang beroperasi sejak tahun 2013.Â
Pelaksana Tugas (Plt) Subkor Operasi dan Pemeliharaan BBWSPJ, Nasaruddin menerangkan bahwa setelah nyaris 8 tahun lamanya beroperasi, Dredger tersebut telah mengeruk lebih dari 948.725 meter kubik air yang bercampur dengan lumpur ke kolam penampungan. Â
Advertisement
Baca Juga
"Jadi ada tiga daerah irigasi yang yang dialiri yakni Bili-bili, Kampili dan Bissua. Aliran air dari Intake itu untuk memenuhi kebutuhan air warga di Takalar, Gowa dan Makassar mulai dari kebutuhan listrik atau PLTA, persawahan hingga PDAM," kata Nasaruddin kepada Liputan6.com, Senin (15/3/2021).Â
Bisa dibayangkan, jika Dredger tersebut tak disiapkan maka dipastikan sedimen akan masuk ke Intake yang bisa mengganggu hingga menyumbat aliran air di Intake. Bahkan jika sedimen ikut masuk ke dalam Intake maka turbin yang digunakan oleh PLTA juga bisa terganggu.Â
"Dari Intake, aliran air itu terlebih dahulu digunakan untuk menyalakan turbin PLTA, kemudian dibagi ke kebutuhan irigasi persawahan dan PDAM," jelas Nasaruddin.
Nasaruddin mengakui bahwa pengoperasian Dredger tersebut memang sering mendapati kendala-kendala teknis. Namun seluruh kendala tersebut masih dapat diantisipasi.Â
"Kendala ya pasti ada, selama ini hanya kendala teknis kok. Misalnya kemarin akinya soak, tapi sudah kita perbaiki," ucap dia.
Â
Simak juga video pilihan berikut ini:
Pengoperasian Dredger
Tak main-main, pengoperasian Dredger itu butuh persiapan yang panjang dan perhitungan yang matang. Pasalnya jika terjadi kesalahan kecil saja Dredger tersebut bisa rusak.
Nasaruddin menjelaskan bahwa Dredger tersebut beroperasi hanya ketika elevasi air di Waduk Bili-bili berada di kisaran elevasi +99.00. Elevasi air itupun harus stagnan dan stabil agar pipa darat dan pipa apung yang mengalirkan air bercampur lumpur dari Dredger ke kolam penampungan tidak rusak.Â
"Dredger itu beroperasi pada elevasi +99.00, karena pipa darat itu posisinya berada di elevasi +99.00, jadi agar bisa tersambung dengan pipa apung yang berada di permukaan air maka elvasi itu harus berada di level yang sama," jelas Nasaruddin.
Dalam setahun, lanjut Nasaruddin, Dredger tersebut pun hanya beroperasi sekitar 2 hingga 3 bulan lamanya, yakni pada bulan Februari hingga April. Pengoperasian itu dilakukan saat berada pada puncak musim hujan.Â
"Intinya sih tergantung elevasi air waduk , karena kalau elevasi turun atau naik jauh maka pipa fleksibel yang menyambungkan pipa apung dan pipa darat bisa rusak," imbuhnya.Â
Setiap kali pengoperasian Dredger itu, sedikitnya 250 sampai 300 liter bahan bakar jenis solar harus disiapkan oleh BBWSPJ. 250 sampai 300 liter solar itu digunakan dalam sehari untuk menyalakan genset, Tag Boat dan Dredger itu sendiri.Â
"Memang butuh sebanyak itu, karena kan ada genset berkapasitas 200 KVA, Tag Boat dan Dredger yang harus dioperasikan," Nasaruddin merinci.
Tidak hanya itu, sedikitnya ada 60 pipa apung dengan panjang masing-masing 6 meter yang haris disambung satu per satu terlebih dahulu secara manual. Pipa apung itu berfungki mengalirkan air bercampur sedimen yang dikeruk oleh Dredger ke kolam penampungan.
"Jadi prosesnya itu butuh waktu sepekan, kita menggunakan Tag Boat untuk menarik 60 pipa apung dan menyambungnya satu per satu. Bayangkan saja setiap sambungan pipa apung itu ada 20 baut," ucapnya.
Advertisement