Liputan6.com, Pekanbaru - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuantan Singingi (Kuansing) menetapkan HAP sebagai tersangka dugaan korupsi surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif. Namun, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) itu menyatakan status tersebut merupakan kriminalisasi.
Kepala Kejari Kuansing Hadiman menyebut penetapan tersangka dilakukan pada 10 Maret 2021. Setelah itu, penyidik melayangkan panggilan kepada tersangka pada 16 Maret tapi HAP memilih tidak datang.
Advertisement
Baca Juga
"Tidak datang karena ada urusan keluarga, sudah disampaikan kuasa hukumnya," kata Hadiman, Senin petang, 16 Maret 2021.
Hadiman menyebut penyidik sudah membuat panggilan kedua untuk Jumat mendatang. Jika tidak datang juga, penyidik membuat panggilan lagi pada Senin pekan depan.
Hadiman menyebut uang SPPD fiktif itu diduga digunakan tersangka untuk kepentingan pribadi. Ini berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti lain yang diperoleh penyidik.
"Berdasarkan keterangan saksi, uang itu untuk operasional pimpinan," kata Hadiman.
Penyidik masih menghitung kerugian negara dalam SPPD fiktif ini. Untuk sementara, Hadiman menyebut penyidik baru menemukan Rp600 juta kerugian negara.
"Itu bisa bertambah lagi karena pihak ketiga di luar daerah, seperti Jakarta, Padang, dan Batam, belum dihitung lagi," ucap Hadiman.
Sebelumnya, penyidik sudah menyita uang Rp439 juta dari Kabid Aset BPKAD Kuansing. Uang tersebut diduga berasal dari pembayaran minyak dan ongkos taksi dari SPPD yang diterbitkan kepala dinas.
Uang itu belum termasuk SPPD dari hotel atau penginapan ratusan kamar yang juga diduga fiktif. Hadiman menyebut pembayaran minyak dan ongkos taksi itu tidak punya bukti pembayaran.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Tersangka: Upaya Kriminalisasi
Sementara itu, tersangka HAP menduga ada upaya kriminalisasi oleh Kejari Kuansing. Dia juga menyebut penetapan tersangka merupakan penzaliman terhadap dirinya sehingga perlu klarifikasi.
"Kuat dugaan ada juga semacam konspirasi oknum kejaksaan dan oknum pejabat Pemda terhadap kasus yang dituduhkan ke saya," kata HAP melalui keterangan tertulisnya.
HAP menceritakan, stafnya pernah mengeluh karena diperiksa kemudian disampaikan ke kepala daerah. Bupati saat itu sempat mendengar keluhan stafnya lalu bupati menginstruksikan sekretaris daerah, kepala bagian hukum, dan asisten pemerintah menyelesaikan ke Kejari Kuansing.
"Setelah pertemuan itu (dengan Kejari), ada beberapa kesepakatan, di antaranya tidak akan ada lagi pemanggilan staf lagi," jelas HAP.
Setelah itu, sambung Hendra, pihaknya diminta merekapitulasi apa-apa yang dianggap keliru terutama uang transportasi yang dibayarkan sebesar 75 persen. Pihaknya juga diminta mengembalikan uang karena bakal menjadi dasar kasus di Kejari berhenti.
"Namun, setelah dikembalikan ternyata uang itu dijadikan sebagai barang bukti dan terkesan penyitaaan," kata HAP.
Menurut HAP, mengembalikan uang yang diduga korupsi bukanlah perkara mudah karena meminjam atau mengutang kepada keluarga dan teman.
"Itu pimpinan yang mengarahkan kami mengembalikan uang karena ada pertemuan, namun ada hal lain terhadap hal itu yang saya duga kami telah dijebak di dalamnya," terang HAP.
HAP sudah mempertanyakan komitmen Sekda Kuansing terkait penghentian kasus ini di Kejari. HAP sampai mempertanyakan nurani karena merasa anak buahnya teraniaya.
HAP mengulangi, SPPD diatur dalam peraturan bupati. Sementara pengembalian uang secara sukarela berarti ada kekeliruan dalam peraturan bupati.
Dia juga menyebut banyak hal aneh terjadi dalam proses kasus ini. Dia juga memastikan akan mengungkapkan semuanya dengan membeberkan bukti-bukti, baik dugaan intervensi terhadap kasus ini ataupun lainnya.
"Bahkan ada informasi salah seorang pejabat Pemda menyatakan akan menyelamatkan seorang pegawai BPKAD tapi saya tetap akan dipermasalahkan. Kasus ini juga merupakan tukar guling terhadap kasus sebelumnya yang juga mengarahkan kepada saya," katanya.
HAP juga menyebut bakal membeberkan perbuatan Kejari Kuansing yang melakukan intervensi terhadap proyek di daerahnya. Dia mengaku punya bukti dan berjanji mengungkapkannya.
"Kami bermohon kasus ini menjadi atensi bapak Kajati dan Kajagung, karena ada dugaan upaya - upaya kriminalisasi dan penzaliman terhadap kami di BPKAD Kuantan Singingi," tegas HAP.
Advertisement
Kejari: Bukti Kami Bukan Abal-Abal
Menanggapi pernyataan Hendra, Kejari Kuansing Hadiman menegaskan perkara ini murni penegakan hukum dan bukan berdasarkan pesanan seseorang. Menurutnya, pengusutan kasus ini berdasarkan laporan Masyarakat Anti Korupsi ke pihaknya.
"Tidak ada pesanan oknum pejabat Setdakab Kuansing maupun oknum Kejari Kuansing. Kami proses kasus ini karena adanya laporan dari masyarakat anti korupsi dan kami tindaklanjuti," jelas Hadiman.
Dia kembali menegaskan, penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan alat bukti. Tidak hanya dua alat bukti tapi 10 alat bukti hingga status Hendra tingkatkan dari saksi menjadi tersangka.
"Tersangka HAP alias Keken kami jadikan tersangka berdasarkan keterangan saksi-saksi dan bukti surat SPj fiktif, bagaimana dizalimi, bukti yang kami punya bukan abal-abal" tegas Hadiman.
Hadiman menyampaikan kalau dirinya tidak ada meminta proyek di Kuansing. Hal ini sebagai bantahan atas tudingan kalau ia meminta proyek ke pemerintah daerah.
"Saya selaku Kajari Kuansing beserta seluruh kasi dan staf, saya selalu mengingatkan agar tidak meminta-minta proyek dan meminta minta uang ke Pemda. Jika ada tuduhan itu, tidak benar," tegas Hadiman.
Hadiman juga menyatakan, dirinya tidak mengintervensi proyek di Kuansing. "Itu salah alamat dan salah sasaran. Kalau ada Kajari mengintervensi proyek tolong ditunjukkan dinas apa dan dalam proyek apa l,agar jelas yang disebutkan, jangan asal ngomong tapi bukti," tutur Hadiman.