Liputan6.com, Pontianak - Nuri sudah berkemas dari rumahnya sejak pagi sekali. Wanita 30 tahun itu tidak mau melewatkan momen kulminasi matahari di Tugu Khatulistiwa, yang ada di Kelurahan Batu Layang, Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Panas sengatan cahaya matahari tak mampu menyurutkan niatnya untuk bisa merasakan momen melihat telur berdiri. Â
"Bagi saya, telur berdiri tegak itu sesuatu banget, ini sampai enam kali coba baru bisa," katanya.
Telur berdiri tegak tanpa bayangan yang menandakan titik kulminasi matahari di Tugu Khatulistiwa, menjadi fenomena alam yang hanya terjadi dua kali dalam setahun. Tahun ini fenomena alam yang disebut juga hari tanpa bayangan itu terjadi pada 21-23 Maret dan 21-23 September.
Advertisement
Baca Juga
Meski demikian, momen kulminasi matahari di Tugu Khatulistiwa tahun ini digelar terbatas. Pandemi virus Corona membuat perayaan hari tanpa bayangan ini dua tahun ini tak semeriah tahun-tahun sebelumnya. Yang boleh datang ke Tugu Khatulistiwa hanya tamu undangan, namun warga masih bisa menyaksikan keseruannya secara daring.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono bahkan mengatakan, pada 2020 peringatan kulminasi matahari di Tugu Khatulistiwa sama sekali tidak digelar secara terbuka, lantaran pada saat itu pendemi Covid-19 tengah memuncak.
Edi mengatakan, meski digelar secara terbatas, warga masih bisa menyaksikan melalui tayangan live streaming. Fenomena ini menjadi unik bagi masyarakat Pontianak, karena hanya kota inilah satu-satunya di dunia yang dilewati garis khatulistiwa.
"Konon katanya apabila kita berada tepat di garis khatulistiwa saat fenomena kulminasi matahari maka akan awet muda," ujar Edi.
Tugu Khatulistiwa sendiri awalnya didirikan seorang astronom dari Belanda. Namun pada 2019, Pemkot Pontianak mengundang ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk melakukan penelitian posisi tepat garis khatulistiwa.
"Hasilnya ternyata yang paling tepat berada pada bangunan bola dunia yang ada di kawasan Tugu khatulistiwa," katanya.
Edi mengatakan, Tugu Khatulistiwa bukan sekadar tugu, tetapi bisa menjadi sumber ilmu pengetahuan, khususnya ilmu astronomi. Sehingga Tugu Khatulistiwa dan fenomena titik kulminasi matahari bisa menjadi daya tarik wisata edukasi, baik bagi wisatawan lokal, maupun mancanegara.
Â