Sukses

Stok Gabah Melimpah, Petani Banyumas dan Cilacap Tolak Impor Beras

Rencana impor beras semakin membuat harga gabah dan beras semakin babak belur

Liputan6.com, Banyumas - Panen raya masa pertama (MT 1) di Kabupaten Banyumas, Cilacap dan beberapa daerah lainnya baru saja usai. Cuaca yang bersahabat dan minimnya serangan hama membuat produksi padi maksimal. Panen pun melimpah ruah.

Tetapi, panenan yang melimpah itu rupanya tak cukup untuk membuat petani gembira. Pasalnya, harga gabah jatuh.

Memang, lazimnya panen raya, harga gabah pasti turun. Namun, penurunan harga gabah kali ini memang benar-benar luar biasa.

Bayangkan saja, harga gabah panen giling (GKG) di sejumlah wilayah di Cilacap hanya Rp3.800 per kilogram hingga Rp4.000 per kilogram. Ini adalah harga terendah beberapa tahun terakhir.

"Itu pun tidak yang beli," kata Ketua Serikat Tani Mandiri (STAM), Sugeng, Rabu (25/3/2021).

Dalam kondisi normal, panen MT 1 petani biasa dijual dengan harga antara Rp4.500 hingga Rp5.000 perkilogram, tergantung kualitas dan varietas padinya.

Tersungkurnya harga gabah ini tak semata karena panen raya. Rencana impor beras semakin membuat harga gabah dan beras semakin babak belur.

“Sangat disayangkan kalau pemerintah tetap memaksakan impor beras. Karena kita di lapangan setiap harinya mengetahui, dan tahu persis, terkait dengan harga beras,” kata Sugeng.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Pasar Beras Tersungkur

Direktur Koperasi Desmantara, Akhmad Fadli mengatakan serapan beras tahun ini sangat rendah. Sedikit banyak kondisi ini dipengarui oleh pandemi Covid-19 yang berdampak nyaris ke seluruh sektor.

Wabah Covid-19 menyebabkan rumah makan dan lokasi wisata yang banyak tutup. Kondisi ini menyebabkan bisnis pangan juga terdampak.

Padahal, serapan beras ke rumah makan memiliki porsi cukup besar. Akibatnya, stok gabah dan beras mandek dan hanya menyplai pasar lokal.

"Serapan beras untuk rumah makan dan pasar Jakarta sangat rendah. Bahkan boleh dibilang mandek total," ucapnya.

Menurut Fadli, impor beras akan semakin mencekik petani, pedagang, hingga pengusaha penggilingan padi. Pasalnya, saat ini petani tidak bisa menjual gabah karena minimnya serapan pasar.

Kalau pun berhasil menjual, gabah petani berharga sangat murah. Dipastikan impor akan menyebabkan harga semakin jatuh. Sebab itu, Fadli meminta agar pemerintah membatalkan impor beras.

"Pemerintah seharusnya melihat kondisi lapangan. Gabah masih sangat melimpah," ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Validitas Data Cadangan Beras

Asosiasi Pedagang Beras (APB) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah mempertanyakan validitas data yang digunakan pemerintah untuk memutuskan mengimpor beras. Pasalnya, saat ini panen sedang berlangsung dengan hasil berlimpah.

Sekretaris APB Banyumas, Fatkhurahman mengatakan saat ini petani di berbagai daerah telah dan sedang panen masa tanam pertama (MT 1). Dengan begitu, persediaan gabah dan beras di tingkat petani dan pedagang masih berlimpah.

“Panen kan terjadi tidak hanya di satu daerah. Secara nasional. Hampir semua daerah sekarang baru panen raya,” katanya.

Karenanya, saat pemerintah merencanakan impor ia mempertanyakan validitas data yang digunakan. Sebab, faktanya,masyarakat tidak kekurangan beras. Bahkan, stok panenan tahun lalu pun masih banyak dan bisa dikatakan utuh,

“Pemerintah kan asalnya dari data. Sementara, data antara pertanian, kemudian perdagangan, BPS, itu kan masing-masing punya data, yang kurang apa namanya, kurang valid lah. Nah, sementara, padahal menurut pertanian, panen bagus, produksi bagus. Kan gitu,” kata Fatkhurahman.

Dia mengemukakan, rencana impor beras juga kontradiktif dengan kondisi persediaan gabah dan beras di lapangan. Pasalnya, panenan dua tahun terakhir bagus dan sangat cukup untuk persediaan pangan Indonesia.

“Buktinya, di mana-mana, serapan pasar gabah, beras, itu minim gitu loh, lambat kan, karena memang di mana-mana panen,” ujarnya.

Fatkhurahman mendesak agar pemerintah membatalkan impor beras. Pasalnya, persediaan gabah di tingkat lokal masih berlimpah. Dia juga memperkirakan dengan kondisi cuaca saat ini, masa tanam kedua (MT 2), terutama di Pulau Jawa, produksi gabah juga akan optimal.