Liputan6.com, Magelang - Literasi yang rendah muncul akibat rendahnya budaya baca. Perkembangan zaman membawa tantangan literasi yang berbeda pula. Jika dulu di masa sebelum kemerdekaan, tantangan literasi adalah mengentaskan buta aksara. Kini, tantangan literasi lebih kepada bagaimana menumbuhkan sumber daya manusia yang kreatif, inovasi, dan berdaya saing secara bertumbuh.
Rendahnya literasi mengakibatkan indeks pembangunan manusia (IPM) rendah, daya saing rendah, indeks inovasi rendah, income per kapita rendah, indeks kebahagiaan rendah, dan rasio gini rendah.
Baca Juga
"Ini adalah fakta di sisi hilir literasi dimana masyarakat belum mampu menolong dirinya sendiri," ujar Kepala Perpustakaan Nasional RI Muhammad Syarif Bando, dalam acara Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat di Magelang, Kamis (1/4/2021).
Advertisement
Lalu bagaimana dengan kondisi hulu literasi? Kepala Perpusnas menambahkan kondisi hulu literasi Indonesia masih membutuhkan perhatian bersama untuk diperbaiki. Selama ini masyarakat Indonesia dihakimi karena memiliki budaya baca yang rendah. Padahal, kondisi yang terjadi di lapangan adalah sisi hulu literasi yang belum terkelola dengan baik di mana ketersediaan buku belum mencukupi kebutuhan.
Perbaikan sisi hulu membutuhkan kehadiran negara, dalam hal ini eksekutif, legistatif, yudikatif, TNI/Polri, akademisi perguruan tinggi, pengarang dan penulis buku yang sesuai kebutuhan masyarakat, penerbit dan perusahaan rekaman untuk menyiapkan buku, penerjemah, regulasi distribusi bahan bacaan untuk memperkecil ketimpangan antarwilayah, dan terutama, anggaran belanja buku.
Menurutnya, sesuai standar UNESCO, idealnya setiap tahun terbit tiga buku untuk setiap orang. Pada masa kini, perpustakaan berperan untuk membangun masyarakat literasi. Perpusnas melakukan hal tersebut melalui program transformasi berbasis inklusi sosial yang menjadikan perpustakaan sebagai pusat transfer ilmu pengetahuan bagi masyarakat untuk meningkatkan kecakapan demi kesejahteraan.
Â
Simak juga video pilihan berikut ini:
Literasi di Magelang
Bupati Magelang Zaenal Arifin menyatakan, pihaknya telah melakukan sejumlah langkah strategis untuk memfasilitasi dan mendorong pemberdayaan kegemaran membaca dengan menyediakan bahan bacaan bermutu serta sarana dan prasarana perpustakaan yang mudah diakses publik. Magelang telah membangun gedung perpustakaan yang memadai di atas lahan seluas 8.700 meter persegi dengan anggaran mencapai Rp21 miliar.
Zaenal menyebut, jumlah perpustakaan yang berpotensi di Kabupaten Magelang sebanyak 858 unit dan telah memberikan pelayanan sesuai kebutuhan masyarakat. Bahkan, diakui Bupati pihaknya telah menerbitkan surat edaran pengalokasian dana desa untuk pengembangan perpustakaan desa, pengadaan pojok baca, dan donasi buku. Di Kabupaten Magelang juga diterbitkan kebijakan bagi para pegawai pemerintah daerah yang naik pangkat, naik jabatan, dan pensiun, atau kunjungan kerja, ini mesti mendonasikan buku untuk memaksimalkan perpustakaan yang ada di wilayah Kabupaten Magelang.
"Hal ini dilakukan secara bertahap demi mengubah paradigma masyarakat menuju peningkatan kualitas sumber daya manusia serta kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Magelang melalui perpustakaan," kata Zaenal.
Sementara itu, Rektor Universitas Muhammadiyah Magelang (Unimma) Suliswiyadi mengatakan, perguruan tinggi berkontribusi dalam mendukung peningkatan literasi melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian.
Dia menjelaskan Unimma telah melakukan beberapa kajian terkait dengan literasi, termasuk rencana melakukan penelitian mengenai indeks literasi masyarakat di Kabupaten Magelang, terlebih bupati berencana membangun smart city.
"Karena data itu penting dan berperan dalam pengambilan keputusan," pungkasnya.
Â
Advertisement