Liputan6.com, Pekanbaru - Pemerintah Kabupaten Pelalawan kembali menggelar upacara adat Togak Tonggol menyambut Ramadan. Berlangsung dengan protokol kesehatan dan undangan terbatas, tahun lalu tradisi ini tidak digelar karena pandemi Covid-19.
Digelar Sabtu petang, 11 April 2021, Togak Tonggol terasa istimewa karena mendapat pengakuan dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai Wisata Budaya Tak Benda (WBTB).
Advertisement
Baca Juga
Sertifikat pengakuan lembaga dunia itu diserahkan Gubernur Riau Syamsuar ke Bupati Kabupaten Pelalawan HM Harris. di Balai Anjungan Tepian Ranah Tanjung Bunga, Kabupaten Pelalawan.
Penyambutan Ramadan tahun ini kian istimewa karena Tari Zapin Pecah Dua Belas yang selalu mengiringi ragam upacara adat juga mendapat pengakuan serupa dari UNESCO.
Syamsuar berterimakasih kepada Pemerintah Kabupaten Pelalawan karena senantiasa adat istiadat.
"Ini merupakan khazanah budaya yang tak boleh kita tinggalkan, karena sudah diyakini dan diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia," kata Syamsuar.
Syamsuar mengajak masyarakat dan semua pihak di Pelalawan dapat menjaga dan melestarikan kebudayaan tersebut, khususnya generasi muda sebagai penerus warisan adat serta budaya.
"Zapin Pecah Dua Belas ini hanya ada di Kabupaten Pelalawan, seterusnya mari kita pertahankan," kata Syamsuar.
Syamsuar berharap Bupati Pelalawan terpilih, Zukri meneruskan Togak Tonggol di Kabupaten Pelalawan. Upacara adat ini merupakan rangkaian menyambut Ramadan.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Selesaikan Masalah
Sebagai informasi, Togak Tonggol digelar setelah Balimau Sultan di Istana Sayap Kesultanan Pelalawan. Togak Tonggol juga diiringi dengan mandi Balimau Kasai pada acara Petang Megang.
Togak Tonggol secara harfiah berarti mendirikan panji-panji kesukuan. Biasanya dilaksanakan masyarakat adat di Kecamatan Langgam.
Menurut Ketua Majelis Kerapatan Adat di Lembaga Adat Melayu Riau Al Azhar, tegaknya tonggol atau panji adat merupakan simbol keharmonisan antara anak kemenakan internal suatu suku ataupun antar suku di Langgam.
Panji adat tidak akan bisa didirikan selama upacara berlangsung jika hubungan di internal suku masih ada masalah. Tetua adat diwajibkan berembuk sehingga ada titik temu permasalahan yang ada, barulah panji bisa ditegakkan di tengah upacara.
"Jadi ini sebagai simbol keharmonisan, tidak ada masalah lagi antara anak kemenakan di suku ataupun dengan suku lain," kata Al Azhar.
Tak hanya anak kemenakan, permasalahan dalam kesukuan biasanya juga menimpa pucuk atau tetua. Biasanya ada perselisihan dengan anak kemenakan terkait klaim tanah ulayat atau tetua yang dicurigai mencederai suku selama memimpin.
"Misalnya mencederai aturan adat, itu sudah harus selesai menjelang upacara. Itulah bentuk kesucian masyarakat Melayu menyambut bulan suci Ramadan," sebut Al Azhar.
Biasanya, permasalahan adat kesukuan tidak bisa disembunyikan. Selalu saja muncul riak-riak ke permukaan meskipun disimpan secara rapat. Anggota suku biasanya menyampaikan permasalahan menjelang upacara dilangsungkan.
"Kalau semuanya sudah selesai, baru panji kebesaran suatu adat bisa ditegakkan, kalau belum selesai, panji tidak bisa ditegakkan," ucap Al Azhar.
Advertisement