Liputan6.com, Bengkulu - Rimba belantara di punggung jajaran Bukit Barisan Pulau Sumatera, masih banyak dihuni stawa liar yang dilindungi. Sebut saja Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, Macan Dahan, Beruang Madu dan puluhan jenis satwa lain saat ini masih bermukim di habitat yang masuk dalam kawasan konservasi alam.
Keberadaan mereka menjadi incaran para pemburu liar, masyarakat pemasang jerat hingga kaki tangan cukong perdagangan satwa internasional. Tetapi mereka harus berhadapan dengan sosok seorang perempuan hebat yang selalu mengawasi kawasan konservasi yang dilindungi.
Advertisement
Baca Juga
Adalah Dr Erni Suyanti atau akrab disapa Dokter Yanti, Putri ketiga dari H Musabine kelahiran 14 September 1975 saat ini menjadi garda terdepan penyelamatan satwa liar di Rimba Sumatera. Bukan tanpa resiko, ancaman intimidasi bahkan nyawa menjadi taruhan ketika perempuan tangguh ini melakukan operasi lapangan bersama tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam milik Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup tersebut.
Bekerja untuk penyelamatan satwa liar di habitat alam terutama harimau sumatera bagi adalah suatu anugerah dan kebahagiaan tersendiri karena bisa mengabdikan profesi dokter hewan sesuai dengan passion dan bisa mewujudkan impian demi penyelamatan satwa yang nyaris punah.
Sudah sekian banyak harimau diselamatkan dan banyak konflik harimau ditangani di wilayah Sumatera bagian selatan (Bengkulu, Lampung, Sumatera Selatan, Jambi dan Sumatera Barat), juga penyelamatan satwa terancam punah lainnya seperti gajah sumatera, beruang madu, macan dahan, tapir, rusa, orangutan, buaya muara dan berbagai jenis burung dan primata.
Meski bukan pekerjaan yang mudah, keluar masuk hutan dengan kondisi lapangan yang berat, Dokter Yanti selalu menjadi satu-satunya perempuan dalam tim, dan menjadi orang pertama yang harus mendekati hewan buas untuk bisa diselamatkan.Â
Â
Â
Â
Â
Â
Saksikan Video Pilihan Ini
17 Tahun Merawat Harimau
Dokter Yanti ingat di tahun 2004-2005 pernah digaji 150 ribu hingga 300 ribu per bulan untuk melakukan pekerjaan penuh resiko seperti itu. Saat itu dia merantau sendirian di Pulau Sumatera tanpa sanak keluarga dan hidup di sekitar orang-orang baru dikenal.
Padahal di saat bersamaan dia mendapat banyak tawaran dari tempat lainnya dengan gaji yang sangat layak sesuai dengan profesinya. Namun saat itu adalah titik balik Dokter Yanti untuk membuktikan bahwa bukan uang semata yang dicari, tapi lebih besar keinginan mengabdikan profesi dengan sepenuh hati untuk membantu penyelamatan satwa liar di habitat alam.
Sementara daerah itu belum memiliki tenaga dokter hewan dengan fasilitas penunjang yang kurang memadai, itulah tempat pengabdian yang sebenarnya baginya, di saat orang lain tidak berminat ada di tempat seperti itu. Banyak orang yang meragukannya bisa bertahan, dan kini waktu yang membuktikan sudah 17 tahun dokter Yanti mendedikasikan profesi untuk itu dengan tetap konsisten.
Pengalaman paling emosional dirasakan saat dia harus terjun ke lapangan setelah mendapat kabar ada seekor Harimau dewasa terkena jerat pemburu liar di dalam hutan belantara. Saat Yanti bersama tim sampai di titik koordinat posisi jerat sudah longgar. Artinya sang raja hutan sudah melepaskan diri dalam kondisi terluka dan bergabung bersama kawanannya.
Tidak terlihat, sang harimau yang terluka dipastikan bersembunyi di semak-semak dan dalam perlindungan kawanannya. Dia hanya mengandalkan insting dan penciuman saja. Nyawa tim yang bergerak ke lapangan menjadi taruhan. Harimau yang terluka berhasil ditemukan dan berhasil dievakuasi untuk dilakukan tindakan medis.
"Sangat berat saat itu, beban psikologi yang kami rasakan sangat berat, tetapi ini tugas dan kami harus menempuhnya," tegas Dokter Yanti kepada Liputan6.com di Bengkulu Senin 19 April 2021.
Advertisement