Liputan6.com, Ambon - Riset UNESCO berjudul The Social and Economic Impact of Literacy yang dirilis pada 2010, mengatakan tingkat literasi rendah mengakibatkan kehilangan atau penurunan produktivitas, tingginya beban biaya kesehatan, kehilangan proses pendidikan, baik pada tingkat individu maupun pada tingkat sosial, dan terbatasnya hak advokasi akibat rendahnya partisipasi sosial dan politik.
Niat Pemerintah Provinsi Maluku meningkatkan indeks kegemaran membaca dan literasi patut didukung. Pengukuhan Bunda Literasi Maluku hanya trigger yang memicu dan memacu gerakan literasi menjadi lebih massif.
"Salah satu misi Gubernur Maluku adalah meningkatkan kualitas pendidikan. Dan DPR mendukung. DPR melihat gerakan literasi sangat dibutuhkan. Apapun program yang berkaitan dengan literasi harus didukung jika kita menginginkan manusia yang berdaya saing," ujar Ketua DPRD Provinsi Maluku Lucky Wattimury, pada gelaran Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat (PILM) dan pengukuhan Bunda Literasi Maluku di Ambon, Selasa (27/4/2021).
Advertisement
Apalagi menurut hasil kajian kegemaran membaca 2020 yang dilakukan Perpustakaan Nasional RI, Provinsi Maluku memperoleh nilai Tingkat Kegemaran Membaca Masyarakat, yakni 52,90 atau peringkat 26 dari 34 provinsi di Indonesia.
Masih menurut UNESCO, literasi rendah juga memiliki kesadaran minim akan kebersihan makanan, gizi buruk dan memiliki perilaku seksual berisiko tinggi. Tingginya angka putus sekolah dan pengangguran yang berdampak pada rendahnya kepercayaan diri. Sulit menjadi mandiri atau berdaya, dan tergantung secara ekonomi pada keluarga.
Rencana strategis (Renstra) Perpustakaan Nasional RI 2020-2024 merumuskan indikator sasaran strategis pembangunan, yaitu peningkatan nilai budaya baca masyarakat dan peningkatan indeks pembangunan literasi masyarakat. Hal tersebut merupakan bagian terpenting dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia.
Sedangkan, dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2021, perpustakaan merupakan salah satu pendukung pembangunan manusia berkualitas dan berdaya saing, dimana perpustakaan adalah pusat ilmu pengetahuan, pemberdayaan masyarakat dan pusat kebudayaan.
Di era Presiden Jokowi, maka yang terpenting dari keberadaan perpustakaan dan pengetahuan adalah soal aksesibilitas. Artinya, masyarakat harus diberikan keleluasaan mengakses segala jenis pengetahuan dan informasi karena tidak mungkin teknologi tercipta tanpa pengetahuan.
"Sejujurnya, Indonesia tidak kekurangan sarjana, namun kurang mendalami literasi sebagai parameter kompetitif individu. Maka, salah satu langkah penting untuk mengejar ketertinggalan adalah dengan merestorasi sistem pendidikan tinggi, " kata Syarif Bando.
Pada kesempatan yang sama, Perpustakaan Nasional RI menyerahkan dua unit Mobil Perpustakaan Keliling (MPK) kepada Pemerintah Provinsi Maluku dan Kabupaten Maluku Barat Daya, serta turut menjalin nota kesepakatan dan kesepahaman dengan Pemerintah Provinsi Maluku dan beberapa perguruan tinggi, antara lain Universitas Pattimura, IAIN Ambon, Politeknik Ambon, Institut Agama Kristen Negeri Ambon, Universitas Darussalam, Politeknik Perikanan Negeri Tual, Universitas Kristen Indonesia Maluku, dan STIKES Pasapua Ambon.
Selain Kepala Perpusnas, hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut, antara lain Ketua DPRD Provinsi Maluku, Bunda Literasi Maluku, dan Rektor Universitas Pattimura.