Sukses

Riwayat Horor Erupsi Kawah Sileri Mengubur Ratusan Jiwa di Dusun Pejawaran Dieng

Jauh sebelum hari ini, Kawah Sileri pernah meletus yang menyebabkan kematian ratusan jiwa

Liputan6.com, Banjarnegara - Kawah Sileri meletus lagi, Kamis malam (29/4/2021). Ini adalah erupsi freatik, setelah sebelumnya meletus tiga tahun lalu, juga jenis freatik.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) memang menyatakan Kawah Sileri, tak berpotensi mengeluarkan gas beracun, sebagaimana Kawah Timbang atau Sinila, yang sama-sama berada di Dataran Tinggi Dieng.

Kepala Pelaksana Harian BPBD Banjarnegara Aris Sudaryanto mengatakan, meski terhitung paling aktif, namun menilis sejarahnya Kawah Sileri tak pernah mengeluarkan gas beracun.

Bahaya Kawah Sileri yakni lontaran material, seperti batu dan lumpur. Dalam kondisi tertentu, batu dan lumpur tersebut berbahaya untuk manusia karena dapat menyebabkan luka, cedera dan bahkan kematian.

Selama ini, baik berdasar kearifan lokal mapun penelitian, gas yang keluar dari Kawah Sileri adalah Asam Sulfur atau belerang. Namun begitu, menimbang bahaya semburan materilanya, masyarakat dilarang beraktivitas dengan radius 500 meter dari Kawah Sileri.

"Karena saat menyembur itu kemungkinan ada batu-batu yang keluar. Apalabila terkena manusia kan bisa cedera, terluka. Tapi kalau dari sisi gas yang keluar dari kawah, tidak mengeluarkan gas beracun. Kawah Sileri itu hanya mengeluarkan sulfur, asam sulfur,” dia menjelaskan.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Riwayat Kawah Sileri Mengubur Dusun Pejawaran

Tiga letusan terakhir Kawah Sileri, Desa Kepakisan, Kecamatan Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, tak menimbulkan korban jiwa. Baik oleh material letusan, maupun gas beracun.

Tetapi, bukan berati letusan Kawah Sileri tak pernah memiliki riwayat mengerikan. Jauh sebelum hari ini, Kawah Sileri pernah meletus yang menyebabkan kematian ratusan jiwa.

Kawah Sileri tercatat sebagai kawah teraktif di dataran tinggi Dieng yang sebetulnya adalah kaldera raksasa purbakala. Di kaldera itu, belasan kawah masih aktif hingga saat ini.

Pengamat di Pos Pengamatan Gunung Api Dieng, Aziz Yuliawan berkisah, nun pada 1944, di pegunungan Dieng, tersebutlah dusun bernama Jaweran. Ratusan orang tinggal di dusun yang subur dan makmur itu.

Desa ini berdekatan dengan Kawah Sileri di sisi utara. Lumpur dan debu vulkanik membuat tanah desa Kejawar luar biasa subur. Mafhum, semakin dekat kawah, tanah semakin subur.

Tentu, teknologi saat itu tak bisa secara pasti merekam peningkatan aktivitas kawah gunung api. Tetapi, sesungguhnya masyarakat pun memiliki kearifan lokal untuk menandai meningkatnya aktivitas vulkanik.

Sayangnya, warga, lalai. Atau bisa jadi, Kawah Sileri meletus tanpa didahului peningkatan aktivitas seismik dan vulkanik, seperti letusan yang terjadi belum lama ini.

Pada 13 Desember 1944, Kawah Sileri meletus. Lontaran materialnya membunuh setidaknya 117 jiwa warga Desa Jaweran.

Penelitian vulkanologi menunjukkan lontaran bebatuan 1,5 kilogram saat itu menghujani Desa Jaweran. Lontaran materialnya sejauh dua kilometer, atau 10 kali lipat dibanding semburan saat ini.

 

3 dari 3 halaman

Warga Jaweran Bedol Desa Menjauh dari Kawah Sileri

Warga Jaweran yang tersisa pun pindah ke lokasi yang lebih jauh dari Kawah Sileri dengan jarak mengacu pada titik terjauh lontaran material, yakni lebih dari dua kilometer ke sisi timur. Belakangan, kampung baru itu berkembang menjadi Desa Kepakisan.

"Kekuatan lontaran atau ketinggian material tidak bisa kita hitung karena memang tidak ada alatnya waktu itu. Tetapi, dari riwayatnya, letusan bersifat eksplosif dan berkekuatan skala 2 Volcanic Explosivity Index (VEI),” Aziz menerangkan kepada Liputan6.com.

Tak berhenti di situ, pada 1956 Kawah ini kembali meletus. Hanya saja, saat itu tak ada korban jiwa lantaran letusannya yang kecil.

Akan tetapi, pada 1964, Kawah Sileri kembali meletus besar dan diperkirakan menewaskan 114 orang.

Kepala Pos Pengamatan Gunung Api Dieng, Surip menerangkan, mitigasi bencana pada masa itu hanya mengandalkan pengetahuan secara turun-temurun. Belum ada peralatan pemantau canggih seperti yang ada saat ini.

Meskipun tercatat sebagai yang paling aktif, Sileri tak pernah sekalipun memiliki riwayat mengeluarkan gas beracun. Waktu itu, korban berjatuhan lantaran dihujani material panas dan terkubur material lontaran Sileri.

"Dusun yang terkubur itu jaraknya sekitar 500 meter ada. Namanya Dusun Jaweran. Terjadi lagi pada tahun 1964. Kalau dulu alatnya kan belum secanggih seperti sekarang ini. Mungkin dulu, kurang tahu ya,” Surip menerangkan.

Namun begitu, Surip menegaskan agar masyarakat tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa dalam jarak aman. Sejak 1964, tak lagi terjadi erupsi besar.

Tetapi, di sisi lain, ia pun meminta agar warga tetap mematuhi rekomendasi PVMBG agar berada di zona aman, atau lebih dari 200 meter. Pasalnya, sejak 1964, Kawah Sileri berturut-turut erupsi pada tahun 1984, 2003, 2009, tiga kali di 2017, dan 2018 ini.

Betapa berbahayanya Kawah Sileri diabadikan dalam prasasti sebagai peringatan untuk generasi selanjutnya. Prasasti itu adalah bukti bahwa Kawah Sileri pernah menjadi Kawah paling mematikan di dataran tinggi Dieng.