Sukses

Karyawan PT Wijaya Karya Ungkap Teror dari Mantan Bupati Kampar

Karyawan PT Wijaya Karya mengungkap ada teror dari mantan Bupati Kampar Jefry Noer dalam pembangunan Waterfront City Bangkinang.

Liputan6.com, Pekanbaru - Dugaan korupsi Waterfront City Bangkinang kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. Karyawan PT Wijaya Karya (Wika), Firjan Taufan memberi kesaksian untuk terdakwa Adnan dan I Ketut Suarbawa.

Bersaksi secara virtual, Firjan mengaku mendapat ancaman serta teror dari mantan Bupati Kampar Jefry Noer. Dia juga ketakutan dikaitkan dengan proyek bernilai ratusan miliar itu sehingga memindahkan keluarganya ke Jakarta untuk sementara.

"Takut karena dihubungin terus, karena (setiap dihubungi) ada ancaman-ancaman gitu. Jadi saya risau," ucap pria yang dalam proyek itu sebagai staf marketing PT Wika pada tahun 2015.

Kepada Ketua Majelis Hakim Lilin Herlina SH dan Jaksa KPK, Firjan menyatakan teror itu dilakukan Jefry Noer. Teror dilakukan secara tidak langsung tapi berkaitan dengan proyek itu.

"Banyak (ancaman dan teror). Memang tidak secara langsung (dari Jefry Noer). Jadi massa Jefry Noer di sana banyak," jawabnya.

Hanya saja, Firjan tak merincikan seperti apa ancaman yang diterimanya dari mantan bupati itu. Dia hanya menyebut ancaman berkaitan dengan proyek jembatan icon Bangkinang itu.

Dalam kesaksiannya, Firjan juga mengakui adanya aliran uang ke sejumlah pihak agar PT Wika memenangkan proyek. Dia menyebut sejumlah nama dan besaran uang yang diterima.

Untuk Afrudin Amga selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) jembatan Waterfront City Bangkinang Rp10 juta dari PT Wika. Lalu untuk Fauzi selaku Ketua Pokja II menerima jatah Rp100 juta. Uang itu diberikan dalam tiga tahap, September 2015 sebesar Rp75 juta. Pada bulan yang sama di Pekanbaru masing-masing Rp20 juta dan Rp5 juta.

"Uang ini sebagai ucapan terima kasih telah memenangkan PT Wika," kata Firjan.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Rincian Aliran Uang

Firjan juga mengaku mengaku menyerahkan uang kepada Indra Pomi Nasution selaku Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Kampar kala itu, sebesar 20.000 dolar Amerika di depan Hotel Pangeran, Pekanbaru.

Uang itu selanjutnya diberikan Indra Pomi kepada Wakil DPRD Kampar, Ramadhan di Jalan Arifin Ahmad-Simpang Jalan Rambutan. Sedianya uang tersebut untuk sejumlah anggota DPRD tapi uang itu dipergunakan untuk kepentingan pribadi Ramadhan.

Selanjutnya, Firjan Taufan atas sepengetahuan terdakwa I Ketut (petinggi PT Wika) menyerahkan uang kepada Jefry Noer sebesar 25.000 dolar Amerika. Penyerahan uang ini di kediaman Bupati Kampar di Pekanbaru pada Juli 2015.

Tidak sampai di situ, melalui Indra Pomi, PT Wika menyerahkan uang sebanyak 50.000 Dollar Amerika untuk Jefry Noer. Uang itu, diserahkan kepada Jefry Noer di Pekanbaru.

Pemberian uang kepada Jefry Noer dari PT Wika kembali berlanjut. Pada Agustus 2015, Jefry Noer menerima uang dalam bentuk pecahan rupiah sebesar Rp100 juta di Purna MTQ, Jalan Jendral Sudirman, Pekanbaru dan 35.000 dolar Amerika menjelang perayaan Idul Fitri 2015.

Pada bulan September-Oktober 2016 atau setelah pencarian termin VI untuk PT Wika, Indra Pomi melalui sopirnya, Heru, menerima Rp100 juta dari PT Wika untuk diberikan kepada Kholidah selaku Kepala BPKAD Kampar. Ini sebagai pengganti uang Kholidah yang telah menalangi untuk keperluan pribadi Ketua DPRD Kampar kala itu, Ahmad Fikri.

Terdakwa Adnan, juga menerima uang dari PT Wika sebesar Rp394 juta dalam kurun waktu 2015-2016. Pemberian uang ratusan juta ini oleh Bayu Cahya dan Firjan Taufa atas pengetahuan terdakwa I Ketut Suarbawa yang diserahkan secara bertahap setiap bulan untuk kepentingan terdakwa Adnan.

Terakhir, Fahrizal Efendi menerima uang Rp25 juta melalui Bayu Cahya dan Firjan Taufa secara bertahap atas pengetahuan I Ketut Suarbawa.

Kasus ini menjerat dua terdakwa. Yaitu adalah Adnan selaku Pejabat Pembuat Komitmen proyek tersebut dan Manajer Wilayah II/ Manajer Divisi Operasi I PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, I Ketut Suarbawa.