Sukses

BI: Bali Jangan Andalkan Lagi Wisatawan Mancanegara

Bank Indonesia (BI) menyebut jangan andalkan pariwisata ketika Bali masuk dalam kategori zona merah penyebaran Covid-19. Hal itu disampikan oleh Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Rizky Ernadi Wimanda.

Liputan6.com, Denpasar Deputi Kepala Bank Indonesia Provinsi Bali, Rizky Ernadi Wimanda mengingatkan semua pihak agar tidak tergantung pada pariwisata atau wisatawan yang akan berkunjung ke Bali untuk bisa pulihkan ekonomi Bali saat dibukanya wisatawan mancanegara nanti. Hal itu dikatakannya jika Pulau Dewata masih masuk daftar daerah dengan zona merah penyebaran Covid-19.

"Rencana dibuka kedatangan wisatawan mancanegara jangan dijadikan fokus utama untuk perbaikan ekonomi Bali selama bali masih masuk zona merah (penyebaran Covid-19)," kata Rizky kepada awak media, Jumat (21/5/2021).

Dirinya mengajak semua phak terkait melakukan upaya pemulihan ekonomi bali dari dampak Pandemi Covid-19. "Kita bersama-sama pulihkan ekonomi Bali mulai dari keluar dari zona merah dahulu," ujar dia.

Menurutnya, masyarakat bali harus terbiasa tidak bergantung dari datangnya wisatawan yang ke Bali. Diakuinya, wisatawan yang berkunjung ke Pulau Seribu Pura pada masa sebelum pandemi Covid-19 wisatawan mancanegra (wisman) mencapai di atas 10 juta pengunjung, namun wisman yang berkunjung ke Bali hanya 6,2 juta orang.

"Masyarakat bali jika terus bergantung pada kedatangan wisman, maka pertumbuhan ekonomi Bali juga akan lama kontraksi," ucap Risky.

**Ingat #PesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Potensi Bekraf dan Desain yang Menjual

Menurut dia, Bali memiliki potensi lain selain bergantung pada wisman, di antaranya industri kreatif dan desain untuk bisa memulihkan perekonomian Bali. Terlebih Bank Indonesia banyak mendukung kebijakan untuk industri tersebut.

"Tugas bank central atau Bank Indonesia adalah membuat kebijakan makroprudensial yang berfungsi menjaga stabilitas dan kelancaran sistem keuangan. Prinsip kehati-hatian dalam skala makro yang dimiliki oleh Bank Indonesia berlaku untuk semua bank," ujar dia.

Ia menyebut, ada empat poin dalam kebijakan tersebut, yaitu adanya resiko pada aktivitas bisnis di sistem perbankan, inovasi produk keuangan yang bermunculan disertai potensi resiko baru, perilaku ambil risiko yang berlebihan dengan mengabaikan ketidakseimbangan di bidang keuangan dan keterhubungan sistem keuangan.

"Akan berakibat dampak krisis yang cepat meluas di dalam dan sektor lain," katanya.

Tak hanya itu, rizky melanjutkan bank sentral  adalah otoritas moneter yang memberikan umpan balik antara sistem keuangan dan mikro ekonomi secara keseluruhan dan otoritas sistem pembayaran yang memiliki jaringan luas.