Sukses

Ridwan Kamil Optimis, Indonesia Bebas Konsumsi Minyak Bumi Tahun 2050

Gubernur Jabar Ridwan Kamil memprediksi, di tahun 2050 mendatang Indonesia bisa bebas konsumsi minyak bumi.

Liputan6.com, Palembang - Pemerintah melakukan banyak penelitian untuk memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) alternatif, untuk menekan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) dari minyak bumi.

Keinginan pemerintah pusat tersebut, juga diamini oleh Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil. Bahkan, dia memprediksi jika di tahun 2050 mendatang, Indonesia bisa bebas dari konsumsi minyak bumi.

“Tahun 2050, kita bisa bebas dari (konsumsi) bensin dan minyak bumi, kalau mau. Karena matahari, air dan angina yang berlimpah (bisa dimanfaatkan), politiknya mau tidak,” ucapnya, usai berkunjung ke berbagai lokasi di Palembang bersama Gubernur Sumsel Herman Deru, Kamis (3/6/2021).

Namun jika tidak ada gerakan untuk mengelola SDA tersebut, dia yakin bahwa Indonesia masih akan ketergantungan kebutuhan minyak bumi dalam waktu lama.

Dia juga melihat, Sumsel menjadi salah satu provinsi yang kaya akan SDA. Bahkan potensi pengembangan SDA, membuat Indonesia bisa lebih mandiri.

“Di Sumsel, prosentase jaringan gas (jargas) terbesar di Indonesia. Jadi (warga) tidak beli tabung lagi, jargas bisa dipasang ke rumah-rimah. Ini bisa jadi (daerah) percontohan,” katanya.

Sebelumnya, Ridwan Kamil juga membahas topik tersebut, saat membuka Rapat Rapat Kerja Nasional dan Sosialisasi Hasil Munas Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET), yang digelar di Ballroom Hotel Wyndham OPI Mall, pada Kamis pagi.

Menurutnya, potensi energy surya dan panas bumi di Indonesia yang berlimpah, harus menjadi mimpi bersama untuk segera dikelola.

“Indonesia bisa menggunakan apa yang bisa jadi SDA terbarukan. Awalnya memang mahal investasinya, tapi jangan dihitung-hitung harga sekarang. Lama-lama kita akan ketinggalan, jadi jangan terlambat,” ucapnya.

Dia juga menyoroti pembagian Dana Bagi Hasil (DBH), yang kurang merata serta transparansi mengenai hasil produksi migas merupakan beberapa permasalahan yang dialami daerah penghasil.

Menurut Ridwan Kamil, asosiasi berupaya membantu daerah untuk mencari keadilan daerah migas, yang memang belum merata. Hanya Jabar dan Kalimantan Timur (Kaltim), yang mendapat DBH dari investor baru.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini :

2 dari 3 halaman

Tingkatkan SDM

Namun provinsi lain di Indonesia masih berjuang untuk mendapatkan jatah DBH sebesar 10 persen, dari pengelolaan blok migas yang kontraknya berakhir.

"Kita juga memperjuangkan agar ladang minyak marjinal dan tidak terurus dapat diserahkan ke daerah untuk pengelolaannya. Bisa diolah oleh BUMD yang telah dibentuk. Sehingga hasilnya bisa bermanfaat bagi pembangunan daerah penghasil. Bisa untuk bangun sekolah, rumah sakit, puskesmas dan fasilitas lainnya," ujarnya.

Sebagai Ketua ADPMET, dia juga ingin melatih sumber daya manusia (SDM) di daerah penghasil, agar tidak menjadi penonton di wilayahnya sendiri. Karena SDM di daerah, harus dilibatkan dalam kegiatan produksi migas.

Mantan Wali Kota (Wako) Bandung ini mempaparkan, ada beberapa skema DBH yang selama ini diterapkan. Yaitu uang hasil kilang di daerah atau ladang minyak mengalir ke pusat, baru didistribusikan melalui dana bagi hasil.

Tapi skema tersebut memiliki kelemahan, karena perusahaan tambang kerap kurang transparan terhadap laporan neraca pengeboran. Lalu skema kedua yaitu, pembagian keuntungan sebesar 10 persen, yang langsung disetorkan oleh investor migas.

3 dari 3 halaman

Harapan Gubernur Sumsel

“Biasanya, skema itu disalurkan melalui BUMD yang dibentuk oleh pemerintah daerah. Jadi BUMD yang mengelola hasil keuntungan tersebut,” katanya.

Ditambahkan Gubernur Sumsel Herman Deru, untuk skema DBH , Sumsel memiliki 9 potensi ladang minyak yang bisa dikerjasamakan.

"Satu sudah berjalan dan sudah dikelola PDPDE. Satu lagi baru mau berjalan. Sementara 7 lagi berpotensi untuk bekerjasama," ucapnya.

Pengelolaan dengan wilayah kerja migas yang akan berakhir kontrak kerjanya, dia mengharapkan daerah diberikan kesempatan untuk mengelola ladang minyak yang akan habis masa kontraknya. Tapi pengelolaannya tidak bisa bekerja sama dengan swasta.

"Kami harap ini bisa jadi pembahasan. Kalau bisa BUMD dapat bermitra dengan pihak ketiga untuk pengelolaannya," ungkapnya.