Liputan6.com, Aceh - Setelah sempat viral, kasus video berisi tayangan bocah yang dijerat lehernya dengan tali karena diduga mencuri kotak amal masjid, kini hampir tidak disinggung lagi. Padahal, selain diperlakukan secara tidak manusiawi, bocah tersebut juga ditodong dengan senjata api ketika dirinya sedang dianiya oleh sejumlah warga.
Semua tayangan tersebut bisa dilihat dengan jelas dalam video yang tersebar secara terbatas di beberapa grup WhatsApp. Dalam salinan video yang diterima oleh Liputan6.com, tampak tubuh bocah tersebut didudukkan ke dekat tiang sambil diinterogasi dengan kondisi tangan diikat ke belakang.
Dia dicecar dengan pertanyaan soal siapakah orang yang diduga ikut serta mencuri kotak amal bersamanya. Di sela-sela lemparan pertanyaan, sempat terdengar suara bernada hardikan serta sebuah lengan mengenakan kemeja batik yang tiba-tiba menepak dahi anak tersebut.
Advertisement
Sebuah tamparan juga melayang ke pipi kiri bocah tersebut. Tamparan yang sama kembali melayang sekitar sepuluh detik kemudian, disusul seorang lelaki berbaju putih maju ke depan sambil membawa benda berbentuk senjata api jenis FN (Five-seveN).
Pria tersebut bahkan mengeluarkan magasin dari gagangnya lalu memperlihatkannya kepada bocah tersebut—mungkin bertujuan untuk meyakinkan bocah tersebut bahwa itu adalah senjata api betulan berisi peluru. Sempat juga terdengar kalimat yang menyuruh agar bocah tersebut ditembak serta suara seperti kokangan senjata sebelum pria pemegang senjata mendekatinya.
Di dalam video tersebut, tampak dengan jelas wajah orang yang mengacungkan senjata ke dekat wajah bocah itu. Video tersebut berdurasi 03.20 menit, atau lebih panjang dari video berdurasi 15 detik ketika dia digiring dengan cara menjerat lehernya dengan tali yang cukup banyak ditonton di media sosial.
Kepolisian sektor setempat membenarkan tentang video yang diambil di Gampong Ceumpeudak pada Senin (23/5/2021) tersebut. Namun, Kapolsek Tanah Jambo Aye, Ahmad Yani, menampik jika pria di dalam video tersebut berasal dari pihak aparat kepolisian atau lebih tepatnya ragu-ragu.
"Itu kan memang lagi penyelidikan, kita belum bisa memastikan tapi sudah saya konfirmasi anggota polres, anggota polsek, kayaknya bukan dari kita, tapi itu lagi kita dalami," jawab AKP Ahmad Yani, kepada Liputan6.com, Senin siang (31/5/2021).
Simak video pilihan berikut ini:
Organisasi Mahasiswa Minta Tidak 'Dibekukan'
Ketua Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR) Aceh Barat, Engga Pratama, berharap ada penjelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas tindakan yang menurutnya merupakan penyalahgunaan senjata api tersebut. Hal ini agar jadi preseden untuk mengantisipasi kejadian serupa ke depannya.
Berkaitan dengan penggunaan senjata api selama proses penegakan hukum, jelas Engga, terdapat Perkapolri No 1 Tahun 2009 tentang tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian yang menjelaskan bahwa penggunaan senjata api oleh polisi diperbolehkan apabila tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau masyarakat.
Dalam Perkapolri No 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang secara spesifik dijelaskan oleh pasal 47, antara lain, penggunaan senjata api hanya boleh digunakan apabila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia serta mengantisipasi beberapa situasi.
Antara lain, untuk menghadapi keadaan luar biasa; membela diri dari ancaman kematian dan atau luka berat; membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat; mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang; menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa; dan menangani situasi yang membahayakan jiwa, di mana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup.
"Jika dikaitkan dengan peristiwa video yang viral itu, tidak ada ancaman berat yang membahayakan. Maka tidak etis jika semua situasi diacung-acungkan senjata begitu. Ini sangat bertentangan dengan aturan. Peristiwa Ini harus diselidiki oleh pihak yang berwenang," ujar Engga, kepada Liputan6.com, Selasa siang (8/6/2021).
Engga melanjutkan bahwa jika memang ada anggota Polri yang menodongkan senjata api kepada warga sipil dapat dikenakan Undang-Undang darurat nomor 12 tahun 1951 tentang Mengubah “Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen ”(STBL. 1948 Nomor 17), dan Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948 pasal 1 ayat 1.
"Melihat situasinya, ini malah jadi hal yang sangat serius. Tidak ada satu pun kepentingan mengacung-acungkan senjata kepada anak berumur 13 tahun yang mencuri kotak amal. Itu ancaman hukumannya bisa sampai seumur hidup dan setinggi-tinggi 20 tahun penjara," sebutnya.
Apabila yang menodongkan senjata api kepada bocah tersebut bukan dari golongan Polri, tapi dari golongan TNI, situasinya malah tambah kacau. Kategori TNI yang diperbolehkan membawa senjata api saat kondisi non-tempur adalah mereka yang sedang bertugas jaga, latihan serta anggota intelijen, dan pengamanan kecuali perwira dengan syarat tertentu.
"Sekarang coba tanyakan, apakah itu bagian dari TNI yang sedang bertugas? Tidak mungkin tugasnya menginterogasi bocah 13 tahun yang diduga curi kotak amal. Masih banyak tugas besar di luar sana. Ini malah sangat terkesan sangat komedi," ketus Engga.
Engga melanjutkan bahwa sanksi yang sama berat akan diberikan, seandainya nanti ada yang mengaku bahwa senjata yang digunakan untuk menakut-nakuti bocah tersebut adalah senjata api mainan. Mengenai aturannya dapat dilihat dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Untuk Kepentingan Olahraga.
"Kalaupun airsoft gun, maka hanya digunakan untuk kepentingan olahraga. Intinya, baik golongan Polri, TNI, atau tetiba ada sipil yang mengaku-ngaku, dan kemudian senjata itu disulap jadi airsoft gun, tetap dijerat Undang-undang Darurat No 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara," Engga memungkasi.
Advertisement