Liputan6.com, Kendari - Pembangunan rumah sakit jantung dan pembuluh darah di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara kini sudah berjalan hampir dua tahun sejak peletakan batu pertama dimulai Kamis, 29 Agustus 2019. Dengan anggaran Rp400 miliar lebih, rencananya rumah sakit ini bakal menjadi rumah sakit jantung pertama di kawasan timur Indonesia.
Proyek rumah sakit 17 lantai ini kerap mendapatkan sorotan publik karena dianggap menghabiskan anggaran sangat besar. Apalagi di tengah pandemi Covid-19, Sultra membutuhkan anggaran tak sedikit untuk menangani wabah ini.
Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi menyatakan, dia bermimpi soal manfaat pengerjaan rumah sakit, bisa jadi rujukan regional di wilayah Sulawesi. Sehingga, memudahkan masyarakat mendapatkan akses pengobatan dan perawatan paling dekat.
Advertisement
"Kasihan, warga kita sudah sakit jantung harus bolak-balik naik pesawat, keluar daerah untuk berobat. Kalau bisa di sini, kenapa harus keluar," kata Ali Mazi.
Baca Juga
Ke depan, dia berharap, mahasiswa Sultra di Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo Kendari bisa fokus belajar di Kota Kendari, tanpa perlu mencari referensi jauh-jauh ke luar daerah.
Kepala Dinas Cipta Karya Bina Konstruksi Tata Ruang Sulawesi Tenggara, Pahri Yamsul menyatakan, sejak awal pembangunan, pihaknya kerap mendapat sorotan, mulai dari efektivitas hingga waktu pengerjaan.
"Di balik itu, banyak yang belum paham, salah satunya jika prosedur keluarnya anggaran melalui PT SMI sebagai pemberi pinjaman, kadang butuh waktu panjang dan ada alur yang mesti kami lewati," kata Pahri Yamsul.
Dia menjelaskan, pernah di tengah pandemi Covid-19, pihaknya mengurus keluarnya anggaran di kantor PT SMI di Jakarta. Namun, kantor PT SMI, sempat mengalami lockdown karena ada beberapa karyawan di gedung terkena Covid-19.
Mesti butuh beberapa pekan menunggu, sebelum mereka memutuskan keluar bandara dan kembali ke Sultra. Jika tak segera kembali ke Sultra, bandara akan memberlakukan prosedur ketat yang tidak membolehkan penumpang domestik bebas berkeliaran.
"Contoh-contoh kecil seperti itu, kadang belum banyak dipahami orang. Sehingga, kadang ada kritik kenapa waktu pembangunan lama atau kadang disebut mangkrak," ujarnya.
Setelah hampir dua tahun pembangunan, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara menargetkan pembangunan akan selesai dalam 18 bulan ke depan. Namun, target ini memiliki sejumlah tantangan.
Salah satunya, pengujian konstruksi tarik besi yang mesti dilakukan di Laboratorium Universitas Hasanuddin Makassar. Besi dan baja dimaksud, yakni besi yang diusulkan pihak kontraktor untuk dipakai sebagai rangka utama.
Provinsi Sulawesi Tenggara belum memiliki laboratorium khusus uji bes, sehingga, kota terdekat dengan fasilitas lengkap menjadi aternatif.
Pahri Yamsul mengatakan, uji besi menentukan kuat atau tidaknya baja dan besi yang akan dipakai untuk menopang struktur bangunan.
"Saat ini, uji besi sudah selesai dilakukan dan lolos untuk melakukan pembangunan tahap selanjutnya, kami sedang melakukan pengecoran lantai 7. Sebelumnya, pembangunan baru sampai di lantai 5," kata Pahri Yamsul.
Diketahui, Sulawesi Tenggara saat ini hanya memiliki laboratorium konstruksi uji beton. Universitas Halu Oleo Kendari dianggap memiliki laboratorium layak dengan fasilitas dan sumber daya manusia yang tersedia.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Pinjaman Bersyarat PT SMI
Selain menggunakan APBD mencapai Rp95 miliar dalam pembangunannya, dana proyek rumah sakit juga berasal dari pinjaman perusahaan swasta. PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) diketahui merupakan pihak kedua yang meminjamkan Rp388,8 miliar kepada Pemprov Sultra.
Penandatanganan MoU sudah dilakukan di Kendari, Jumat (23/10/2020) yang dihadiri Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi, sejumlah pejabat provinsi, dan pihak perusahaan.
Pahri Yamsul mengatakan, pinjaman ini memiliki sejumlah persyaratan. Di antaranya, mesti disertai kinerja pemprov. Jika tidak ada kinerja, maka akan jadi bahan evaluasi pemberi pinjaman.
"Maksudnya, pinjaman akan diberikan PT SMI secara bertahap, tidak sekaligus tetapi sesuai kinerja dan kemajuan pembangunan," kata Pahri Yamsul.
Dia menjelaskan, pola pinjaman ke pemprov sesuai persyaratan yang diberikan PT SMI. Perusahaan akan mengeluarkan pinjaman bertahap sesuai presentase hasil kerja yang ada saat pengajuan.
"Jika saat turun anggaran pinjaman tahap pertama dan hasil pengerjaan pembangunan hanya 10 persen setelahnya, maka pinjaman kedua akan dicairkan 10 persen saja oleh perusahaan. Sesuai kemajuan kerja kita," jelasnya.
Advertisement
Gubernur Optimis Tepat Waktu
Sebelumnya, Gubernur Ali Mazi optimis, pembangunan bakal selesai tepat waktu. Menurutnya, keberadaan rumah sakit ini diharapkan memberi manfaat besar bagi masyarakat Sulawesi Tenggara dan masyarakat di kawasan Timur Indonesia.
"Jika RS sudah jadi, kami harap masyarakat tidak lagi jauh dirujuk ke Jakarta dan bahkan harus ke luar negeri untuk berobat," katanya.
Dia optimis, pengerjaan rumah sakit ini bisa selesai pada 2022 mendatang. Menurutnya, semua SKPD terkait akan bekerja maksimal mewujudkan mega proyek ini.
Pahri Yamsul mengatakan ada sebanyak 30 sampai 40 arsitek ikut ambil bagian. Mereka berasal dari beberapa wilayah di Indonesia dan sudah memiliki track record memadai.
Akademisi Minta Gubernur Jujur
Soal pembangunan rumah sakit jantung, Dosen Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK), Andi Awaluddin Ma'ruf menyatakan, gubernur dan pemprov mestinya jujur mengungkap data ke publik. Data tersebut yakni, soal statistik penyakit mayoritas masyarakat di wilayah Sultra.
"Kalau kami, warga masyarakat tentu senang ada rumah sakit jantung. Namun, jangan sampai secara data statistik atau persentese, ada penyakit lain yang lebih prioritas namun lebih memilih membangun rumah sakit jantung," ujar Andi Awaluddin Ma'ruf, Senin (14/6/2021).
Dia melanjutkan, terkait urgensi RS Jantung Sulawesi Tenggara, di Makassar sudah ada rumah sakit serupa. Rumah sakit ini, ada koordinasi dengan Universitas Hasanuddin Makassar.
"Dengan adanya penjelasan menyeluruh, masyarakat tidak asal mengkritik atau bahkan menganggap jangan sampai ini hanya keinginan elite saja," kata dosen Program Studi Ilmu Pemerintaan Fisip UMK.
Dia menjelaskan, langkah Gubernur Ali Mazi ini mesti dilakukan transparan dan terbuka. Salah satu contoh, pinjaman pembangunan rumah sakit kepada perusahaan, senilai ratusan miliar rupiah dan akan menjadi utang gubernur selanjutnya.
"Bagaimana mekanisme pembayaran utang, apakah memakai APBD, kemudian berapa jumlah APBD setiap tahun yang dikeluarkan untuk itu, publik mesti tahu. Sebab, secara langsung akan berpengaruh pada jumlah APBD yang akan digunakan di daerah-daerah," tegasnya.
Tak kalah penting, menurutnya, dukungan sumber daya manusia mesti dipastikan seiring berjalannya pembangunan hingga selesai. Sehingga, ketika rumah sakit selesai, dokter spesialis, perawat, dan semua kebutuhan tenaga medis, sudah ada dan siap melayani masyarakat.
"Sehingga, tidak menghasilkan rumah sakit yang hanya merek saja. Benar-benar dipastikan, kesiapan fasilitas tenaga medis dan petugas kesehatan yang akan melayani," ujar akademisi yang berkonsetrasi pada kajian politik lokal itu.
Dia juga menyarankan, publik mesti tahu arah dan kepada siapa kerja sama pemprov soal penyediaan fasilitas dan sumber daya manusia. Sehingga, publik memiliki pemahaman soal standar rumah sakit, kualitas dan dimana kiblat rumah sakit terkait pelayanan serta pemberian fasilitas kesehatan kepada masyarakat.
Â
Advertisement