Sukses

Epidemiolog UGM: Kasus Covid-19 Naik karena Pemerintah Tidak Solid dan Masyarakat Abai

Meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia bukan hanya disebabkan adanya varian baru.

Liputan6.com, Yogyakarta - Epidemiolog UGM Bayu Satria Wiratama mengatakan, meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia, bukan hanya disebabkan adanya varian baru, tapi juga karena masyarakat mulai abai terhadap protokol kesehatan, antara lain mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan membatasi mobilisasi. Bayu juga menilai, pemerintah kurang aktif melakukan 3T, pemeriksaan dini (testing), pelacakan (tracing) dan perawatan (treatment). 

"Kenaikan wajar karena 3T kurang dan masyarakatnya abai sama 5M," kata Bayu Satria, Senin (21/6/2021).

Bayu meminta pemerintah mengevaluasi kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Terlebih masyarakat menurutnya semakin abai akan protokol kesehatan. 

"Jangan diperpanjang tanpa evaluasi apapun karena kita tidak tahu kendala apa yang menyebabkan gagalnya PPMKM mikro. Selain masalah 3M yang tidak dijalankan masyarakat, ada peran pemerintah yang kurang disana terutama soal lawan hoaks dan orang orang yang suka menyebarkan informasi salah," ujarnya.

Soal anggapan negara lain juga mengalami kenaikan kasus positif Covid-19 yang sama, bukan menjadi alasan pemakluman atas tingginya kasus Covid-19 di tanah air. Mengingat kondisi Indonesia dan negara lain berbeda. 

"Di Indonesia dari awal pemerintahnya tidak solid, 3T tidak merata dan cenderung kurang semua di banyak daerah. Lalu masyarakat sering abai, kita lebih parah lagi," ungkapnya.

Disamping itu, Bayu Satria menilai varian baru bukan 100 persen penyebab utama dari naiknya kasus Covid-19 di tanah air namun kombinasi antara protokol kesehatan yang dilanggar terus menerus melalui pelonggaran disertai varian baru.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Kebijakan Lockdown

Soal wacana melakukan lockdown untuk menekan laju kenaikan Covid-19, Bayu Satrio menyarankan pemerintah pusat dan daerah jangan terburu-buru dalam mengambil suatu kebijakan. Sebab menurutnya setiap kebijakan harus diambil  dengan mempertimbangkan data yang jelas. 

"Harus ada dasar yang jelas dari data maupun lainnya termasuk aspek epidemiologinya, yang sering terjadi adalah kebijakan diambil tanpa pertimbangan yang jelas kemudian tidak pernah dievaluasi," katanya.