Sukses

Kasus Covid-19 di Bali Naik, Ada Apa dengan Work From Bali?

Pemprov Bali membantah kabar yang mengatakan kebijakan Work From Bali menjadi pemicu kenaikan kasus positif Covid-19 di Pulau Dewata.

 

Liputan6.com, Denpasar Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Provinsi Bali, Gede Pramana, membantah kabar yang mengatakan kebijakan Work From Bali menjadi pemicu kenaikan kasus positif Covid-19 di Pulau Dewata.

Gede mengatakan, semua yang berkunjung ke Bali telah memenuhi persyaratan perjalanan untuk bisa masuk ke Bali, antara lain membawa suket hasil negatif rapid test antigen/PCR atau genose, dan menerapkan protokol kesehatan.

"Melonjaknya kasus Covid-19 tidak hanya terjadi di Bali tapi juga di berbagai daerah lain di Indonesia, jadi tidak tepat menyebut kebijakan WFB sebagai pemicunya," katanya kepada awak media di Denpasar, Rabu (23/6/2021).

Menurutnya, lonjakan kenaikan angka positif Covid-19 terjadi juga di berbagai daerah hampir di seluruh Indonesia. Pemerintah Provinsi Bali secara tegas membantah kebijakan Work From Bali sebagai pemicu lonjakan kasus Covid-19 di Bali.

"Pelaku Perjalanan dalam negeri sudah melalui syarat-syarat perjalanan yang ketat di antaranya hasil rapid test antigen harus negatif untuk dapat masuk ke Bali dan menerapkan protokol kesehatan," ujarnya.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Varian Baru

Gede Pramana menyebut lonjakan kasus tersebut antara lain disebabkan aktivitas masyarakat yang semakin meningkat dan munculnya mutasi baru Virus Corona. Menurutnya, kebijakan WFB yang dicetuskan pemerintah pusat sudah tepat karena dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Bali yang berbasis pariwisata sangat dirasakan masyarakat Bali.

"Kebijakan WFB akan sangat membantu perekonomian Bali kembali pulih tentunya dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan," katanya.

Sementara itu, ia berharap masyarakat lebih bijak dalam menyikapi berita yang beredar belakangan ini. Dirinya mengajak semua masyarakat mmelakukan penilaian terhadap sebuah kebijakan tidak berdasarkan asumsi dan logika semata.

"Namun juga didukung dengan data dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Media juga jangan membuat berita yang berdasarkan asumsi," tuturnya.Â