Sukses

Renyahnya Rinuak, Ikan Kecil Khas Maninjau yang Tak Ada Duanya

Rinuak adalah ikan berukuran sangat kecil yang merupakan endemik Danau Maninjau.

Liputan6.com, Agam - Selain pesona alamnya nan memukau, Danau Maninjau Kabupaten Agam Sumatera Barat juga menawarkan kuliner khas yang tak ada duanya, ialah rinuak.

Rinuak adalah ikan berukuran sangat kecil yang merupakan endemik Danau Maninjau. Ikan rinuak memiliki bentuk yang sangat kecil, berwarna putih kekuningan, mirip seperti ikan teri Medan.

Rinuak sangat istimewa, karena hanya bisa hidup di Danau Maninjau. Jika Anda kebetulan sedang berkunjung ke kawasan Maninjau, maka jangan lupa membeli rinuak.

Salah satu perkampungan yang menjual berbagai penganan olahan rinuak, yakni perkampungan kuliner Nagari Gasan, Kecamatan Tanjung Raya, Agam.

Di sana terdapat puluhan pedagang yang berjualan, indahnya pemandangan sekitar danau ini semakin memesona, sembari menikmati renyahnya aneka olahan rinuak.

Rinuak dijual dalam berbagai penganan ringan yang enak, seperti rinuak goreng, palai rinuak, sala rinuak, dan olahan lainnya.

Selain rinuak, olahan hasil Danau Maninjau lainnya juga dijual di sini, mulai dari salai ikan bada danau, pensi, salai ikan nila, udang, lopter, serta salai ikan sarokon.

Salah seorang pedagang setempat, Ani (51) mengatakan dirinya sudah enam tahun berjualan di lokasi tersebut. Hasil jualan cukup membantu keuangan keluarga.

"Memang ada penurunan wisatawan karena pandemi Covid-19, namun sekarang sudah mulai, sekarang pariwisata sudah mulai menggeliat lagi meski tak seramai dulu," jelasnya.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Geliat Bisnis Olahan Rinuak Saat Pandemi

Olahan ikan rinuak juga banyak dilirik sebagai salah satu usaha yang cukup menjanjikan. Kuliner ini diminati masyarakat dan wisatawan karena rasanya gurih nan lezat.

Di tengah mewabahnya Covid-19, pelaku usaha yang menjual olahan rinuak, tak gentar menghadapi dampak dari pandemi tersebut. Mereka tetap eksis memasarkan produknya secara dalam jaringan atau online.

Salah satunya, Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) dengan merek dagang Bagonjong. UMKM ini mampu mengolah sekitar lima kilogram dendeng rinuak setiap hari.

"Jika dikatakan tidak terdampak sama sekali oleh pandemi, ya tidak seperti itu juga, tentu ada dampaknya," kata pemilik UMKM Bagonjong, Fitria Amrina.

Secara keseluruhan, UMKM yang dibangunnya itu masih bisa berproduksi setiap hari demi memenuhi permintaan pasar.

Saat ini, permintaan pasar terhadap dendeng rinuak masih terbilang tinggi. Dalam sehari, rata-rata Fitria mampu memproduksi 40 bungkus dendeng rinuak seberat 100 gram.

"40 kemasan itu diolah dari lima kilogram rinuak, yang memakan waktu produksi kurang lebih delapan jam," jelasnya.

Saat ini, Fitria mematok harga Rp18 ribu per 100 gram dendeng rinuak, untuk pasaran lokal Kabupaten Agam dan sekitarnya. Harga tersebut akan berubah untuk pasar di luar daerah, tergantung daerah pemesan karena ongkos kirimnya berbeda-beda.

Ia mengakui ketika pandemi Covid-19 mulai mewabah, produksi dendeng rinuak yang dirintisnya sejak tiga tahun lalu mengalami pasang surut. Namun, terhitung sejak Ramadan 2020 produksi dendengnya kembali menggeliat.

Soal pemasaran, ia mengaku cenderung lebih melirik sistem online. Selain itu, dirinya juga memaksimalkan jaringan dagang yang sudah terbentuk.