Sukses

Miris, Warga Riau Rela Tebang Hutan Bakau untuk Pengusaha Kapal Malaysia

Direktorat Polisi Air Polda Riau menangkap tujuh pembalak liar atau illegal logging hutan bakau di Kabupaten Bengkalis dan Kepulauan Meranti.

Liputan6.com, Pekanbaru - Direktorat Polisi Air Polda Riau menangkap tujuh pembalak liar atau illegal logging di Kabupaten Bengkalis dan Kepulauan Meranti. Para tersangka membabat hutan bakau untuk dibawa ke Malaysia.

Kepala Polda Riau Irjen Agung Setya Imam Effendi menyebut kayu bakau ini dibawa ke Malaysia sebagai bahan pembuatan kapal. Di negeri jiran itu permintaan kayu bakau sangat tinggi sehingga harganya cukup menggiurkan.

Selain ke Malaysia, kayu olahan dan kayu bakau ini juga dibawa ke Kabupaten Karimun Kepulauan Riau. Juga ada permintaan dari penampung di Kabupaten Indragiri Hilir dan Bengkalis.

"Selain bahan kapal juga digunakan bahan arang," kata Agung didampingi Kabid Humas Komisaris Besar Sunarto dan Direktur Polisi Air Komisaris Besar Eko Irianto, Rabu petang, 30 Juni 2021.

Agung menjelaskan, kapal dan para tersangka tertangkap dalam hari dan waktu berbeda. Tersangka punya peran masing-masing, mulai dari nakhoda, penebang, dan penjual.

"Kayu bakau berasal dari Kepulauan Meranti, tersangka menebang hutan bakau di sana," kata Agung.

 

Simak video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Dampak Lingkungan

Agung menyatakan, perbuatan para tersangka sangat berdampak pada lingkungan. Pasalnya, hutan bakau selain berguna bagi ekosistem laut juga berfungsi menahan abrasi di Riau.

"Ada 5.000 batang kayu bakau disita petugas dan ribuan keping kayu olahan," jelas Agung.

Kepada Agung, para tersangka mengaku baru sekali mengangkut ataupun menebang kayu bakau. Salah satu faktor para tersangka menebang kayu bakau karena nilai ekonomis.

"Tindakan ini harus dihentikan agar alam bisa dijaga untuk anak cucu kita," kata Suharyono.

Atas perbuatannya, para tersangka terjerat Pasal 83 Ayat 1 huruf b juncto Pasal 12 huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana dirubah dengan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

"Ancaman hukuman penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun serta denda Rp500 juta," tegas Agung.