Liputan6.com, Penajam Paser Utara - Bupati Penajam Paser Utara Abdul Ghafur Mas’ud menegaskan tidak akan mengurus Covid-19 lagi. Bahkan salah satu bupati muda di Indonesia ini mengajak kepala daerah lainnya untuk melakukan hal serupa.
Sikap Ghafur ini ditegaskan dengan berencana mundur dari Satuan Tugas Percepatan Penangan Covid-19 di daerahnya. Pernyataan ini disampaikannya karena persoalan pengadaan barang dan jasa di masa awal pandemi dipermasalahkan dan dibandingkan dengan harga beberapa bulan terakhir.
“saya tidak menyerah urus Covid. Siapa yang menyerah urus Covid? Saya tidak menyerah. Saya tidak mau urusin. Kenapa kita mau urusin lagi,” kata Abdul Ghafur Mas’ud dengan nada tegas kepada wartawan Rabu (1/7/2021).
Advertisement
Baca Juga
Ghafur menjelaskan pernyataan tersebut karena melihat landasan hukum dalam penetapan peraturan penanganan darurat Covid-19 belum kuat. Dia merasa, bisa saja suatu saat nanti ada dampak hukum pada dirinya terkait harga pengadaan barang dan jasa selama masa darurat itu.
“Kecuali kita mempunyai alas hukum yang kuat. Apakah ini menjadi masalah atau tidak,” sebutnya.
Dia menjelaskan, harga kebutuhan pokok di awal pandemi, mulai Bulan Maret 2020 hingga Bulan Agustus 2020, sangat fluktuatif. Bahkan Ghafur menyebut kondisi saat itu seperti krisis moneter.
Sementara pada Bulan Desember 2020 hingga saat ini, harga mulai normal. Dia khawatir akan ada dampak hukum dari pengadaan barang dan jasa di masa darurat Covid-19.
“Garis bawahnya adalah, bagaimana penanganan yang di awal itu. Landasan hukumnya bagaimana? Jangan sampai kita menjadi masalah hanya untuk kebaikan kita menjadi masalah,” paparnya.
Abdul Ghafur Mas’ud pantas geram. Sebab, dalam sidang paripurna DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara hal ini dipermasalahkan.
“Sudah hampir satu tahu saya diamkan ini. Bahkan kemarin yang meledaknya saya begitu pandangan umum di (rapat) paripurna (DPRD Penajam Paser Utara). Jadi kita ngapain selama ini kerja kalau cuma jadi cibiran dan tidak ada apresiasi,” kata Ghafur.
Di kasus lain, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan mengeluarkan hasil audit terkait pengandaan bilik disinfektan untuk kendaraan dengan harga Rp500 juta pada Bulan Maret 2020. Pengadaan bilik itu sebanyak 4 unit.
Hasil audit BPKP menyebutkan harga seharusnya hanya Rp200 juta per unit. Hasil audit ini semakin menambah kekhawatiran Ghafur.