Sukses

Hasil Penyelidikan Polisi soal Dugaan Material Alam Ilegal dalam Pembangunan Pasar Tempe

Polisi hingga kini masih terus menyelidiki dugaan penggunaan material alam ilegal yang digunakan untuk pembangunan Pasar Tempe yang menelan anggaran lebih dari Rp45 miliar.

Liputan6.com, Makassar - Direktorat Kriminal Khusus Polda Sulsel hingga kini masih terus menyelidiki dugaan penggunanan material alam ilegal dalam proyek pembangunan Pasar Tempe di Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Polisi saat ini sedang mencari tahu asal-usul dan izin tambang tempat pihak kontraktor mengambil material alam tersebut. 

Kasubdit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Ditkrimsus Polda Sulsel, Kompol Arisandi mengatakan bahwa sejauh ini hasil penyelidikan ditemukan fakta bahwa dari seluruh lokasi tambang galian tempat pihak kontraktor PT Delima Agung Utama sebagai pemenang tender ada yang memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP). 

"Sementara ini hasil penyelidikan kita, supliernya ada yang memiliki IUP OP," kata Arisandi kepada Liputan6.com, Selsa (6/7/2021). 

Terpisah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pasar Tempe, Reno Bayuaji memastikan bahwa pihaknya tidak akan membayarkan penggunaan material alam yang diduga ilegal tersebut. Pasalnya material alam tersebut dimasukkan ke lokasi proyek sebelum MC-0.

"Saya ini kan PPK Pengganti, jadi saya juga kaget kok tiba-tiba timbunan sudah tinggi pas saya datang ke sini (Pasar Tempe). Timbunan itu masuk sebelum MC-0, sudah pasti tidak akan dibayarkan," kata Reno saat dikonfirmasi terpisah. 

Reno menegaskan bahwa langkah apapun yang diambil oleh pihak kontraktor nantinya, ganti rugi terhadap material yang diduga ilegal itu tidak akan diberikan. Meski belakangan pihak kontraktor bisa membuktikan bahwa material alam itu legal. 

"Tidak bisa, jadi karena memang material alam itu tidak kita ketahui dari mana sumbernya dan masuk ke area proyek sebelum MC-0," tegasnya. 

Simak juga video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Pengakuan Pihak Kontraktor

Sebelumnya, Proyek pembangunan Pasar Tempe di Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan mendapat sorotan dari banyak pihak. Betapa tidak, penggunaan material alam dalam proses pembangunan Pasar Tempe diduga merupakan material yang diduga ilegal.

Pembangunan proyek strategis nasional itu sebelumnya dimenangkan oleh PT Delima Agung Utama dengan total anggaran mencapai Rp45,3 miliar yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pembangunan Pasar Tempe sendiri sudah harus rampung sebelum 31 Desember 2021.

Berdasarkan data yang berhasil dihimpun Liputan6.com, penggunaan material alam mulai dari kerikil, pasir hingga tanah timbunan dalam proyek pembangunan Pasar Tempe berasal dari tambang galian C ilegal yang berada di Kabupaten Wajo. Apalagi memang tidak ada satupun tambang galian C yang di Kabupaten Wajo yang memiliki Izin Usaha Pembangunan (IUP).

Manajer Proyek Pembangunan Pasar Tempe, Guntur Kusnadi pun tidak memungkiri ihwal dugaan material alam ilegal yang digunakan dalam proyek pembangunan Pasar Tempe. Namun Guntur mengatakan penimbunannya dilakukan oleh manajer yang menjabat sebelum dirinya.

"Ini pekerjaan sudah dari tahun lalu, bulan Oktober kontraknya. Jadi kan teman-teman di Wajo itu berani nimbun karena sudah ada kontrak. Tapi masalahnya PCM (Pre-Construction Meeting) belum mulai. Dan terjadi pergantian manajer, saya ini manajer pengganti," kata Guntur kepada Liputan6.com, Jumat (25/6/2021).

Guntur kemudian menjelaskan bahwa material alam yang digunakan bahwa seluruh amterila timbunan yang digunanan untuk proses pembangunan pasar tempe kemudian tidak terhitung lantaran ditimbun sebelum MC-0.

"Timbunan yang ada di lapangan itu tidak dihitung. Jadi yang terhitung itu setelah kita MC-0 pada bulan maret. Jadi PU tidak menghitung itu (timbunan sebelum MC-0)," jelasnya.

Pihak kontraktor pun mengaku mengalami kerugian karena hal tersebut. Kusnadi menuturkan bahwa anggaran yang digunakan untuk membayar timbunan tersebut pun tidak akan dibayar oleh negara.

"Jadi terjadi kerugian dari pihak kontraktor. Agunan yang ada tidak dibayar oleh negara. Kontraktor ini rugi sendiri karena menimbun sebelum MC-0, ini sama saja kontraktor yang nyumbang kepada negara. Saya sebagai manajer baru ini stres juga," keluhnya.

Kusnadi sendiri mengaku telah mendapatkan panggilan dari pihak kepolisian untuk memberikan klarifikasi terkait dugaan material alam ilegal yang digunakan dalam proyek pembangunan Pasar Tempe.

"Iya sudah (ada panggilan pemeriksaan dari pihak kepolisian). Tapi saya belum hadir, kalaupun saya hadir saya juga tidak memberikan apa-apa karena saya ini manajer pengganti," ucap dia.

Kusnadi mengaku hingga kini pembangunan pasar tempe baru rampung sekitar 10 persen saja. Padahal proyek ini sudah harus rampung sebelum 31 Desember 2021.

"Sejauh ini sudah rampung 10 persen, gara-gara lockdown sebelum lebaran, belum lagi banyak kendala lain termasuk persoalan administrasi. Padahal kami sudah harus rampung di bulan Desember 2021. Makanya sekarang ini kita aslinya mati-matian untuk menyelesaikan ini," dia memungkasi.