Sukses

Penyekatan PPKM Darurat Tak Efektif Turunkan Mobilitas, Ini Kata Pemda DIY

Puluhan titik telah mereka lakukan penyekatan namun berdasarkan evaluasi dari Kementrian Perhubungan melalui google traffic pengurangannya belum mencapai 20 persen karena masih di angka 15-16 persen.

Liputan6.com, Yogyakarta - Penyekatan yang dilaksanakan oleh petugas gabungan ternyata belum banyak mengurangi mobilitas masyarakat di DIY. Dinas Perhubungan DIY menyebut berdasarkan data dari Google Traffic pengurangan mobilitas hanya sekitar 15-16 persen.

Kepala Dinas Perhubungan DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti menuturkan inti dari PPKM Darurat adalah mengurangi mobilitas masyarakat karena aktivitas kerumunan sumber penyebaran Covid-19. Dan dalam hal ini Dishub tidak bisa berjalan sendiri untuk mengurangi mobilitas dengan bekerja sama Kabupaten/kota.

Sebagai evaluasi, pihaknya selalu memantau efektivitas penyekatan yang mereka lakukan dengan koordinator dari kepolisian. Dishub selalu berusaha melihat di suatu simpang yang satu lengannya ditutup apakah akan berdampak pada penumpukan di ruas lain.

"Kami juga terlibat penyedian rambu-rambu dan mengatur sisi persinyalan atau traffic," terangnya, Sabtu (10/7/2021).

Puluhan titik telah disekat namun berdasarkan evaluasi dari Kementerian Perhubungan melalui google traffic pengurangannya belum mencapai 20 persen karena masih di angka 15-16 persen. Hal ini menunjukkan angka mobilitas warga Yogyakarta belum turun secara signifikan.

Hanya saja dalam pantauan yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan dalam antrian di sebuah Simpang yang dilengkapi dengan lampu penunjuk APPIL penurunannya memang sudah bervariasi lebih tinggi dari yang di google traffic. Tertinggi penurunannya ada di Kabupaten Bantul.

Dari rekaman CCTV yang terpasang di beberapa persimpangan antrian di Kabupaten Sleman turun 33 persen, Kulonprogo 28 persen, Bantul 35 persen dan Kota Yogyakarta turun 33 persen. Untuk Kabupaten Gunungkidul belum terlihat karena Dinas Perhubungan setempat belum memasang CCTV.

"Tahun ini kemungkinan Gunungkidul akan memasang CCTV-nya," ujarnya.

Untuk angkutan umum terutama angkutan darat juga sudah terjadi penurunan. Dalam evaluasi terakhir yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan yang masih menjadi sorotan adalah masih tingginya mobilitas warga yang menggunakan angkutan kereta api terutama KRL.

Sementara untuk bus Antar Kota Antar Provinsi atau AKAP Jauh sebelum pandemi covid-19 berlangsung memang tingkat keterisiannya sudah cukup rendah. PPKM Darurat Covid-19 yang diberlakukan saat ini ini tidak terlalu berpengaruh terhadap jumlah penumpang bus AKAP.

"Justru yang banyak itu ada di angkutan umum bus yang menjamin protokol kesehatan dengan ketat seperti ada jaminan udara bersih dan juga awak bus yang melakukan vaksinasi," terangnya.

Cukup sulit untuk mengurangi mobilitas warga jika sektor nonesensial tetap diperkenankan untuk beroperasi. Pendekatan seketat apapun tidak akan berdampak positif mengurangi angka mobilitas warga jika sektor nonesensial tetap diperkenankan untuk beroperasi.

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Kata Pakar Epidemolog

Epidemiolog menyebut penyekatan yang kini banyak dilaksanakan oleh Petugas Gabungan belum mampu meningkatkan angka warga untuk tinggal di rumah. Namun yang terjadi adalah berpindahnya kerumunan warga dari pusat kerumunan biasa ke tempat lain.

Epidemiolog UGM Riris Andono Ahmad mengatakan penekanan mobilitas sangat penting dalam pengurangan angka paparan kasus Covid-19. Karena mobilitas sangat berpengaruh terhadap angka reproduksi dasar dari virus Covid-19 tersebut. Di mana angka reproduksi akan menentukan seberapa cepat kasus menular dan seberapa tinggi penyebarannya.

"Peluang tertular setiap kali bertemu dengan pasien semakin sering kontak maka akan semakin meningkatkan kemungkinan tertular," ujar dia, Sabtu (10/7/2021).

Untuk mengurangi peluang agar tidak tertular adalah dengan perilaku 3 M yaitu menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak sebelum akhirnya mengurangi kontak dengan orang lain. PPKM Darurat yang diberlakukan pemerintah memang untuk mengurangi mobilitas warga.

Ia mencontohkan pembatasan pergerakan warga di Jakarta selama setahun penuh tahun 2020 lalu. Di mana ia berhasil mencermati sejak 1 maret 2020 antara google traffic yang memantau mobilitas warga dengan banyaknya kasus yang dilaporkan pemerintah.

Awal bulan Maret 2020 lalu, penularannya masih rendah namun ketika ada peningkatan mobilitas setelah lebaran seperti angkutan umum boleh digunakan maka ada peningkatan kasus yang sama seperti sekarang ini. Dan, ketika ada PSBB skala besar bulan September lalu di mana mobilitas dihentikan maka secara signifikan kasus Covid-19 ada penurunan sangat rajam.

"Dan pada PPKM Darurat ini memang belum signifikan dampaknya. Memang masih ada penularan kasus baru Minggu ini. Namun itu penularan sebelum PPKM Darurat diberlakukan,"terangnya.

Dan jika mobilitas warga dikurangi maka yang terjadi adalah penularan di rumah tangga. Kalau ini berjalan cukup lama maka akan terjadi penurunan yang signifikan dan hanya berkutat pada penularan di rumah. Ketika kasus penularan dalam rumah tangga habis dan dilonggarkan kembali maka transmisi akan meningkat lagi.

Menurutnya kunci utama upaya penghentian penularan Covid-19 adalah seberapa besar penduduk dihentikan mobilitasnya. Dalam hitungannya jika ingin efektif maka mobilitas warga harus diturunkan sekitar 70 persen dan ini dilakukan sampai penularan rumah tangga selesai.

"Semakin lama semakin baik. Namun secara kehidupan sosial ekonomi akan bermasalah sehingga sebaiknya PPKM Darurat ini hanya berlangsung 2 kali periode infeksius yaitu 20 hari atau 3 minggu," paparnya.

Namun yang harus menjadi koreksi adalah seberapa besar pengaruh PPKM darurat tersebut terhadap residensial warga atau jumlah warga yang berdiam diri di rumah. Saat ini ia melihat angka berdiam diri warga di rumah masih rendah. Mereka hanya tidak melakukan mobilisasi ke tempat wisata, taman, tempat kerja ataupun ke pusat-pusat perbelanjaan.

"Yang jadi persoalan saat ini kerumunan di tempat wisata, tempat kerja atau pusat perbelanjaan berkurang tetapi yang diam di rumah sedikit. Nah ini mereka berpindah kerumunan di mana, apakah mereka pindah berkerumun di tempat yang tidak terpantau google traffic," Pungkasnya.