Sukses

Pegiat Anti Korupsi di Sulsel Soroti Tuntutan Rendah KPK ke Penyuap Nurdin Abdullah

Sejumlah lembaga pegiat anti korupsi di Sulsel menyoroti tuntutan rendah Jaksa KPK kepada terdakwa penyuap Gubernur Sulsel non-aktif Nurdin Abdullah.

Liputan6.com, Makassar - Lembaga Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) menyayangkan tuntutan rendah Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) kepada terdakwa penyuap Gubernur Sulsel non-aktif Nurdin Abdullah, Agung Sucipto.

"Kalau mau konsisten terhadap dakwaannya maka idealnya Jaksa KPK menuntut 4 tahun penjara dengan catatan yang bersangkutan kooperatif dan mau jujur pada saat sidang, bukan malah dituntut 2 tahun penjara," kata Direktur Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) Kadir Wokanubun, Rabu (14/7/2021).

Kadir mengungkapkan, dalam perjalanan penanganan perkara oleh KPK, baru kali ini KPK memberikan tuntutan rendah kepada terdakwa perkara tindak pidana korupsi.

"Wajar jika masyarakat menimbulkan rasa curiga. Kami saja merasa aneh mendengar tuntutan KPK begitu rendah kepada terdakwa penyuap Gubernur Sulsel non-aktif Nurdin Abdullah itu," ujar Kadir.

Ia berharap keputusan Majelis Hakim nantinya bisa lebih profesional daripada sikap Jaksa KPK saat ini yang hanya memberikan tuntutan rendah kepada terdakwa perkara dugaan suap proyek di lingkup Pemprov Sulsel tahun anggaran 2020- 2021 tersebut.

"Harapan kami agar nantinya Majelis Hakim bisa lebih memperlihatkan komitmennya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dibanding KPK saat ini yang kami anggap tidak lagi komitmen. Tuntutan rendah kepada terdakwa penyuap Gubernur Sulsel non-aktif Nurdin Abdullah tentu menyayat hati masyarakat utamanya kami para pegiat anti korupsi yang sejak awal mengawal perjalanan kasus ini," ungkap Kadir.

 

2 dari 3 halaman

Penyuap Nurdin Abdullah Dituntut 2 Tahun Penjara

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) membacakan tuntutannya kepada Agung Sucipto, terdakwa perkara dugaan penyuapan kepada Gubernur Sulsel non-aktif Nurdin Abdullah pada sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Makassar, Selasa 13 Juli 2021.

Dalam tuntutannya, tim JPU KPK yang dikomandoi oleh Muhammad Asri itu mengatakan perbuatan terdakwa Agung Sucipto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut sebagaimana dalam dakwaan pertama melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang - undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

"Ancaman pidana itu maksimal 5 tahun sesuai pasal dan yang kami tuntut itu 2 tahun dikurangi masa tahanan secara kumulasi dengan denda," ucap Asri dalam tuntutannya yang dibacakan dalam persidangan yang dipimpin oleh Ibrahim Palino selaku Ketua Majelis Hakim.

Selain tuntutan hukuman badan berupa pidana 2 tahun penjara, JPU KPK turut menuntut kontraktor asal Kabupaten Bulukumba itu dengan menjatuhkan pidana denda sebesar Rp250 juta subsidair 6 bulan kurungan.

"Dendanya itu Rp250 juta subsidair 6 bulan kurungan," terang Asri.

Ia mengatakan tuntutan yang diberikan kepada terdakwa tersebut berdasarkan dua hal yaitu hal-hal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan.

Yang meringankan, kata dia, di mana selama persidangan berlangsung terdakwa bertindak kooperatif dan sangat terbuka dalam membuat terang perkara. Adapun hal-hal yang memberatkan karena terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Tentang pengajuan sebagai Justice Collabolator, kami sebagai JPU menolak karena terdakwa merupakan pelaku utama dalam perkara pemberian suap ini," jelas Asri.

Menanggapi tuntutan JPU KPK tersebut, terdakwa melalui Penasehat Hukumnya, Denny Kailimang mengatakan akan melakukan pembelaan (Pledoi) terhadap tuntutan JPU KPK tersebut.

"Saya rasa itu cukup rasional, Jaksa dalam memberikan tuntutan. Tapi kami tetap ada pembelaan karena ada hal-hal yang akan kami luruskan di dalam persidangan. Dari kacamata Penuntut Umum bisa melihat dari satu sisi, kami juga bisa melihat dari sisi lain, kita akan tanggapi itu," kata Denny.

Usai mendengar pembacaan tuntutan oleh JPU KPK, Majelis Hakim yang diketuai oleh Ibrahim Palino lalu menutup persidangan dan mengagendakan kembali sidang berikutnya yaitu pembacaan pledoi oleh pihak terdakwa pada 22 Juli 2021.

"Sidang pembacaan pledoi kita agendakan pekan depan, 22 Juli 2021," tutur Ibrahim.

 

3 dari 3 halaman

Kronologi Perkara

Diketahui dalam kasus dugaan suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkup Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka masing-masing Gubernur Sulsel non aktif Nurdin Abdullah dan Sekretaris Dinas PUTR Provinsi Sulsel yang berperan sebagai penerima suap, turut juga seorang kontraktor ternama di Kabupaten Bulukumba, Agung Sucipto sebagai tersangka yang diketahui berperan sebagai pemberi suap. Agung Sucipto merupakan direktur salah satu perusahaan pemenang proyek di lingkup Pemprov Sulsel yang bernama PT. Agung Perdana Bulukumba.

Dari hasil penyidikan, KPK membeberkan jika Nurdin Abdullah diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari Agung Sucipto. Tak hanya itu, ia juga turut diduga menerima gratifikasi dari sejumlah kontraktor yang total nilainya sebesar Rp3,4 miliar.

Awal kasus ini terungkap setelah tim penindakan KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Nurdin. Dalam OTT tersebut tim penindakan KPK mengamankan uang sebesar Rp2 miliar yang tersimpan di sebuah koper di rumah dinas Sekretaris PUTR Provinsi Sulsel, Edy Rahmat.

Tak hanya itu, dalam penggeledahan yang dilakukan tim penindakan KPK di rumah jabatan dan rumah pribadi Nurdin Abdullah, serta rumah dinas Sekdis Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel dan Kantor Dinas PUTR, tim KPK turut menyita uang yang berjumlah sekitar Rp3,5 miliar.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: