Sukses

Pakar Hukum Desak Polda Riau Usut Tuntas Kejahatan Perbankan di BJB Pekanbaru

Pakar hukum dari Universitas Riau meminta Subdit II Reskrimsus Polda Riau mengusut tuntas kejahatan perbankan di BJB Pekanbaru karena menduga masih banyak pihak terlibat.

Liputan6.com, Pekanbaru - Subdit II Reskrimsus Polda Riau masih melengkapi kejahatan perbankan yang menimpa nasabah Bank Jawa Barat (BJB). Berkasnya terus digesa untuk dilimpahkan ke Kejati Riau untuk mengetahui apakah bisa dinyatakan lengkap sehingga dua tersangka bisa diadili.

Kejahatan perbankan di BJB Pekanbaru ini mendapat sorotan dari pakar hukum Fakultas Hukum Universitas Riau, Erdiansyah. Dia meminta keseriusan penyidik karena korban Arif Budiman mengaku merugi hingga Rp28 miliar.

Pria disapa Erdi ini berharap penyidik Polda Riau jeli mengembangkan kasus ini, khususnya dari kalangan internal BJB Pekanbaru. Dia menilai pencurian tabungan nasabah prioritas ini tidak hanya dilakukan oleh dua tersangka saja.

"Perbankan merupakan lembaga atau korporasi, sehingga pimpinan juga bertanggung jawab apabila terjadi tindak pidana dalam perbankan tersebut," tegas Erdi, Rabu siang, 14 Juli 2021.

Pengamatan Erdi, kasus yang menimpa Arif Budiman sebenarnya sangat sederhana. Namun, kenyataannya berlarut-larut karena sudah dilaporkan korban sejak tahun 2019.

Erdi meminta penyidik menggali kerugian korban yang sangat besar. Penyidik diminta menjemput bola dan menggali siapa saja yang terlibat dalam kejahatan perbankan ini.

"Tugas penyidik untuk kembangkan kasus ini, penyidik harus percepat prosesnya," terang Erdi.

Erdi juga menyoroti terkait oknum bank TDC yang sudah ditetapkan tersangka pada 2020 lalu. Namun, karena alasan memiliki anak kecil, TDC tidak ditahan.

Erdi menilai, persoalan hukum siapa yang berbuat dia yang bertanggung jawab. Apalagi, jika sudah ditetapkan tersangka sehingga tidak ada alasan tidak ditahan karena memiliki anak kecil.

"Ini perbuatan pidana yang harus dipertanggungjawabkan oleh pelaku, walaupun memiliki tanggungan," jelas Erdi.

 

Simak video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

CCTV dan Laporan Transaksi

Erdi juga mendesak penyidik mengamankan barang bukti berupa CCTV di perbankan tersebut. Kalau alasannya CCTV rusak itu adalah alasan klasik karena bisa digali kalau penegakan hukumnya memang serius.

Erdi juga menyayangkan pihak bank yang tidak mau menyerahkan laporan transaksi korban. Dia menyatakan, bank harusnya melindungi nasabah karena memiliki kewajiban menyerahkan laporan transaksi nasabah.

Selain itu, penyidik juga bisa mendapatkan laporan transaksi nasabah dengan minta izin ke Bank Indonesia untuk keperluan penyidikan. Pasalnya, perbankan harusnya terbuka dengan nasabah dan wajib memberikan laporan transaksi korban karena punya hak mengetahuinya.

"Sekali lagi saya sampaikan, sebenarnya kasus ini tidak begitu sulit, semua ada di tangan penyidik, keseriusan penyidik sebagai garda terdepan dalam penanganan kasus ini," jelas Erdi.

Sebelumnya, korban melaporkan ada sembilan transaksi bernilai Rp3,25 miliar, tetapi pengakuan BJB ada 25 transaksi dengan nilai Rp3,025 miliar. Dengan perbedaan ini, penyidik sudah bisa melakukan pengembangan kasus ini.

"Seharusnya pihak bank bersama nasabah melaporkan pembobolan rekening nasabah ini karena menyangkut kredibilitas bank yang sudah berstandar nasional, ditambah korban merupakan nasabah prioritas," jelas Erdi.

Sebagai informasi, kasus ini menjerat pria inisial IOG yang pernah menjadi manajer komersial BJB. Selanjutnya TDS, teller BJB yang saat ini masih bekerja dan tidak ditahan karena penyidik beralasan tersangka kedua ini tidak menikmati hasil dan dipaksa.

Pencarian uang nasabah ini dilakukan dengan pemalsuan tanda tanda korban. Keduanya telah memegang cek dan rekening giro korban karena merupakan nasabah prioritas.