Liputan6.com, Yogyakarta - Di Bantul Yogyakarta, ada jenis gudeg yang tak kalah popular, yakni gudeg manggar. Gudeg manggar identik dengan putik bunga kelapa muda yang dipakai sebagai bahan utama menggantikan nangka muda.
Gusti Retno Pembayun, disebut-sebut sebagai pencipta gudeg manggar pada 1600-an. Gusti Retno Pembayun merupakan keturunan Panembahan Senopati yang menikah dengan Ki Ageng Mangir yang merupakan seorang kesatria.
Menurut berbagai sumber, penggunaan manggar sebagai pengganti nangka muda dianggap bentuk perlawanan pada masa penjajahan Belanda. Konon pada masa Perang Diponegoro, sebagian rakyat Bantul melawan kekuasaan Sultan Hamengkubuwono yang pada waktu itu dianggap memihak pada kepentingan Belanda.
Advertisement
Baca Juga
Citra kuliner perlawanan pun disematkan kepada gudeg manggar yang menjadi ikon kuliner Kabupaten Bantul hingga saat ini. Gudeg manggar mempunyai cita rasa yang sama dengan gudeg nangka muda pada umumnya, sebab bumbu-bumbu yang dipakai pun sama.
Bedanya, tekstur nangka muda lebih empuk, sedangkan manggar lebih renyah. Gudeg manggar biasa disajikan dengan aneka olahan lain seperti tempe semangit sebagai bumbu tambahan, sehingga menghasilkan cita rasa yang sangat khas.
Ada juga gudeg manggar yang disajikan dengan tulang dan kulit ayam untuk membuatnya lebih gurih. Seperti halnya gudeg nangka, gudeg manggar pun biasanya disandingkan dengan berbaai lauk-pauk, seperti opor ayam berkuah kental, sambal goreng krecek, tahu dan tempe bacem, serta blondo atau areh untuk membuatnya lebih gurih.
Jangan lupa krupuk kulit, atau krupuk lain sebagai pendamping yang memperkaya tekstur kelengkapan sajian ini. Gudeg manggar sempat menjadi langka karena kehilangan peminat.
Namun, sejak beberapa tahun belakangan, gudeg manggar kembali naik daun setelah ditampilkan sebagai kuliner langka yang wajib dilestarikan. Selain di Bantul, gudeg manggar kini dapat dijumpai beberapa pedagang gudeg yang mengkhususkan jualannya pada gudeg manggar.
(Tifani)