Liputan6.com, Palu - Pemerintah Kota Palu akhirnya membatalkan pemberlakukan sanksi denda Rp2 juta bagi tempat usaha yang melanggar PPKM Mikro. Bersamaan dengan itu Pemkot Palu memberlakukan sanksi pengganti.
Baca Juga
Advertisement
Pembatalan sanksi denda itu mulai berlaku sejak 14 Juli 2021 setelah digelar rapat penanganan Covid-19 di Kota Palu secara virtual, Rabu (14/7/2021).
Wali Kota Palu, Hadiyanto Rasyid yang memimpin rapat itu menegaskan pihaknya tidak ingin uang hasil denda tersebut menjadi objek PAD, melainkan ada efek jera dari sanksi itu agar pengendalian penyebaran Covid-19 benar-benar efektif.
"Saya minta hasil sanksi denda yang telah diterima pemerintah dikembalikan kepada pelaku usaha yang terjaring saat operasi yustisi," Wali Kota Palu, Hadiyanto Rasyid menegaskan dalam rapat itu.
Sanksi denda bagi pelanggar PPKM selanjutnya akan diganti dengan sanksi sosial di antaranya memberi bantuan kebutuhan pangan kepada warga yang menjalani isolasi mandiri.
Operasi yustisi yang nantinya akan digelar petugas pun diminta agar dilaksanakan dengan pendekatan persuasif dan humanis agar tidak merugikan masyarakat.
"Operasi tidak perlu keras tapi tetap harus ketat," kata Hadi.
Simak video pilihan berikut ini:
Jalan Tengah Pemulihan Ekonomi dan Pencegahan Covid
Sebelumnya, sejak 25 Juni hingga 7 Juli 2021, 14 pelaku usaha yang sebagian besar pengusaha kafe dan warung makan tercatat terkena sanksi denda Rp2 juta karena dinilai melanggar aturan PPKM Mikro dan Surat Edaran Wali Kota Palu Nomor 3 Tahun 2021 tentang pembatasan jam operasional tempat usaha.
Sanksi itu dikeluhkan para pemilik usaha khususnya warung makan lantaran diterapkan tanpa mempertimbangkan kondisi para pengusaha kecil.
"Data kami ada 400-an pengusaha Warung Sari Laut di Kota Palu. Penurunan omzetnya rata-rata 70 persen. Padahal, sebagian besar mereka masih mengontrak untuk tempat jualannya," Ketua Kerukunan Warung Sari Laut (KWSL) Kota Palu, Bino A Juwarno mengatakan, Jumat (9/7/2021).
Celakanya, kata Juwarno, operasi yustisi selama ini hanya tegas pada keharusan menaati jam operasional dan belum mempertimbangkan kebutuhan ekonomi pelaku usaha kecil macam mereka.
"Bisa saja solusinya kami tetap dibolehkan berjualan di atas pukul 21.00 Wita tapi tidak melayani makan di tempat, hanya dibungkus," Juwarno menuturkan.
Aturan seperti itu dinilai Juwarno lebih manusiawi dan adil sebab kerugian pemilik usaha bisa diminimalisasi dan protokol kesehatan juga tetap bisa dijalankan.
Advertisement