Liputan6.com, Makassar - Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar hingga saat ini belum juga menentukan jenis teknologi yang akan diadopsi untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) dari tenggak waktu yang diberikan oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kamaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.
Berdasarkan rapat virtual yang dilaksanakan tanggal 25 Juni 2021 lalu, Pemkot Makassar diminta untuk mengambil opsi lain lantaran prospek penyelesaian Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dianggap lamban.
Advertisement
Baca Juga
Adapun skema yang yang sempat ditawarkan adalah Refuse-derived fuel (RDF), dimana output dari teknologi tersebut nantinya akan menghasilkan bahan bakar non listrik.
Sekretaris Tim Percepatan PLTSa Saharuddin Ridwan mengaku belum mendapatkan tindak lanjut terkait hal ini, dia mengatakan masih menunggu keputusan yang akan diambil Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto.
"Belum ada (keputusan). Kita diberi waktu 10 hari untuk menentukan teknologi PLTSa atau RDF," ujar Saharuddin kepada awak media, Sabtu 03 Juli 2021.
Dia mengatakan, teknologi RDF menjadi opsi lanjutan lantaran pembuatannya dinilai tak serumit PLTSa. Kendati demikian ada persoalan dimana teknologi tersebut hanya mampu mengolah sampah 300 ton sehari, sementara jumlah tonase yang masuk dilaporkan mencapai 1139 ton per hari.
"Jadi kemungkinan solusinya dibuat tiga, di tempat lain untuk bisa cover keseluruhan tonase yang masuk ke TPA, dan pasti jadi tugas pemerintah lagi untuk sediakan," lanjut Saharuddin.
Selain itu teknologi RDF dianggap sulit menetralisir sampah lama lantaran sebagian besar bahan bakarnya terbatas.