Liputan6.com, Kendari - Sebanyak 23 mahasiswa asal Universitas Ibnu Chaldun batal terbang usai kedapatan menggunakan hasil tes PCR palsu di Bandara Udara Halu Oleo Kendari, Jumat (20/8/2021). Mereka diketahui awalnya hendak menumpang pesawat Lion Air JT 987 tujuan Jakarta.
Namun, informasi soal batalnya keberangkatan 23 mahasiswa ini, baru terungkap empat hari kemudian, tepatnya Senin (23/8/2021). Belum ada informasi resmi yang dirilis pihak Polres Kendari dan Polda Sulawesi Tenggara terkait kasus ini.
Koordinator Wilayah Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bandara Haluoleo, Umi Mazidah membenarkan, kronologi temuan surat PCR palsu dari pihaknya berawal dari adanya seorang oknum pemuda datang membawa nama 23 mahasiswa yang akan berangkat ke Jakarta.
Advertisement
Dia mengatakan, kejadiannya sekitar pukul 09.00 Wita. Oknum tersebut, awalnya mengaku sebagai pengurus rombongan mahasiswa yang akan ke Jakarta.
Baca Juga
"Kemudian kami ambil data itu, lalu cek 23 nama itu sampai orang keenam di aplikasi khusus Pedulilindungi, ternyata tak ada satupun dalam aplikasi. Kami lalu beri tahu ke oknum itu agar menghubungi pihak Bahteramas agar memasukkan data mereka dalam aplikasi supaya mereka bisa segera berangkat," ujar Umi Mazidah.
Mendengar arahan petugas, pemuda tersebut pergi. Sekitar 45 menit kemudian, dia kembali datang dan meminta pihak KKP agar meloloskan 23 nama ini masuk dalam pesawat. Namun, pihak KKP memilih mengklarifikasi soal data hasil tes PCR mahasiswa ke rumah sakit.
"Kami telepon ke RSUD Bahteramas. Nanti sekitar jam 10.15 Wita hari yang sama, ada konfirmasi dari rumah sakit jika semua nama ini palsu," tambah Umi Mazidah.
Dia menerangkan, saat itu pihak KKP mengirimkan foto surat hasil PCR ke pihak rumah sakit. Kemudian, RSUD Bahteramas menyatakan, surat tersebut palsu.
Ikut terungkap, jika nomor laboratorium tempat mereka mengecek juga bodong. Sehingga, pihak KKP tidak memberangkatkan mereka karena surat PCR palsu terungkap melalui validasi aplikasi.Â
Saksikan juga video berikut ini:
Pernyataan Pihak RSUD
Humas RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara, Masyita menyatakan, pihaknya tidak mengetahui soal asal surat hasil tes PCR diduga palsu. Dia menegaskan, puluhan mahasiswa itu tak terdaftar dalam database milik rumah sakit.
"Sebab, sekarang pamantauan hasil tes PCR dan antigen sudah terpantau melalui aplikasi sistem satu pintu (National All Record (NAR)," terang Masyita.
Sehingga, menurut Masyita, ketika pihak Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) mengecek di bandara melalui aplikasi maka akan ketahuan. Sampai hari ini, Masyita melanjutkan, pihaknya belum mengetahui bentuk surat keterangan hasil tes PCR palsu yang dimaksud.
Senada dengan Humas, Direktur RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara, Hasmuddin menyatakan, pihaknya tidak pernah mengeluarkan hasil tes PCR terhadap 23 mahasiswa tersebut. Tidak hanya itu, dia juga tak mengetahui soal oknum dokter atau kepala laboratorium yang menandatangani surat hasil tes itu.
"Kami tak tahu, kepala laboratorium juga tak tahu, intinya surat itu tidak dikeluarkan rumah sakit," dia memungkasi.
Akademisi Universitas Muhammadiyah Kendari, Andi Awaluddin SH MH menyatakan, kondisi ini terjadi karena harga tes PCR yang dianggap masih tinggi untuk sebagian kalangan. Sehingga, hal ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang merasa ini sebagai peluang mendapatkan uang dengan cara mudah.
"Jika tak diawasi, kasus-kasus seperti ini masih akan terjadi. Sehingga, aplikasi yang sudah ada untuk memantau mesti ada pengawasan secara ketat," ujar Andi Awaluddin.
Dia juga menambahkan, aparat hukum harus lebih jeli mengawasi sejumlah apotek atau rumah sakit. Sehingga, kasus-kasus yang menyeret oknum-oknum pemalsu hasil tes PCR bisa diawasi ketat.
Â
Â
Advertisement