Sukses

Perpustakaan Jangan Jadi Menara Gading yang Sulit Dijangkau Masyarakat

Perpustakaan tidak boleh menjadi menara gading. Perpustakaan harus bisa menjangkau masyarakat, bukan sebaliknya.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi kerap mengingatkan perpustakaan tidak boleh lagi dogmatis. Artinya, perpustakaan tidak boleh menjadi menara gading. Perpustakaan harus bisa menjangkau masyarakat, bukan sebaliknya. Yang tidak kalah penting, segala konten koleksi perpustakaan harus didigitalisasi.

Hal senada juga diungkapkan Kepala Perpustakaan Nasional RI, Muhammad Syarif Bando, dalam Talk Show bertajuk 'Peran Transformasi Perpustakaan Dalam Pemulihan Ekonomi’, yang digelar Selasa, (31/9/2021). Syarif mengatakan, zaman dahulu buku-buku perpustakaan merupakan barang eksklusif, yang dipamerkan atau menjadi pajangan para raja dan kaum eksklusif, sehingga terlihat koleksi buku dimana-mana. 

"Saat ini paradigma perpustakaan telah mengubah peran dan fungsi perpustakaan. Peran fungsi perpustakaan mengurusi koleksi hanya tinggal 10 persen, sisanya lebih mengedepankan peran melakukan transfer klowledge ke masyarakat. Jadi, perpustakaan sudah lama mati kalau dia masih bersikap eksklusif. Dia harus inklusif," katanya.

Alhasil, ketika perpustakaan mulai turun ke masyarakat, mengenali segenap keseharian masyarakat, niscaya perpustakaan akan menemukan begitu banyak masalah. Dari situ diketahui bahwa kebutuhan masyarakat kepada akses perpustakaan sangatlah besar. Paradigma yang kini dibawa Perpustakaan Nasional adalah bagaimana masyarakat memahami literasi.

Syarif Bando mengatakan, literasi memiliki empat tingkatan, dimulai dari kemampuan baca, tulis, hitung dan pembangunan karakter, aksesibilitas terhadap bahan bacaan terbaru, terpercaya dan menjadi solusi. Yang kedua memahami makna tersirat dari yang tersurat. Ketiga memiliki kemampuan berinovasi atau kreativitas. Dan tingkatan akhir literasi adalah kemampuan menghasilkan barang/jasa yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat.

"Itu artinya, masyarakat membutuhkan sarana perpustakaan mengubah kualitas hidupnya. Dari barang dan jasa yang dihasilkan sebagai upaya untuk meningkatkan taraf hidupnya," kata Syarif Bando.

Apalagi di tengah kondisi pandemi, mengingat kurang lebih 20 juta masyarakat Indonesia merasakan dampak langsung Covid-19. Tidak ada jalan lain. Mereka harus punya skill untuk melakukan sesuatu. Melanjutkan kehidupannya. Itu artinya, jutaan orang membutuhkan asupan ilmu terapan, dan perpustakaan menyediakan.

"Siapa saja yang terdampak pandemi Covid-19 dan susah lapangan kerja, silahkan datang ke perpustakaan, kami akan membimbing dan mendampingi pilihan ekonomi apa saja," katanya.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Tempat Belajar Apa Saja

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Direktur Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan Bappenas, Amich Alhumami mengatakan, pihaknya mendukung penuh kerja pemerintah yang ingin menggolkan program literasi perpustakaan berbasis inklusi sosial yang diusung Perpusnas.

Dukungan tersebut salah satunya melalui dana alokasi khusus (DAK). DAK sudah dijalankan selama tiga tahun untuk membangun infrastruktur sosial, seperti sekolah, rumah sakit, dan perpustakaan.

"Di bidang perpustakaan, kami memperkuat infrastruktur seperti pembangunan gedung baru, rehabilitasi, pengadaan perabot, penyediaan bahan dan koneksi internet untuk meningkatkan tingkat kunjungan," katanya.

Pada 2021, Perpusnas mengelola DAK lebih dari Rp500 miliar, yang semuanya terdistribusi dari Aceh sampai Papua. Selain melihat perpustakaan harus nyaman dalam mengakses segala kebutuhan informasi, Bappenas juga menilai perpustakaan harus menjadi pusat pelatihan bagi komunitas-komunitas untuk belajar mengani apa saja.