Sukses

Ketika Saksi Kasus Sengketa Lahan PT Semen Bosowa vs Seorang Insinyur Kebingungan

Setidaknya sudah 3 saksi dihadirkam dalam dua persidangan terkahir, ketiga saksi itu malah tak tahu lokasi lahan yang menjadi sengketa.

Liputan6.com, Barru Sidang kasus sengketa lahan antara PT Semen Bosowa Maros dan Ir Rusmanto Mansyur Effendi kembali bergulir. Kali ini PT Semen Bosowa Maros selaku penggugat menghadirkan Camat Barru, Andi Hilmanida sebagai saksi dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Barru pada Kamis (2/9/2021) tersebut.

Andi Hilmanida pun dicecar sejumlah pertanyaan oleh Hakim dan Kuasa Hukum tergugat dalam kasus sengketa lahan tersebut. Pantauan Liputan6.com, camat yang menjabat sejak 2018 itu sempat terlihat kebingungan saat diberikan sejumlah pertanyaan.

Seperti ketika ia ditanyai tentang denah lokasi sengketa lahan antara PT Semen Bosowa Maros dan Rusmanto Mansyur Effendi. Andi Hilmanida bahkan mengaku bahwa ia tidak tahu ihwal sengketa tersebut dan juga tidak mengetahui persis titik lokasi sengketa.

"Cuma pernah ke lokasi objek sengketa karena ada kegiatan, tapi tidak pernah masuk. Dan tidak tahu batas ukur lahan sengketa. Saya baru tahu kalau lahan itu bersengketa setelah saya diminta menjadi saksi di persidangan," kata Andi Hilmanida.

Andi Hilmanida juga mengaku sebagai camat dirinya pun telah sering menjadi Pejabat Pembuatan Akta Tanah Sementara (PPATS). Dia pun membenarkan bahwa transaksi pengoperan hak atas tanah tidak bisa dilakukan jika tanah tersebut telah memiliki sertifikat.

"Kalau sekarang itu namanya Pengalihan Tanah Garapan. Transaksi itu dilakukan jika lokasi lahan hanya ada PBB. Kalau ada sertifikat itu tidak bisa," ucapnya usai ditanyai oleh Hakim.

Andi Hilmanida kemudian kembali kebingungan ketika ditanya tentang keberadaan file asli akta pengoperan hak atas tanah yang dilakukan oleh Andi Norma kepada PT Semen Bosowa. Ia mengaku bahwa surat asli akta pengoperan hak itu telah hilang dari kantor Kecamatan Barru.

"Ketika ada transaksi itu ada empat rangkap surat kita buat, masing-masing diberikan kepada penjual, pembeli, camat dan PPATS. File aslinya di kantor kecamatan sudah tidak ada, saya juga sudah konfirmasi ke mantan camat saat itu tapi katanya juga sudah tidak ada," ucapnya.

Camat yang menjabat sejak 2018 ini pun hanya bisa terdiam saat ditanyai oleh kuasa hukum tergugat 1, Burhan Kamma Marausa soal legalisir fotocopy-an akta pengoperan hak atas tanah yang dilakukan tanpa menyertakan file asli akta tersebut. Padahal menurut aturan yang berlaku, legalisir akta seperti itu harus menyertakan file aslinya.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 4 halaman

Penjelasan Kuasa Hukum Tergugat I

Sementara itu, Kuasa Hukum dari Tergugat 1 Ir Rusmanto Mansyur Effendi, Burhan Kamma Marausa mempertanyakan dihadirkannya Camat Barru Andi Hilmanida sebagai saksi. Pasalnya dia hanya diminta untuk memperlihatkan bahwa akta pengoperan hak atas tanah antara Andi Norma dan PT Semen Bosowa Maros benar terdaftar di Kecamatan Barru. 

"Kalau sudah diperliahtkan terus apa?," kata Burhan yang ditemui usai persidangan. 

Dalam kesaksian Camat Barru Andi Hilmanida, lanjut Burhan, dia menerangkan bahwa pengoperan hak atas tanah tidak bisa dilakukan apabila sautu lahan telah memiliki sertifikat. Burhan pun menegaskan bahwa transaksi pengoperan hak antara Andi Norma dan PT Semen Bosowa Maros itu berlangsung pada tahun 2013 sementara sertifikat tanah milik kliennya terbit ditahun 1995.

"Dia sendiri mengakui itu, jadi kok bisa lahan klien kami tiba-tiba diakui oleh PT Semen Bosowa Maros. Kan jelas klien kami memiliki SHM," ucap dia. 

Burhan juga menjelaskan bahwa transaksi antara Andi Norma dan PT Semen Bosowa Maros itu hanyalah transaksi pengoperan hak atas tanah bukan kepemilikan. Dia menyebutkan bahwa suatu lahan itu baru bisa menjadi hak milik ketika lahan tersebut bersertifikat. 

"Kembali saya tegaskan bahwa klien kami pemilik sah karena dia punya sertifikat," ucapnya.

Burhan pun menuturkan bahwa seluruh saksi yang telah dihadirkan oleh PT Semen Bosowa Maros justru malah memberatkan pihak tergugat. Pasalnya ketiga saksi yang dihadirkan dalam dua kali persidangan terakhir malah memberikan keterangan yang menguntungkan pihak tergugat. 

"Semuanya sama-sama tidak tahu dimana lokasi yang bersengketa," ucapnya.

 

3 dari 4 halaman

Penjelasan Kuasa Hukum Penggugat

Terpisah kuasa hukum PT Semen Bosowa, Muriyadi Muhtar mengatakan bahwa saksi yang dihadirkan dalam persidangan kali ini telah memberikan keterangan seperti yang diharapkannya. Keterangan yang dimaksud adalah menunjukkan bukti bahwa Andi Norma benar telah melakukan pengoperan hak atas tanah kepada PT Semen Bosowa Maros.

"Ini saksi ketiga yang kami hadirkan, dan dia memberikan keterangan seperti yang kami harapkan," ucap Muriyadi. 

Dia juga menjelaskan bahwa PT Semen Bosowa Maros membeli lahan tersebut berdasarkan putusan Mahkamah Agung yang dimenangkan oleh Andi Norma pada tahun 2002. Putusan itu pun dinilai berkekuatan hukum tetap sehingga PT Semen Bosowa Maros berani membeli lahan seluas lebih dari 113 hektare tersebut.  

"Ini objek sengketa kita beli berdasarkan putusan pengadilan yang incracht berdasarkan putusan PK," ucapnya.

Muriyadi juga menjelaskan bahwa Tergugat 1 dalam hal ini Rusmanto Mansyur Effendi membeli lahan tersebut dari orang yang kalah dalam sengketa yakni Sitti Aminah. Sementara pihak PT Semen Bosowa Maros membeli dari pihak yang menang dalam sengketa yakni Andi Norma. 

"Tapi itu hari waktu berperkara sertifikat lahan ini tidak disebutkan bahwa sertifikatnya nomor sekian, tapi tanahnya itu sama dengan tanah yang berperkara tahun 2002," ucapnya.

Oleh sebab itu, lanjutnya, seharusnya SHM milik tergugat 1 Rusmanto Mansyur Effendi itu digugurkan lantaran dibeli dari orang yang kalah dalam sengketa. Meski begitu dua kali permintaan pengguguran lahan tersebut diajukan ke BPN Provinsi Sulsel pada tahun 2015 dan 2020 itu selalu gagal. 

"BPN meminta pengajuan pembatalan sertifikat itu ditempuh melalui jalur pengadilan," ucap dia.

Sementara itu, Kepala Divisi Hukum PT Semen Bosowa Maros, Muhammad Rusli mengatakan bahwa seharusnya ssertifikat milik Ir Rusmanto Mansyur Effendi harusnya digugurkan. Pasalnya lahan tersebut telah dimenangkan oleh Andi Norma dalam sengketa yang terjadi tahun 2002 dan dibeli oleh PT Semen Bosowa Maros pada tahun 2013. 

"Salah satu amar putusan pengadilan itu menyebutkan bahwa semua surat-surat yang terbit atas nama orang lain itu tidak memiliki kekuatan mengikat lagi. Sertifikat itu termasuk surat-surat. Nah sehingga dengan adanya keputusan dari pengadilan maka SHM 01 Siawung itu," kata Rusli kepada Liputan6.com.

 

 

4 dari 4 halaman

Awal Mula Sengketa

Sebelumnya, kasus sengketa lahan antara Ir Rusmanto Mansyur Effendi dan PT Semen Bosowa Maros hingga kini terus bergulir di Pengadilan Negeri Barru. PT Semen Bosowa Maros sebelumnya menggugat Rusmanto atas sebagian lahan yang telah dibelinya dari seseorang bernama Andi Norma.

Berdasarkan data yang diterima Liputan6.com, PT Semen Bosowa Maros membeli lahan seluas 100 hektare lebih di Desa Siawung, Kecamatan Barru, Kabupaten Barru pada Tahun 2013. Padahal 52.351 meter persegi dari keseluruhan lahan tersebut sebelumnya telah dibeli oleh Rusmanto dari seseorang bernama Sitti Aminah.

 "2013 PT Semen Bosowa Maros itu membeli lahan itu dari Andi Norma. Pada saat membeli, PT Semen Bosowa Maros ini tidak mempertanyakan apakah lahan yang dia beli ini sudah bersertifikat atau belum. Dan hanya membeli berdasarkan hasil putusan Mahkamah Agung," kata Rusmanto kepada Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Lahan tersebut memang diketahui telah bersengketa antara Sitti Aminah dan Andi Norma pada Tahun 2002 yang belakangan dimenangkan oleh Andi Norma di Mahkamah Agung. Namun dalam gugatannya, Andi Norma hanya menggunakan Persil dan Kohir tanpa merincikan bahwa sebagian lahan telah bersertifikat dan dihibahkan oleh Zaenab Daeng Takke kepada Sitti Aminah.

Tanah itu, lanjut Rusmanto, telah dihibahkan oleh Zaenab Daeng Takke kepada Sitti Aminah sejak tahun 1990. Zaenab Daeng Takke pun kemudian mengurus sertifikat tanah itu di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Barru yang kemudian terbit pada tahun 1995 sebelum dirinya meninggal dunia ditahun yang sama.

"Jadi sertifikat itu terbit 1995 atas nama Zaenab Daeng Takke. Tapi kan Zaenab sudah hibahkan tanah itu kepada Sitti Aminah tahun 1990 karena Sitti Aminah yang merawat Zaenab sampai dia meninggal. Dan proses hibah itu disaksikan oleh Camat pada waktu itu sebagai saksi," jelasnya.

Rusmanto pun lalu membeli tanah seluas 52 hektare itu dari Sitti Aminah pada tahun 2007. Tak ingin beli kucing dalam karung, Rusmanto kemudian meminta bantuan PPAT untuk memeriksa lahan tersebut di BPN Barru, jangan sampai lahan tersebut bersengketa.

"Ibu Aminah ini menjual tanah itu ke saya tahun 2007. Saya minta PPAT cek di pertanahan, tanah itu klir tidak ada masalah, akhirnya saya beli. Semua proses balik nama setelah proses jual beli itu aman. Jadi sertifikat itu sekarang atas nama saya. Jadi PPAT terbitkan lagi akta hibah baru pada 2007 berdasarkan rujukan dari akta hibah yang tahun 1990 tadi," jelasnya.

Tak lama setelah proses jual beli itu, Rusmanto kemudian mengajukan sertifikat lahan yang baru dibelinya itu ke bank untuk mendapatkan pinjaman. Pasalnya lahan tersebut rencananya akan dijadikan sebagai lokasi wisata.

"Pengajuan pinjamannya di Bank BNI berjalan lancar. Kalau memang ada yang salah dari sertifikat itu kan tidak mungkin bank mau terima," tukasnya.

Lalu pada tahun 2008, Rusmanto mendapat kabar bahwa tanah tersebut disegel oleh Andi Norma. Rusmanto pun menemui Andi Norma untuk memberikan klarifikasi bahwa dirinya telah membeli lahan tersebut.

"2008 saya mendapat informasi bahwa ada eksekusi yang dilakukan oleh Ibu Andi Norma yang mengaku sebagai ahli waris. Setelah saya temui Andi Norma pun mengatakan kepada saya bahwa dia tidak akan mengganggu lahan tersebut karena lahan itu telah saya beli. Hanya saja dia berpesan agar saya memberi tahu Sitti Aminah agar berbagi dengan dirinya hasil penjualan lahan tersebut, saya pun mengatakan kalau itu bukan wewenang saya," jelasnya.

Belakangan tiba-tiba Andi Norma menjual keseluruhan lahan tersebut kepada PT Semen Bosowa Maros. Andi Norma bahkan mengaku bahwa dirinya lah satu-satunya ahli waris atas lahan seluas 100 hektare lebih tersebut.

"Andi Norma ini tidak memiliki sertifikat, dia Cuma mengandalkan bahwa dirinya adalah ahli waris dan rinci lama yang kemudian mengaku bahwa dirinya adalah pewaris lahan itu seperti dalam Persil dan Kohir. Bahkan dia mengaku bahwa dirinya adalah satu-satunya ahli waris, padahal berdasarkan putusan Pengadilan Agama ada 12 ahli waris, termasuk Zaenab Daeng Takke," jelas Rusmanto.

Rusmanto pun menilai bahwa PT Semen Bosowa Maros tidak teliti dalam proses pembeliah lahan tersebut. Menurut dia PT Semen Bosowa Maros harusnya meneliti keseluruhan lahan tersebut di BPN.

"Harusnya PT Semen Bosowa, sebelum membeli tanah itu harusnya cek dulu ke BPN apakah lahan itu clear atau tidak. Kalau klir baru beli. Sama seperti saya, sebelum beli lahan itu kan saya cek dulu ke BPN lewat Notaris," jelas dia.

Rusmanto bahkan mempertanyakan apakah transaksi jual beli lahan yang dilakukan oleh PT Semen Bosowa Maros dengan Andi Norma dengan menggunakan pengoperan hak itu ada dalam Undang-Undang Agraria. Apalagi putusan yang dimenangkan oleh Andi Norma pada tahun 2002 itu tidak sedikitpun menunjukkan sertifikat hak milik atas lahan yang dimiliki oleh Rusmanto tersebut.

"Apakah transaksi PT Semen Bosowa Maros dengan Andi Norma menggunakan pengoperan hak itu ada dalam UU agraria? Lalu apakah putusan yang dimiliki Andi Norma menunjukkan alas hak kepemilikan tanah SHM 01 yang saya miliki? dalam putusan itu kan tdk ada," tegasnya.