Liputan6.com, Semarang - Perundungan atau bullying menjadi salah satu permasalahan yang terus terjadi pada segala sektor. Baik dalam keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan kerja. Perundungan bisa menimpa siapa saja dari mulai anak-anak sampai orang dewasa bahkan mungkin para lansia.
Sebelum sampai pada pembahasan tentang beberapa contoh perundungan, sebaiknya kita harus tahu dulu definisinya. Mengutip pernyataan Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Prof. Aquarini Priyatna, PhD dalam web ketik.unpad.ac.id, perundungan adalah penggunaan kekuatan, koersi, atau ancaman untuk menganiaya, mendominasi secara agresif dan mengintimidasi. Perundungan dilakukan berulang dan mengimplikasi ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan sosial dan atau fisika.
Advertisement
Baca Juga
Masyarakat juga harus mengetahui tentang bermacam jenis perundungan dan aktivitas yang termasuk di dalamnya. Perundungan yang paling mudah dikenali yakni perundungan verbal misalnya mengejek, komentar seksual yang tidak diinginkan, pengancaman, dan menghina.
Lalu ada perundungan sosial yakni yang berkenaan dengan perundungan relasional dengan tujuan merusak reputasi seseorang, seperti mempermalukan dan memerintahkan peminggiran seseorang atau mengucilkan. Selanjutnya ada perundungan fisik contohnya memukul, menendang, meludahi, mendorong, mematahkan atau merusak sesuatu atau seseorang.
Seiring perkembangan zaman yang serba digital ini, kita juga sering menemukan jenis perundungan siber yang terjadi dalam bentuk kiriman email atau pesan teror, rumor, mem-publish hal-hal yang memalukan.
Biasanya kasus perundungan diikuti juga dengan pelecehan seksual dan kekerasan. Dampak yang sangat merugikan berada pada pihak korban. Akhir-akhir ini pemberitaan media massa juga tengah dipenuhi oleh kasus bullying yang berakibat fatal.
Misalnya bullying dan pelecehan seksual yang menimpa pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang mengakibatkan korban trauma dan dampak kesehatan mental lain. Kasus perundungan berujung kekerasan pada anak atau santri juga terjadi di sebuah pondok pesantren di Demak Jawa Tengah. Lalu yang terbaru adalah siswa Sekolah Dasar (SD) di Sleman bunuh diri karena tak kuat dirisak.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Program Anti-Bullying
Sebenarnya, berbagai kasus perundungan bisa terdeteksi asal ada keberanian dari korban untuk terbuka dan melaporkan kejadian yang menimpanya. Tetapi kendala untuk menguak kasus perundungan memang beragam sehingga perlu sebuah desain khusus untuk mengatasi aktivitas yang merugikan mental tersebut.
Gerakan anti perundungan harusnya menjadi prioritas seluruh elemen masyarakat. Masyarakat hendaknya mendapatkan sosialisasi tentang jenis dan bahaya perundungan bagi generasi muda. Jika ingin bangsa Indonesia sehat dan maju dalam pemikiran maupun tindakan maka semua elemen perlu bahu-membahu mengatasi perundungan.
Menjawab semua kegelisahan terkait perundungan, mulai tahun 2021 ini negara hadir melalui program anti perundungan dan kekerasan berbasis sekolah bagi siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat.
Negara melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi bekerja sama dengan UNICEF Indonesia tengah getol melaksanakan program anti perundungan yang lebih dikenal dengan sebutan program roots. Sebagai permulaan, sebanyak 1.800 an sekolah penggerak di Indonesia dirangkul untuk melaksanakan desain program anti perundungan berupa menciptakan kegiatan dan iklim yang sehat di antara teman sebaya.
Para siswa yang disebut agen perubahan diajak untuk melakukan kampanye anti-bullying melalui perilaku positif yang mereka tunjukkan sehari-hari baik secara luring maupun daring. Mendikbudristek RI, Nadiem Makarim dalam sambutan secara virtual saat pelaksanaan bimbingan teknis anti perundungan bagi ekosistem pendidikan yang dilaksanakan 9 Agustus hingga 4 September 2021, mengatakan bahwa peran guru sangat penting bagi terlaksananya program anti perundungan di sekolah.
"Komitmen dan semangat gotong royong Ibu dan Bapak (guru) sangat kami butuhkan untuk mewujudkan pendidikan bebas perundungan, bebas kekerasan dan intoleransi," ucap Nadiem.
Program anti perundungan berbasis sekolah ini juga merupakan salah satu wujud komitmen Kemdikbudristek yang tertuang melalui peraturan menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015.
Program roots pada ribuan sekolah penggerak di seluruh Indonesia ini akan dilaksanakan serentak mulai September hingga Desember 2021. Jika program ini sukses diimplementasikan maka seluruh sekolah di Indonesia bisa menggelar kegiatan serupa demi tercapai terwujudnya generasi sehat anti perundungan.
Berharap, program anti perundungan di sekolah ini menjadi sebuah titik fundamental yang akan menjadi virus perilaku positif bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Advertisement