Sukses

Efek Front dan Taifun Chanthu Disebut Jadi Biang Keladi Banjir di Sulawesi

Curah hujan ekstrem yang menyebabkan banjir di wilayah Sulawesi disebabkan efek Front dan Taifun Chanthu.

Liputan6.com, Bandung - Tim Variabilitas Iklim dan Awal Musim Pusat Riset Sains dan Teknologi Atmosfer, Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (TIVIAM PRSTA-ORPA BRIN), merilis analisis soal banjir yang terjadi di Sulawesi Utara 11 September 2021. Mereka menyebut banjir disebabkan karena efek Front dan Taifun Chanthu.

Peneliti Klimatologi TIVIAM PRSTA-ORPA BRIN Erma Yulihastin mengatakan, peningkatan intensitas hujan di Sulawesi Utara telah terjadi sejak 5 September 2021 karena efek pemanasan suhu permukaan laut (SPL) di Laut Maluku sebelah timur Sulawesi.

"Interaksi antara SPL yang menghangat dan angin monsun dari tenggara menimbulkan front hangat yang berperan dalam membentuk dan mengonsentrasikan awan-awan konvektif di Sulawesi, khususnya di bagian utara. Front adalah istilah yang menunjukkan pertemuan dua massa udara berbeda," ujar Erma kepada Liputan6.com, (14/9/2021).

Erma menjelaskan, pemicu lainnya adalah pembentukan dua siklon tropis Concon dan Chanthu di sekitar Filiphina, juga berperan dalam memperkuat sirkulasi angin tenggara yang melintas di atas Sulawesi.

Erma mengatakan dukungan kelembapan yang dihasilkan dari menghangatnya SPL dan penguatan angin menjadi faktor penyebab hujan turun secara kontinu sejak 8-11 September sehingga banjir yang meluas di Sulawesi utara.

"Potensi hujan persisten di Sulawesi selama September telah diprediksi sebelumnya oleh KAMAJAYA-PRSTA," kata Erma.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Waspada Banjir

Berdasarkan prediksi Satellite-based Disaster Early Warning System Pusat Riset Sains dan Teknologi Atmosfer (SADEWA-PRSTA) hujan di Sulawesi bagian utara dari Palu hingga Manado akan terjadi secara persisten pada 15 September 2021. Itu dikarenakan anomali penguatan angin baratan dari Kalimantan Timur yang dapat menghasilkan badai atau cuaca ekstrem.

"Masyarakat di wiilayah tersebut diharapkan meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi banjir dan longsor pada 2-3 hari mendatang," ungkap Erma.

Sebelumnya sejumlah wilayah di Sulawesi bagian utara, seperti Luwu dan Bolaang Mongondow terjadi rangkaian banjir sejak 11 September.

Banjir di wilayah tersebut terus meluas, menyebabkan 982 warga terdampak dan merendam lebih dari 800 hektar area persawahan dan tambak.Â