Sukses

Komisi II DPR Soroti Kasus Lahan di Rokan Hilir, Kapolda Riau Angkat Bicara

Kasus lahan di Rokan Hilir yang menyeret warga Rudianto Sianturi menjadi perhatian Komisi II DPR karena ada laporan penyidikan tidak sesuai prosedur.

Liputan6.com, Pekanbaru - Perkara lahan yang menyeret Rudianto Sianturi di Desa Air Hitam, Kecamatan Pujud, Rokan Hilir, menjadi perhatian Komisi II DPR. Isu penyidikan tidak berjalan prosedur hingga ada pengaruh mafia lahan menjadi penyebab anggota Senayan berkunjung ke Bumi Lancang Kuning.

Kepala Polda Riau Irjen Agung Setya Imam Effendi membantah ini di hadapan anggota Komisi II DPR. Dia menyatakan penanganan kasus Rudianto sudah berjalan dengan sesuai prosedur.

Agung menyebut perkara ini berjalan sesuai dengan alat bukti yang dikantongi penyidik Reserse Kriminal Polres Rokan Hilir. Hal ini juga menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) berkekuatan hukum tetap terhadap kasus yang sama.

"Kepolisian bertindak profesional dalam melakukan tugas penegakan hukum, selalu terbuka," kata Agung di Balai Serindit, Jalan Diponegoro, Pekanbaru, Senin, 13 September 2021.

Agung menerangkan, kasus ini sebelumnya menjerat mantan kepala desa di daerah itu, Zamzami. Nama ini sudah divonis bersalah oleh MA selama 6 tahun penjara karena menerbitkan surat keterangan tanah di lahan yang ternyata sudah ada pengelolanya.

Sesuai putusan MA, kasus ini dikembangkan penyidik lalu menjerat Rudianto sebagai pemohon atau penerima surat tanah kepada Zamzami.

Sebagai informasi, Zamzami memang pernah divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Rokan Hilir pada 20 Agustus 2020. Jaksa mengajukan kasasi ke MA dan dikabulkan pada 3 Februari 2021.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Pengelolaan di Luar HGU

Putusan kasasi itu bernomor 62 K/PID/2021 MA menyatakan Zamzami telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan hak.

Putusan MA inilah menjadi dasar penyidik menjerat Rudianto sebagai tersangka penggunaan surat palsu dan penggelapan hak atas tanah seluas 100 hektare.

Rudianto lantas ditahan penyidik. Langkah hukum untuk melawan penetapan tersangka dan penahanan sudah ditempuh oleh Rudianto dengan mengajukan gugatan praperadilan.

Gugatan praperadilannya ditolak oleh hakim tunggal PN Rohil, Aldar Valeri SH pada 25 Agustus 2021 lalu. Aldar dalam putusannya menyatakan bukti-bukti dan keterangan saksi yang diajukan pemohon tidak dapat diterima dan dikesampingkan.

"Penyidikan dilanjutkan sesuai perintah pengadilan ini," tegas Agung.

Dalam pertemuan tersebut, anggota Komisi II DPR RI menekankan adanya upaya pengukuran ulang hak guna usaha perusahaan (HGU). Tidak hanya di Rokan Hilir tapi seluruhnya.

Wakil Ketua Komisi II, Junimart Girsang meminta agar seluruh HGU di Provindi Riau diukur ulang karena diyakininya perusahaan banyak mengelola lahan di luar HGU yang dimiliki.

"BPN harus ukur ulang semua HGU perusahaan," ucap Junimart.

Soal biaya, tegas Junimart, pihaknya sebagai DPR yang akan mengesahkan. Yang penting, tegasnya, BPN mau mengukut ulang semua.

"Banyak perusahaan yang kelola di luar HGU," tegas politikus PDI Perjuangan tersebut.