Sukses

Polda Jabar Bongkar Kasus Jual Beli Sertifikat Vaksin Ilegal Tanpa Suntik

Sebanyak empat pelaku penyalahgunaan wewenang itu kini harus mendekap di balik jeruji besi.

Liputan6.com, Bandung - Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat mengungkap sindikat pembuatan dan penjualan sertifikat vaksin Covid-19 ilegal tanpa harus disuntik. Sebanyak empat pelaku penyalahgunaan wewenang itu kini harus mendekap di balik jeruji besi.

Keempat orang tersangka yang ditangkap Sub unit I dan V Dirkrimsus Polda Jabar yakni JR, IF, MY, dan HH.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar Kombes Erdi A. Chaniago mengungkapkan, awal pengungkapan kasus ini bermula dari patroli siber yang dilakukan Ditreskrimsus Polda Jabar di media sosial dua hari sebelum beredarnya NIK Presiden Joko Widodo di media sosial.

Pada kasus pertama, 26 Agustus, polisi berhasil menangkap tersangka JR. Dari tersangka, polisi menemukan akun Facebook bernama Jojo yang menawarkan jasa pembuatan sertifikat vaksin tanpa suntik vaksin.

"Pembuatan sertifikat vaksin ilegal tanpa suntik vaksin itu dihargai Rp100-200 ribu per sertifikatnya," ucap Erdi di Mapolda Jabar, Selasa (14/9/2021).

Dalam pengungkapan ini polisi menyita sembilan barang bukti sertifikat vaksin ilegal tanpa suntik vaksin.

Sementara, pada pengungkapan kasus kedua yakni pada 6 September 2021, polisi menangkap tiga tersangka yakni IF, MY dan HH. Modus yang dilakukan ketiganya serupa dengan JR, yakni menawarkan pembuatan sertifikat vaksin tanpa disuntik di media sosial.

Adapun para tersangka memungut biaya Rp300 per surat yang diterbitkan. Sampai saat ini, ketiga pelaku telah menerbitkan sertifikat vaksin ilegal sebanyak 26 kali.

Keuntungan yang didapat dari tersangka JR atas surat vaksin ilegal yang dikeluarkannya sebesar Rp1,8 Juta. Sedangkan dari tiga tersangka yakni IF, MY, dan HH sebesar Rp7,8 juta.

Pelaku JR dijerat pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 9 ayat (1) huruf C Undang-undang Ri No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, ancamannya 5 tahun penjara dan denda Rp. 2 miliar. Pasal 115 Jo Pasal 65 ayat (2) Undang-undang RI no.7 Tahun 2014 tentang perdagangan ancamannya 12 tahun penjara dan denda Rp.12 miliar.

Sedangkan tiga pelaku IF, MY, dan HH pasal 46 ayat (1) Jo Pasal 30 ayat (1) dan Pasal 51 Jo Pasal 35 UU RI no.19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang ITE dan Pasal 55 ayat 1 ke-1, 56 KUHPidana dengan hukuman penjara 12 tahun pidana.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Dua Mantan Relawan Vaksinasi

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar Kombes Arif Rachman menuturkan, keempat tersangka memiliki peran berbeda dalam kasus yang sama. Dua diantaranya merupakan eks relawan vaksin yakni JR dan IF, sedang MY dan HH merupakan pemasar yang menawarkan jasa pembuatan vaksin ilegal tersebut.

"Ini ilegal authorization atau penyalahgunaan wewenang aplikasi tersebut," ucapnya.

Arif menjelaskan, sertifikat vaksin ilegal ini dapat diterbitkan lantaran dua orang tersangka yang merupakan eks relawan vaksin itu memiliki akses dengan memasukan data pemesan saat proses vaksinasi.

"Karena tersangka ini dasarnya relawan saat vaksinasi sehingga memiliki akses. Beda kasus dengan ilegal akses kalau ini ilegal authority. Punya akses dan mencantumkan data palsu padahal belum divaksin," tuturnya.

Adapun setiap pemesan diminta membayar biaya sertifikat dengan nominal yang diatur para tersangka. Setelah pemesan memberikan data dan NIK, tersangka IF dan JR kemudian memasukkan data melalui website Primary Care.

"Pemesan akan mendapatkan sertifikat vaksin Covid-19 tanpa melakukan penyuntikan vaksin terlebih dahulu," kata Arif.

Kapolda Jabar Irjen Ahmad Dofiri menambahkan, sejumlah warga yang telah menggunakan jasa pembuat sertifikat vaksin ilegal, bakal turut dipanggil untuk penyelidikan.

"Yang kita sesalkan memang mereka ini sebelumnya dari relawan jadi mencederai relawan yang sebelumnya betul-betul menjadi relawan untuk kegiatan vaksinasi. Baik itu mereka yang menyalahgunakan dana yang menggunakan akan kita panggil," ujar Dofiri.