Sukses

Riuh Pemindahan Ibu Kota Negara pada Masa Pandemi, Setuju atau Tidak?

Gelombang komentar dari warga pun terus bergulir seiring terus berjalannya rencana pemindahan ibu kota dalam kondisi serba sulit sejak pandemi Covid-19 memorakporandakan seluruh sektor usaha masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 rupanya tidak menghentikan langkah pemerintah dalam melanjutkan rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari DKI Jakarta ke Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Saat ini persiapannya sudah mulai berjalan. Dimulai dari membuat skema pembangunan hingga sudah ada Rancangan Undang-Undang IKN. Hal ini diungkap Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, beberapa waktu lalu.

Beberapa hal yang telah dilakukan pemerintah yakni, menyelesaikan skema pembangunan IKN, menyiapkan RUU IKN, membangun jalan tol ke IKN (Tol Balikpapan-Samarinda), dan pemetaan aset-aset negara.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda, Herdiansyah Hamzah mengatakan, rencana pemindahan ibu kota masih sebatas pembangunan infrastruktur penunjang. Sementara, infrastruktur utama beserta anggarannya belum bisa dieksekusi karena terkendala belum adanya landasan hukum.

"Tidak boleh asap mendahului api. Sebelum undang-undang IKN itu dibuat, maka IKN tidak bisa berjalan. Karena IKN itu tidak boleh hanya bermodal inisiatif pemertintah, tapi harus berdasarkan persetujuan bersama dengan DPR melalui undang-undang," dia mengatakan kepada Liputan6.com, Rabu, 15 September 2021.

Pada masa pandemi Covid-19 ini, menurut Herdiansyah, urgensi pemindahan IKN semakin berkurang. Pasalnya, negara lebih membutuhkan dana penanganan pandemi Covid-19, dibanding lokasi baru sebagai ibu kota.

"Tidak ada yang lebih penting dari keselamatan rakyat saat ini. Justru yang mengherankan itu, ketika pemerintah tetap bersikeras melanjutkan proyek pemindahan IKN dimasa pandemi ini. Terlebih di saat dasar hukum pemindahannya melalui undang-undang, juga belum ada sama sekali. Bagaimana mungkin proyek pemindahan IKN itu dieksekusi tanpa undang-undang sebagai dasarnya?" dia menegaskan.

Gelombang komentar dari warga pun terus bergulir seiring terus berjalannya rencana pemindahan ibu kota dalam kondisi serba sulit sejak pandemi Covid-19 memorakporandakan seluruh sektor usaha masyarakat. Rakyat berharap saat ini uang negara bisa digunakan sepenuhnya untuk keperluan penting, salah satunya penanganan dampak pandemi Covid-19.

Meski pemerintah berkilah bahwa pemindahan ibu kota negara ini bisa ditangani melalui investasi, tetapi ada beberapa poin yang akhirnya menjadi tanda tanya besar mengenai sumber investasi megaproyek ini.

 

Simak video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Uangnya dari mana?

Pakar kebijakan publik Riant Nugroho mengatakan masalah bujet ini yang masih perlu dipertanyakan lebih lanjut. Pertama, mengenai investasi swasta.

"Investasi swasta itu di mananya? Swasta kan kalau membangun pasti di commercial side. Namun, ini kan yang harus dibangun terlebih dahulu itu goverment side. Jadi ini dari mana?" ujar Riant.

Kedua, dia melanjutkan, ada juga rencana sewa gedung pemerintah di Jakarta. Namun, lagi-lagi sumber ini belum ada kepastian. Pasalnya, di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih ini, maka para pelaku bisnis lebih memilih berkonsolidasi dibandingkan melakukan ekspansi bisnis.

"Jika gedung pemerintah di Jakarta disewa untuk private business, siapa yang akan sewa? Ekonomi itu diperkirakan pulih pada 2026, sekarang pelaku bisnis melakukan konsolidasi, ekspansi akan dibatasi," dia menjelaskan.

"Ada lagi rencana menggandeng orang kaya Asia, pangeran-pangeran Timur Tengah, tapi ini bentuknya apa, apa surat utang atau apa?" Riant menambahkan.

Selain asal anggaran yang belum pasti, urgensi pemindahan ibu kota pun kian luntur. Atau setidaknya, anggaran yang dibutuhkan dalam proyek pemindahan ibu kota ini bisa ditekan seminimal mungkin.

Banyak pelajaran yang bisa diambil dari pandemi Covid-19, salah satunya adalah mengenai pembiasaan Work from Home (WFH) untuk menghindari kerumunan di tempat kerja. Belajar dari itu, Riant menjelaskan, perekrutan ASN pemerintah pusat bisa dilakukan dari mana saja. Hal ini sejalan dengan tujuan pemindahan pusat pemerintahan untuk mengurangi penumpukan manusia di Jakarta.

"Setelah kita masuk dalam dunia digital, maka bekerja bisa dari jarak jauh. Presiden bisa saja ke sana, tapi stafnya dari mana saja, bisa dari Bali, Papua, sehingga gedung-gedung yang dibangun bisa dikurangi," katanya.

3 dari 3 halaman

Isu Besar Perlu Dukungan Besar

Menurut Riant, riuhnya komentar masyarakat terhadap megaproyek ini karena belum berjalannya demokrasi yang sebenar-benarnya di dalam negeri ini.

"Demokrasi di Indonesia itu, saat pemilu saja. Seteleh pemerintahan terbentuk, demokrasi berjalan formal saja, bukan substansial. Laporan pertanggungjawaban hanya formalitas, tetapi ruang dialog itu tidak ada. Kalau pemerintah punya keinginan, kan masyarakat hanya menurut," ujar dia.

Ketika pemerintah memiliki kebijakan ekonomi yang dampaknya besar, Riant melanjutkan, maka diperlukan dengar pendapat dari seluruh pihak mengenai kelebihan dan kekurangan dari proyek ini.

"Seperti pada periode pemerintahan pertama Presiden Jokowi ada rembuknas, kita mengumpulkan pakar-pakar, FGD besar-besaran, sekarang kan bisa virtual. Merangkul semua putra putri bangsa karena kan harus dihormati pemikirannya. Untuk mencari mufakat, jagan mufakat dulu baru musyarawah," dia menjelaskan.

Riant menilai saat ini kondisinya darurat, jadi segala urusan yang membutuhkan uang negara perlu dipikirkan secara matang. Isu-isu besar, dia melanjutkan, diperlukan rembuknas supaya menghasilkan manfaat yang optimal bagi negara.

"Pembangunan ibu kota baru ini berkelanjutan dengan pemerintah selanjutnya, bisa 50 tahun. Nah, pemerintah berikutnya bagaimana, mau enggak di sana?" dia mengingatkan.

Rembuknas ini, kata Riant, bukanlah untuk mencari solusi, karena solusi itu merupakan kewenangan pemerintah. Namun, setidaknya melalui penyampaian pendapat ini didapatkan hasil kualitatif.

"Nanti hasil rembuknas ini disampaikan wakil publik di depan dewan," kata dia.

Tujuan rembuknas ini bukan untuk menolak rencana pemerintah, dalam hal ini pemindahan ibu kota. Namun, dengan adanya ruang dialog yang disiapkan pemerintah maka mewujudkan pemerintahan yang demokrasi deliberasi. Dengan begitu, maka presiden bisa dibantengi dari tekanan pihak-pihak lain.

"Supaya jika ternyata IKN dipaksa sejumlah oknum sehingga pemerintah tersusutkan, maka hasil rembuknas ini bisa melepaskan pemerintah dari tekanan pihak-pihak tertentu. Nanti, apa yang sudah diingatkan oleh publik, tetapi pemerintah tetap menjalankan dan ternyata merugikan negara ke depannya, maka bisa diusut ke tindak korupsi," dia menandaskan.