Sukses

Jurus Jitu Mengurai Sampah Organik dengan Budi Daya Maggot

Selain membantu ekonomi warga menghasilkan cuan rupiah dari olah pakan ternak alternatif, suntikan program CSR Pertamina Geothermal Energy (PGE) itu, terbukti jitu mengatasi persoalan sampah organik rumah tangga dan menjaga kelestarian lingkungan.

Liputan6.com, Tasikmalaya Sampah organik yang kerap menjadi masalah bagi warga, ternyata menjadi berkah bagi Dani, dan anggota kelompok Motekar, di Kecamatan Kadipaten Tasikmalaya, Jawa Barat lainnya, melalui Budi Daya Maggot dan Azola (BuMala).

Selain membantu warga menghasilkan cuan dari olah pakan ternak alternatif yang menjanjikan, suntikan program Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina Geothermal Energy (PGE) itu, terbukti jitu mengatasi persoalan sampah organik rumah tangga dan sampah organik lainnya di wilayah itu.

"Prosesnya juga tidak lama, 12-15 hari sudah bisa dipanen," ujar Dani mengawali pembicaraan mengenai manfaat budi daya maggot dan azolla di kampung halamannya, beberapa waktu lalu.

Maggot merupakan larva lalat Black Soldier Fly (BSF) yang kaya nutrisi, cukup potensial dalam meningkatkan produktivitas peternakan dan perikanan. Selain singkat dalam budi daya, maggot juga mampu diolah menjadi tepung (mag meal), untuk pakan ternak, sehingga bisa menekan biaya pemeliharaan.

Menurutnya, budi daya maggot cukup efektif dalam mengurai sampah organik tanpa campuran kimia. Ragam sampah organik yang berasal dari rumah tangga, termasuk lingkungan sekitar, bisa diurai dengan singkat tanpa menimbulkan bau yang menyengat.

"Awalnya kami mendapatkan bantuan dari program (CSR Pertamina) dikasih per pupa sebanyak 500 gram dan telurnya 1 gram,” kata dia.

Dalam prakteknya, selain murah karena tidak memerlukan teknologi canggih dan modal secukupnya, lahan yang digunakan bisa disesuaikan tanpa syarat.

"Pengawasannya pun terbilang mudah, sebab dengan sendirinya maggot akan menguraikan sampah," kata dia.

Dari sekitar 15 ribu larva Black Soldier Fly (BSF) atau istilah lain "lalat tentara hitam", mampu menghabiskan atau mengurai sekitar dua kilogram limbah organik hanya dalam waktu 24 jam.

"Mau sampah sisa makanan, sayuran, buah-buahan atau sisa limbah peternakan bisa digunakan sebagai media," ujar dia merinci fungsi maggot dalam mengurai ragam sampah.

Anggota kelompok, ujar dia, tinggal mengumpulkan sampah organik untuk selanjutnya dimasukkan dalam sebuah kotak yang telah disediakan sebagai media pengurai yang akan digunakan maggot.

"Kelompok kami jelas terbantu dengan bantuan CSR Pertamina Karaha ini, selain mudah juga menghasilkan mata pencaharian baru terutama saat sulit seperti saat ini akibat corona (Covid-19)," ujarnya.

Hasilnya dalam kurun waktu setahun, modal awal dari bantuan itu tumbuh menjadi lahan bisnis menjanjikan, dengan sejumlah produk peternakan seperti telur itik dan telur puyuh yang dihasilkan saat ini.

"Rencana dalam waktu dekat saya akan mencoba ke lele, sebab saat pertama kali mencoba hasilnya memuskan," kata dia.

Saat itu, dalam kurun waktu 12 hari, ratusan ekor bibit ikan lele sebesar jari tangan yang ia besarkan dalam media terpal buatan, mampu berkembang pesat hingga sebesar pergelangan tangan.

"Kalau normal itu untuk mendapatkan ukuran sebesar pergelangan tangan bisa sampai 2 bulan (60 hari),” kata dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak video pilihan berikut ini:

2 dari 4 halaman

Proses Budi Daya Maggot

Dani menyatakan, proses pengembangbiakkan ulat manggot terbilang singkat. Diawali perkawinan sepasang Black Soldier Fly (BSF) dihasilkan ratusan telur hasil persilangan, kemudian disimpan dalam sebuah kasa atau kapas yang telah disediakan.

"Biasanya umur telur sekitar sekitar 3-4 hari harus segera dipindahkan," kata dia.

Kemudian, telur diberi media dedak sebagai media tumbuh hingga menjadi larva, untuk selanjutnya berkembang menjadi maggot sampai melangsungkan perkawinan.

"Umur jantan itu hanya dua jam setelah menjadi lalat langsung mati, sementara betina bisa sampai lima jam setelah bertelur baru mati, dan begitu selanjutnya," papar dia.

Dani menyatakan dalam sekali reproduksi, seekor betina BSF mampu menghasilkan hingga 600 telur, atau hanya sekitar 20 ekor lalat super betina agar menghasilkan 10 ribu larva, sebagai batas minuman untuk mengurai sampai menjadi pupuk organik.

"Alhamdulillah dengan maggot bisa menghemat (pakan) hingga 30 persen, sementara untuk unggas pertumbuhannya lebih cepat daripada menggunakan full pelet," papar dia.

Saat ini, rata-rata harga ulat manggot berkisar di angka Rp 50 ribu per kilo, sehingga dalam sebulan peternak bisa menghasilkan jutaan rupiah, sesuai luasan budi daya yang dikembangkan.

"Kalau sehari sekilo saja Rp 50 ribu, kalikan 30 hari bisa menghasilkan Rp 1,5 juta tergantung kebutuhan," kata dia.

Area Manager PGE Karaha Andi Joko Nugroho mengatakan, program budi daya Maggot dan Azolla ini merupakan lanjutan dari program Jalipesah (Penghijauan Lingkungan dan Pengelolaan Sampah) yang sudah menjadi grand desain kegiatan CSR PGE Area Karaha.

"Program ini merupakan solusi terhadap pemasalahan sampah rumah tangga yang selalu menjadi kendala lingkungan," dia menambahkan.

Selain maggot, PGE Area Karaha juga mendorong para petani sekitar kelompok Motekar, untuk megembangkan tanaman air azolla. Tanaman hijau berbentuk daun sepanjang 1,5–2,5 cm ini, diketahui mampu menekan penggunaan pupuk urea sampai dengan 65 kg/ha.

Selain sebagai bahan dasar pupuk kompos, tanaman azolla juga bisa digunakan sebagai pakan ikan serta pakan ternak dengan kandungan protein 23 – 30 persen, serta asam amino esensial yang berfungsi dalam pertumbuhan.

3 dari 4 halaman

Energi Terbarukan Ramah Lingkungan

Andi menambahkan saat ini persepsi masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan mulai tumbuh. Hal itu berbanding lurus dengan energi terbarukan panas bumi yang dihasilkan perusahaan, tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan sekitar.

"Karena ini energi masa depan, dampak ke ke lingkungan bisa dikatalan tidak ada," ujar dia.

Saat ini, potensi gethermal Indonesia terbilang melimpah dengan banyaknya cadangan yang ditemukan, sehingga dibutuhkan dukungan masyarakat dan semua pihak pemangku kebijakan, untuk mengotimalkan pengembangan sektor energi geothermal.

"Makanya kami harapkan dukungan dari opini publik yang dibangun dari kawan jurnalis, termasuk edukasi yang diberikan semuanya support," kata dia.

Andi menyatakan saat ini penggunaan potensi panas bumi Indonesia masih terbilang kecil dan masih kalah jauh dibanding Amerika, yang sudah lama beralih menggunakan energi terbarukan dari panas bumi.

"Kita berharap kedepannya bisa menjadi nomor satu di sisi geothermal di atas Amerika, otomatis industri dan keenomian Indonesia akan meningkat," harap dia dengan bangga.

Saat ini kapasitas energi yang dihasilkan PGE Area Karaha dalam tiga tahun pertama sejak produksi, masih berkisar di angka 30 MW (megawaat).

"Nanti dimonitor lagi kami akan lakukan studi lagi, hasilnya apakah kami akan kembangkan lagi untuk penambahan kapasitas berapa MW lagi (yang dihasilkan), sementara 30 MW ini kami akan maintenance (pemeliharaan)," kata dia.

4 dari 4 halaman

Sekilas PGE Area Karaha

Berada di perbatasan dua kabupaten Garut dan Tasikmalaya, Jawa Barat, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Karaha Unit I milik PGE memiliki peran penting dalam menyuplai energi listrik Jawa, Madura, dan Bali. Khusus Garut-Tasik, total sekitar 33 ribu lebih rumah telah menikmati pasokan area Karaha.

Terhitung sejak pertama kali berproduksi 6 April 2018 lalu, saat ini kapasitas yang dimiliki telah mencapai 30 MW. Capaian ini merupakan realisasi dari program 35.000 MW yang dicanangkan pemerintah, yang difokuskan untuk meningkatkan keandalan sistem transmisi Jawa-Bali dengan tambahan suplai listrik sebesar 227 Gigawatt hour (GWh) per tahun.

Dalam pembangunannya, PLTP Karaha Unit I merupakan proyek terlengkap, sebab pengerjaan PGE mengerjakan sendiri mulai dari sub-surface, eksplorasi, pemipaan, powerplant hingga tower transmisi listrik sepanjang 25 KM.

Sebagai wujud kepedulian terhadap pemberdayaan masyarakat yang berada di ring 1 daerah operasi, PGE Area Karaha juga telah meluncurkan bantuan Corporate Social Resposibility (CSR) dalam bentuk Program Ecovillage. 

Sepanjang tahun 2021 CSR PGE Karaha fokus pada program pemberdayaan masyarakat yang diharapkan mampu mewujudkan pengembangan sumber daya manusia, sekaligus penguatan ekonomi usaha kecil dan menengah bagi masyarakat di ring 1 PGE Area Karaha dengan mengoptimalkan potensi sumber daya lokal sebaik mungkin.

Sementara secara umum, perencanaan strategis program community development perusahaan dikhususkan pada beberapa pilar; (1) Petamina Cerdas, (2) Pertamina Sehat; (3) Pertamina Hijau; (4) Pertamina Berdikari. Khusus Program Pertamina Berdikari dan Pertamina Hijau, PGE Karaha meluncurkan Program BuMaLa.