Sukses

Kadinkes Meranti Misri Hastanto 'Main Gila', Alat Rapid Tes Gratis Dijual Ratusan Ribu

Sebanyak 3.000 alat rapid tes Covid-19 yang seharusnya diberikan kepada warga secara gratis, dijual seharga Rp150 ribu per buah.

Liputan6.com, Pekanbaru - Kepala Dinas Kesehatan Kepulauan Meranti Misri Hastanto, terpaksa menjalani hari-harinya di penjara Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau. Pria 52 tahun itu terjerat penyelewengan alat rapid tes antibodi Covid-19 yang merupakan hibah dari negara.

Kepala Polda Riau Irjen Agung Setya Imam Effendi menjelaskan, penyidik menjerat tersangka dengan pasal berlapis. Pertama Pasal 9 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Yang kedua adalah Pasal huruf a UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Tipikor.

"Hukuman paling lama hingga 7 tahun dan denda paling banyak Rp350 juta," kata Agung didampingi Kabid Humas Komisaris Besar Sunarto dan Direktur Reskrimsus Komisaris Besar Ferry Irawan, Senin pagi, 20 September 2021.

Agung menyatakan kasus ini tak berhenti pada satu tersangka saja. Penyidikan terus digulirkan untuk menelusuri keterlibatan pihak lain di dinas tersebut.

"Tentu kita akan dalami lagi kasusnya," tegas Agung.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Komersialisasi Rapid Tes

Agung menjelaskan, penyelewengan alat rapid tes antibodi terungkap setelah Polda Riau mendapat informasi yang diterima oleh tersangka sebagai kepala dinas disalahgunakan.

Seharusnya rapid tes ini diperuntukkan secara gratis, namun diduga dikomersilkan atau dijual oleh tersangka dengan nilai Rp150 ribu bahkan lebih untuk setiap satu alatnya.

"Ada 3.000 alat yang diberikan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) ke yang bersangkutan diduga diselewengkan," kata Agung.

Untuk menutupi perbuatannya, lanjut Agung, tersangka membuat laporan palsu terkait pengalokasian alat rapid tes antibodi. Hal ini dilakukan tersangka mulai September 2020 lalu.

"Kemudian ada juga temuan alat rapid tes dari negara itu berada di klinik milik tersangka," tegas Agung.