Sukses

Catatan Kecil Venzha Christ Jalani Simulasi Hidup di Planet Mars (Bagian VII)

Venzha Christ mencatat ada sejumlah perbedaan signifikan di antara simulasi yang dilakukan di MDRS dan Shirase.

Liputan6.com, Yogyakarta- Sebagai orang pertama dan satu-satunya di Indonesia yang menjalani pelatihan simulasi hidup di Mars, Venzha Christ memandang pelatihan Mars Desert Research Station (MDRS) dan Simulation of Human Isolation Research for Antarctica-based Space Engineering (Shirase) adalah dua hal yang berkelanjutan.  Dalam MDRS di Utah, USA pada 2018, Venzha Christ menjalani simulasi hidup di Mars. Artinya, ia dan bersama dengan rekan se-tim lainnya seolah-olah sudah mendarat di Mars.

Sementara, di kapal besar pemecah es Jepang Shirase pada 2019, Venzha Christ bersama dengan rekan se-timnya menjalani simulasi perjalanan atau on the way ke Mars dan seolah-olah berada di dalam pesawat ruang angkasa.

Meskipun demikian, Venzha Christ mencatat ada sejumlah perbedaan signifikan di antara simulasi yang dilakukan di MDRS dan Shirase.

1. Perbedaan infrastruktur dan tools

Dalam MDRS, ada laboratorium penelitian yang berdiri sendiri selain bangunan utama (hub),  tempat untuk menanam tanaman sebagai bahan konsumsi sehari-hari serta penelitian untuk observasi fotosintensis, serta observatorium untuk observasi langit, bangunan penghasil energi listrik serta gas, bangunan untuk observasi cuaca, dan RAM atau bangunan yang digunakan untuk pemeliharaan serta perawatan peralatan.

Setiap bangunan dalam MDRS dihubungkan dengan terowongan khusus dan tertutup, sehingga kru tidak perlu selalu menggunakan pakaian pelindung luar angkasa extravehicular activity (EVA) ketika berpindah dari bangunan satu ke bangunan lainnya. Namun, hal ini tidak berlaku ke semua bangunan, misal dari hub ke RAM tidak ada terowongannya.

Foto dokumentasi dari team NHK Jepang, TEAM ASIA, Crew 191 MDRS (Mars Desert Research Station) 2018, Mars Society, Utah, USA

Sementara, pengalaman Venzha Christ di dalam kapal Shirase yang disimulasikan sebagai pesawat ruang angkasa tidak membutuhkan peralatan seperti di MDRS. Sama-sama kompleks, namun fungsinya berbeda.  Misal, sistem mesin untuk menstabilkan suhu atau temperatur, sistem mesin untuk penghasil energi, baik untuk energi panas maupun energi pembuangan (tenaga), sistem mesin untuk menstabilkan tekanan di dalam pesawat, sistem sanitasi untuk meminimalkan residu dari manusia (kru) supaya bisa diproses kembali.

 

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Space Suit dan Wahana Antariksa

2. Space suit (baju pelindung luar angkasa)

Space suit yang digunakan di MDRS dan Shirase berbeda. Space suit di MDRS lebih kompleks karena tekanan, radiasi, dan temperatur di Mars sangat berbahaya bagi tubuh dan metabolisme manusia.

Bahan yang digunakan untuk space suit di MDRS lebih tebal, perangkat di dalam space suit seperti peralatan dan tabung oksigen lebih banyak dan lengkap.

Dalam simulasi di Shirase, Venzha Christ juga mengenakan space suit extravehicular activity (EVA) namun bahan yang digunakan berbeda dengan simulasi MDRS. Alasannya,  space suit yang digunakan di dalam simulasi pesawat ruang angkasa ini hanya untuk menahan suhu dan tekanan.

Peralatan yang dibawa dalam setiap misi EVA Shirase disesuaikan dengan misi dan tugas masing-masing.

3. Wahana antariksa

Setiap misi EVA di MDRS menggunakan rover (kendaraan roda empat atau sejenis space car) untuk mengangkut manusia dan alat-alat. Biasanya, rover dikendalikan satu sampai dua orang.

Dalam setiap misi EVA tidak diperbolehkan bertugas seorang diri, minimal tiga orang. Sebab, protokolnya mengutamakan keselamatan jiwa.

Dalam Shirase, diperbolehkan setiap misi EVA dikerjakan dua orang dan tidak diperlukan wahana lain (rover).

 

 

 

3 dari 3 halaman

Protokol Komunikasi

4. Protokol komunikasi

Protokol komunikasi dalam simulasi MDRS dan Shirase serupa. Setiap kru harus membawa alat komunikasi radio ke mana pun mereka bergerak. Tujuannya, untuk merekam aktivitas kru yang akan dilaporkan kru yang bertindak sebagai jurnalis kepada stasiun pengendali yang ada di bumi.

Dalam simulasi MDRS, protokol komunikasi dibagi menjadi tiga, yakni komunikasi antar kru di dalam hub, komunikasi antar kru di bangunan yang berbeda, dan komunikasi antar kru saat misi ke luar (EVA).

Bahasa yang digunakan dalam misi EVA ada dua, yaitu bahasa isyarat dan bahasa komunikasi radio.  Bahasa isyarat bisa dipergunakan ketika salah satu kru berada di darat dan kru lain di rover. Pakaian pelindung luar angkasa yang mereka kenakan sangat berat dan tidak mungkin bergerak dengan leluasa.

Di sini lah fungsi bahasa isyarat diperlukan, seperti saat memberi aba-aba kepada kru yang mengendalikan rover sehingga rover tetap bisa bergerak di jalur yang aman.

Foto dokumentasi dari team NHK Jepang, TEAM ASIA, Crew 191 MDRS (Mars Desert Research Station) 2018, Mars Society, Utah, USA

5. Teknis ruang dan waktu

Durasi rotasi Planet Mars hampir sama dengan rotasi Planet Bumi. Namun, istilah yang digunakan untuk menghitung waktu di Mars bukan hari, melainkan sol (durasi hari di Mars sedikit lebih panjang ketimbang di Planet Bumi, ekuivalen dengan 1,027 durasi hari di Planet Bumi). Para kru pun bisa merasakan perubahan waktu siang dan malam serta perubahan temperatur.

Sedangkan dalam simulasi Shirase, dilatih untuk tidak memiliki orientasi pada ruang dan waktu bumi.  Mengingat ini adalah simulasi dalam sebuah pesawat ruang angkasa, maka waktu yang digunakan bukan 24 jam waktu bumi berputar, melainkan jam yang terus berputar dengan tiga kali bagian atau shift. Satu shift terdiri dari 24 jam dan kru mendapat jatah waktu istirahat delapan jam.

SIM adalah istilah yang digunakan untuk melatih kru untuk menandai waktu sekitar 24 jam sesuai dengan kebiasaan manusia di bumi. SIM tidak tergantung dengan perputaran matahari sebagai penanda siang dan malam, sebab tidak ada istilah malam (gelap) atau siang (terang) di dalam pesawat ruang angkasa.

Â