Liputan6.com, Kendari - Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sulawesi Tenggara, Marsono, mengalami luka lebam usai polisi mengeroyok secara tiba-tiba saat demonstrasi peringatan dua tahun mahasiswa tewas di Kendari, Senin (27/9/2021). Korban dikeroyok di lokasi demonstrasi di perempatan Polda Sulawesi Tenggara.
Diketahui, gabungan mahasiswa Universitas Halu Oleo dan Universitas Muhammadiyah Kendari, menggelar demonstrasi peringatan dua tahun tewasnya Randi-Yusuf di Kendari. Keduanya tewas tertembak saat memprotes RUU KUHP-RUU KPK yang dianggap kontroversial, 26 september 2019.
Pantauan Liputan6.com di lokasi kejadian, awalnya terjadi aksi melempar batu yang dilakukan mahasiswa ke arah polisi yang berjaga. Marsono berdiri tak begitu jauh dari polisi yang mengawal demonstrasi soal dua mahasiswa tewas di Kendari.
Advertisement
Baca Juga
Menggunakan jaket dan baju kaus berwarna hitam, Marsono maju ke depan, berusaha menenangkan rekan-rekannya. Tiba-tiba, seorang intel yang menyamar, berlari dari arah samping lalu membekap Marsono dari arah belakang.
Melihat Marsono tertangkap, sejumlah polisi lainnya, ikut memukul dan menganiaya Marsono di lokasi kejadian. Tidak hanya itu, Marsono sempat dipukul pentungan.
Hal ini disampaikan Marsono saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon seluler. Dia membenarkan, saat itu ia hendak menenangkan rekan-rekannya yang terlibat melempar batu ke arah polisi. Namun, dia menganggap polisi sudah bertindak brutal dan tidak membedakan mana yang berbuat anarkis dan bukan.
"Saya bingung, padahal berusaha agar rekan-rekan saya tenang, namun ternyata dipukul," ujar Marsono.
Dia menjelaskan, polisi sempat memukulnya berkali-kali. Setelah dipukul, dia digiring ke dalam ruang Propam Polda Sultra. Kemudian, setelah itu dia diperiksa, polisi melepas pulang kembali ke arah demonstran yang masih memadati perempatan Polda Sultra hingga pukul 17.00 Wita.
Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara, Kombes Pol Ferry Walintukan, menolak polisi dianggap menangkap mahasiswa. Menurutnya, polisi mengamankan Marsono agar tak terkena lemparan.
"Setelah itu dilepas pulang, kalau dia merasa dipukul ya lapor saja. Harus ada bukti kalau ada pemukulan, kita proses hukum kalau dipukul," ujarnya.
Soal dua orang mahasiswa tewas di Kendari, Ferry menambahkan, polisi objektif menangani kasus. Namun, masalahnya adalah tak ada autopsi terhadap kematian Yusuf sehingga menyebabkan kasus sampai saat ini masih belum selesai.
Â
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Polisi dan Mahasiswa Bentrok
Polisi dan mahasiswa terlibat bentrok di perempatan Polda Sultra saat demonstrasi mengusut tuntas tewasnya Randi-Yusuf, Senin (27/9/2021). Bentrokan berawal ketika sejumlah mahasiswa asal Fakultas Teknik UHO, selesai melakukan orasi.
Mereka kemudian memutuskan mundur dan pulang kembali ke kampus. Saat itu, masih ada ratusan mahasiswa yang belum pulang dan bertahan di lokasi.
Kemudian, beberapa mahasiswa memulai melemparkan batu ke arah polisi yang berjaga. Mereka tidak puas setelah polisi menyatakan, masih mencari tahu penyebab kasus tewasnya Yusuf Qardawi. Aksi mereka kemudian dibalas gas air mata.
Bentrokan ini, terjadi sejak pukul 14.30 Wita hingga pukul 16.30 Wita. Sejumlah mahasiswa, terkena gas air mata dan ditangkap pihak kepolisian.
Direskrimum Polda Sulawesi Tenggara Kombes Pol Bambang Wijanarko menyatakan, saat ini kasus Yusuf Qardawi terhambat proses pengungkapannya karena alasan teknis. Menurutnya, orangtua dan keluarga Yusuf Qardawi menolak saat pihak medis ingin membongkar makam saat akan melakukan autopsi.
"Polisi pernah meminta izin, namun orang tua dan keluarga Yusuf tidak mau. Mereka meminta kepastian ketika kami melakukan autopsi, lalu menemukan pembunuh Yusuf," ujarnya.
Advertisement