Liputan6.com, Makassar - Kasus sengketa lahan antara PT Semen Bosowa Maros dan Ir Rusmanto Mansyur Effendi terus berlanjut. Saat ini, persidangan sudah memasuki tahap penyampaian kesimpulan yang digelar pada Kamis (30/9/2021).
Kuasa hukum Rusmanto Mansyur Effendi, Burhan Kamma Marausa menyebutkan bahwa dalam kasus sengketa lahan ini, sangat jelas bahwa PT Semen Bosowa Maros bukanlah pemilik sah lahan tersebut. Apalagi dari 24 bukti persuratan yang diajukan tidak ada sama sekali yang menerangkan bahwa lahan itu adalah kepemilikan PT Semen Bosowa Maros.
"Pada persidangan dan pemeriksaan bukti surat, tidak satupun bukti surat dari 24 surat yang diajukan PT Semen Bosowa Maros memiliki keterkaitan dengan objek sengketa atau yang digugatnya" terang Burhan yang ditemui usai persidangan, Kamis (30/9/2021).
Advertisement
Baca Juga
Burhan juga menyebutkan ada beberapa fakta hukum yang menguatkan bahwa lahan itu jelas adalah milik kliennya, Rusmanto. Salah satunya adalah, bukti bahwa sertifikat hak milik atas lahan seluas 5,2 hektare itu atas nama Rusmanto.
"Ada beberapa fakta hukum yang mendukung hal itu. Bahwa objek yang sengketa ini, penggugat PT Semen Bosowa Maros tidak memiliki legalitas hak, itu berdasarkan UU Pokok Agraria Nomor 16 yang menyatakan untuk sebuah kepemilikan tanah itu dibuktikan sertifikat milik sementara klien kami, Rusmanto memiliki sertifikat itu," jelasnya.
Tidak hanya itu, lanjut Burhan, dari hasil investigasi lapangan yang telah dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Barru menyebutkan bahwa batas-batas tanah dalam sertifikat yang dimiliki Rusmanto sama dengan yang ada di lokasi. Bahkan dalam surat keterangan pendaftaran tanah (SKPT), hingga saat ini yang tertera masih atas nama Rusmanto Mansyur Effendi.
"Di SKPT itu sangat jelas bahwa yang tertulis disitu masih nama Rusmanto dan itu dikuatkan dengan bukti surat di persidangan oleh pihak BPN Barru. Secara hukum kita sudah bisa melihat dan menjelaskan bahwa objek sengketa adalah hak milik klien kami, bukan hak milik PT Semen Bosowa Maros," tukasnya.
Dalam perjalanannya, pihak PT Semen Bosowa Maros menghadirkan sedikitnya tiga orang saksi dalam beberapakali persidangan. Anehnya ketiga saksi yang notabene pejabat pemerintah Desa dan Camat hingga Sekcam saat itu bahkan tak tahu persis dimana lokasi lahan yang tengah menjadi sengketa antara PT Semen Bosowa Maros dan Rusmanto.
"Ketiganya dalam persidangan menyatakan tidak pernah ke lokasi objek sengketa dan mereka tidak mengetahui batas-batas objek sengketa secara sempurna padahal jelas ketiganya adalah Kades, Camat dan Sekcam saat itu," ucap Burhan.
Yang lebih aneh lagi, ucap Burhan, saat peninjauan lapangan, pihak PT Semen Bosowa Maros bahkan tidak hadir. Yang lebih anehnya lagi, kuasa hukum PT Semen Bosowa Maros yang mewakili kliennya itu bahkan tak bisa menjelaskan secara rinci dimana lokasi lahan yang tengah menjadi objek sengketa.
"Pada saat kita peninjauan lapangan PT Semen Bosowa Maros selaku penggugat tidak hadir untuk menunjuk batas batas mana sebenarnya tanahnya itu. Hanya ditunjuk oleh kuasa hukumnya pantaslah kalau tidak sesuai. Tapi kok kuasa hukum tidak mengetahui tanah sebenarnya," ucapnya.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Menuntut Ganti Rugi
Burhan pun memastikan bahwa pihaknya akan melakukan rekompensi. Pasalnya lahan milik kliennya itu mengalami kerugian besar setelah 9 tahun dikuasai oleh PT Semen Bosowa Maros.
"Perlu diketahui bahwa lahan itu dulunya adalah empang. Dimana lahan itu kan berarti produktif yang bisa sebulan itu tiga sampai empat kali panen," ucap Burhan.
Burhan pun mengajukan ganti rugi sebesar Rp19 miliar kepada pihak PT Semen Bosowa Maros dalam rekompensinya atas kerugian yang dialami kliennya selama 9 tahun PT Semen Bosowa Maros menguasai lahan itu.
"Hitungan itu berdasarkan kerugian materil yang dialami klien kami selama 9 tahun. Hitungannya itu berdasarkan keterangan saksi yang kami hadirkan beberapa waktu lalu," jelas dia.
Menurut Burhan, hitungan kerugian kliennya ini pun merupakan hitungan terendah, karena lokasi lahan milik Rusmanto berada dekat dengan laut. Perlu diketahui, empang yang berada dekat laut itu tentu lebih produktif.
"Jadi itu adalah hitungan kalau empangnya berada jauh dari laut ya. Hanya bisa 3 kali panen dalam sebulan. Lokasi klien kami kan dekat laut, dan berdasarkan keterangan saksi empang yang dekat dengan laut itu lebih produktif," jelasnya.
Burhan pun berharap dalam sidang terakhir yang diagendakan pada Kamis 14 Oktober 2021 mendatang, majelis hakim dapat menolak secara penuh gugatan PT Semen Bosowa Maros. Apalagi, menurut dia, dalam kasus ini PT Semen Bosowa Maros sangat jelas tidak memiliki legalitas yang sah atas lahan tersebut.
"Harapan saya sangat layak berdasarkan fakta hukum dan fakta persidangan sangat layak gugatan penggugat itu ditolak," ucapnya.
Advertisement
Penjelasan PT Semen Bosowa Maros
Terpisah, Kepala Divisi Hukum PT Semen Bosowa Maros, Muhammad Rusli mengaku tetap optimis pihaknya akan memenangkan kasus sengketa lahan ini. Dia juga memastikan bahwa klau pun kalah, pihaknya akan melakukan banding.
"Kami masih optimis menang. Dan satu hal yang pasti, siapapun nanti yang kalah maka akan banding. Dan proses sengketa lahan ini pasti masih akan lama bisa saja saya sudah pensiun baru kelar,” kata Rusli sambil tertawa.
Keyakinan PT Semen Bosowa Maros memenangkan sengketa lahan ini berkiblat dari kemenangan Andi Norma dalam kasus sengketa ahli waris yang terjadi pada 2002. Andi Norma sendiri adalah orang yang menjual lahan kepada PT Semen Bosowa Maros pada tahun 2013.
"PT Semen Bosowa Maros melakukan atau mendapatkan perolehan tanah dari Andi Norma, dimana Andi Norma ini adalah orang yang menang perkara sebagaimana yang disampaikan oleh kuasa hukum Andi Norma. Bahwa Andi Norma yang merasa sebagai ahli waris menggugat tanah yang selama ini dikuasai oleh Sitti Aminah dan kawan-kawan, kemudian ringkasnya Andi Norma lah yang menang," jelas Rusli.
Rusli pun membantah bahwa pihak PT Semen Bosowa Maros tidak memiliki legalitas sah atas lahan tersebut. Dia menjelaskan bahwa pihaknya memiliki akta PHTB atau pengoperan hak tanah bangunan atas lahan seluas lebih dari 113 hektare itu.
"Buktinya apa, ada PHTB, yaitu pengoperan hak atas tanah yang dilakukan di hadapan Camat Barru. Menurut kami syarat formilnya sudah terpenuhi, syarat materilnya juga sudah terpenuhi," jelasnya.
Rusli secara tidak langsung mengakui bahwa proses pembuatan akta PHTB milik PT Semen Bosowa Maros itu cacat hukum sebagaimana yang dijelaskan Burhan Kamma Marausa dalam kesimpulannya di persidangan. Meski begitu, ia juga mempertanyakan SHM milik Rusmanto yang ia beli dari orang yang kalah dalam sengketa ahli waris.
"Apakah kemudian karena cacat hukumnya PHTB itu, tanah itu merupakan milik Rusmanto Mansyur Effendi sebagai pemegang sertifikat, sementara pak Rusmanto tadi membeli tanah melalui AJB tanggal 12 Juli 2007 dari Sitti Aminah yang sudah dinyatakan kalah berdasarkan keputusan pengadilan," tukasnya.
Rusli menjelaskan bahwa Rusmanto Mansyur Effendi membeli lahan tersebut dari Sitti Aminah pada 2007 yang notabene adalah orang yang kalah dalam sidang sengketa ahli waris atas lahan tersebut pada tahun 2002. Apalagi menurut dia Rusmanto membeli lahan tersebut setelah putusan pengadilan itu terbit.
"Jadi putusan pengadilan sudah ada bulan Januari baru kemudian pak Rusmanto beli pada bulan Juli. Artinya kesimpulan kami bahwa PT Semen Bosowa Maros ini memperoleh tanah dati Andi Norma yang menang perkara sengketa lahan itu, sementara pak Rusmanto dari orang yang kalah dalam perkara," dia menegaskan.
Kronologi Awal
Berdasarkan data yang diterima Liputan6.com, PT Semen Bosowa Maros membeli lahan seluas 100 hektare lebih di Desa Siawung, Kecamatan Barru, Kabupaten Barru pada Tahun 2013. Padahal 52.351 meter persegi dari keseluruhan lahan tersebut sebelumnya telah dibeli oleh Rusmanto dari seseorang bernama Sitti Aminah.
"2013 PT Semen Bosowa Maros itu membeli lahan itu dari Andi Norma. Pada saat membeli, PT Semen Bosowa Maros ini tidak mempertanyakan apakah lahan yang dia beli ini sudah bersertifikat atau belum. Dan hanya membeli berdasarkan hasil putusan Mahkamah Agung," kata Rusmanto kepada Liputan6.com, beberapa waktu lalu.
Lahan tersebut memang diketahui telah bersengketa antara Sitti Aminah dan Andi Norma pada Tahun 2002 yang belakangan dimenangkan oleh Andi Norma di Mahkamah Agung. Namun dalam gugatannya, Andi Norma hanya menggunakan Persil dan Kohir tanpa merincikan bahwa sebagian lahan telah bersertifikat dan dihibahkan oleh Zaenab Daeng Takke kepada Sitti Aminah.
Tanah itu, lanjut Rusmanto, telah dihibahkan oleh Zaenab Daeng Takke kepada Sitti Aminah sejak tahun 1990. Zaenab Daeng Takke pun kemudian mengurus sertifikat tanah itu di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Barru yang kemudian terbit pada tahun 1995 sebelum dirinya meninggal dunia ditahun yang sama.
"Jadi sertifikat itu terbit 1995 atas nama Zaenab Daeng Takke. Tapi kan Zaenab sudah hibahkan tanah itu kepada Sitti Aminah tahun 1990 karena Sitti Aminah yang merawat Zaenab sampai dia meninggal. Dan proses hibah itu disaksikan oleh Camat pada waktu itu sebagai saksi," jelasnya.
Rusmanto pun lalu membeli tanah seluas 52 hektare itu dari Sitti Aminah pada tahun 2007. Tak ingin beli kucing dalam karung, Rusmanto kemudian meminta bantuan PPAT untuk memeriksa lahan tersebut di BPN Barru, jangan sampai lahan tersebut bersengketa.
"Ibu Aminah ini menjual tanah itu ke saya tahun 2007. Saya minta PPAT cek di pertanahan, tanah itu klir tidak ada masalah, akhirnya saya beli. Semua proses balik nama setelah proses jual beli itu aman. Jadi sertifikat itu sekarang atas nama saya. Jadi PPAT terbitkan lagi akta hibah baru pada 2007 berdasarkan rujukan dari akta hibah yang tahun 1990 tadi," jelasnya.
Tak lama setelah proses jual beli itu, Rusmanto kemudian mengajukan sertifikat lahan yang baru dibelinya itu ke bank untuk mendapatkan pinjaman. Pasalnya lahan tersebut rencananya akan dijadikan sebagai lokasi wisata.
"Pengajuan pinjamannya di Bank BNI berjalan lancar. Kalau memang ada yang salah dari sertifikat itu kan tidak mungkin bank mau terima," tukasnya.
Lalu pada tahun 2008, Rusmanto mendapat kabar bahwa tanah tersebut disegel oleh Andi Norma. Rusmanto pun menemui Andi Norma untuk memberikan klarifikasi bahwa dirinya telah membeli lahan tersebut.
"2008 saya mendapat informasi bahwa ada eksekusi yang dilakukan oleh Ibu Andi Norma yang mengaku sebagai ahli waris. Setelah saya temui Andi Norma pun mengatakan kepada saya bahwa dia tidak akan mengganggu lahan tersebut karena lahan itu telah saya beli. Hanya saja dia berpesan agar saya memberi tahu Sitti Aminah agar berbagi dengan dirinya hasil penjualan lahan tersebut, saya pun mengatakan kalau itu bukan wewenang saya," jelasnya.
Belakangan tiba-tiba Andi Norma menjual keseluruhan lahan tersebut kepada PT Semen Bosowa Maros. Andi Norma bahkan mengaku bahwa dirinya lah satu-satunya ahli waris atas lahan seluas 100 hektare lebih tersebut.
"Andi Norma ini tidak memiliki sertifikat, dia Cuma mengandalkan bahwa dirinya adalah ahli waris dan rinci lama yang kemudian mengaku bahwa dirinya adalah pewaris lahan itu seperti dalam Persil dan Kohir. Bahkan dia mengaku bahwa dirinya adalah satu-satunya ahli waris, padahal berdasarkan putusan Pengadilan Agama ada 12 ahli waris, termasuk Zaenab Daeng Takke," jelas Rusmanto.
Rusmanto pun menilai bahwa PT Semen Bosowa Maros tidak teliti dalam proses pembeliah lahan tersebut. Menurut dia PT Semen Bosowa Maros harusnya meneliti keseluruhan lahan tersebut di BPN.
"Harusnya PT Semen Bosowa, sebelum membeli tanah itu harusnya cek dulu ke BPN apakah lahan itu clear atau tidak. Kalau klir baru beli. Sama seperti saya, sebelum beli lahan itu kan saya cek dulu ke BPN lewat Notaris," jelas dia.
Rusmanto bahkan mempertanyakan apakah transaksi jual beli lahan yang dilakukan oleh PT Semen Bosowa Maros dengan Andi Norma dengan menggunakan pengoperan hak itu ada dalam Undang-Undang Agraria. Apalagi putusan yang dimenangkan oleh Andi Norma pada tahun 2002 itu tidak sedikitpun menunjukkan sertifikat hak milik atas lahan yang dimiliki oleh Rusmanto tersebut.
"Apakah transaksi PT Semen Bosowa Maros dengan Andi Norma menggunakan pengoperan hak itu ada dalam UU agraria? Lalu apakah putusan yang dimiliki Andi Norma menunjukkan alas hak kepemilikan tanah SHM 01 yang saya miliki? dalam putusan itu kan tdk ada," tegasnya.
Advertisement
Penjelasan Eks Kepala BPN Barru
Sementara itu, Mantan Kepala BPN Barru, Safiuddin usai menjadi sakasi dalam persidangan menceritakan bahwa dirinya sempat ditanyai oleh kuasa hukum PT Semen Bosowa Maros tentang bagaimana status lahan jika terjadi pengoperan hak atas tanah namun ternyata sebagian lahan itu telah bersertifikat. Dengan tegas Safiuddin pun menjawab bahwa seharusnya sebelum membeli, pembeli seharusnya mengecek dulu status tanahnya.
"Kuasa hukum dari PT Semen Bosowa Maros itu bertanya ke saya, bagaimana ketika hamparan tanah saya beli ternyata di dalamnya itu ada sertifikat?, saya jawab yang ada sertifikatnya itu tidak boleh kau beli karena statusnya keseluruhan lahan itu ada yang bertitel ada juga yang tidak bertitel, masa kau mau samakan," kata Safiuddin, saat diwawancara Kamis (9/9/2021).
Olehnya itu, lanjut Safiuddin, setiap orang yang hendak membeli tanah atau melakukan pengoperan hak atas tanah itu harus memiliki iktikad baik. Iktikad yang dimaksud adalah dengan mengecek lahan tersebut ke BPN setempat apakah sudah bersertifikat atau belum.
"Kalau kau pembeli memang beriktikad baik, kau pasti pertanyakan dulu status tanah ini. Jangan samakan tanah bersertifikat dengan tanah yang belum bersertifikat, kan itulah gunanya ada BPN," tambahnya.
Safiuddin pun mengaku bingung tentang pengoperan hak yang terjadi antara Andi Norma kepada PT Semen Bosowa Maros. Pasalnya pengoperan hak itu terjadi antara seseorang dengan perusahaan berbadan hukum.
"Dalam cernaan hukum saya, pengoperan hak atas tanah itu terjadi antara orang dengan orang, bukan antara orang dengan lembaga atau badan hukum, tidak boleh lah," tegasnya.
Safiuddin lalu menceritakan tentang upaya PT Semen Bosowa Maros ketika berusaha membatalkan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lahan seluas 5,2 hektare milik Rusmnato Mansyur Effendi pada tahun 2015. Upaya PT Semen Bosowa Maros itu pun mentah lantaran dasar pengajuan pembatalannya tidak cukup kuat.
"Kemarin itu, karena dia (PT Semen Bosowa Maros) itu mengetahui bahwa ada sertifikat dari sebagian tanah ratusan hektare yang dia beli, dia mau batalkan itu sertifikat dijaman saya menjabat sebagai kepala BPN Barru. Tapi saya katakan bahwa saya tidak mau," jelas Safiuddin
Menurut Safiuddin, seharunya ketika sebuah sertifikat hak milik hendak dibatalkan, maka perlu dilakukan uji materil terlebih dahulu. Sehingga jelas alasan dan penyebab sertifikat hak milik atas tanah itu bisa dibatalkan.
"Dasarnya apa kau mau batalkan? Apakah hanya Karena dasar putusan pengadilan yang berdasarkan kohir dan persil?, tidak mungkin itu. Kalau begitu sertifikat lain bisa dibatalkan juga dengan mudah dong. Tidak bisa dibatalkan itu produk negara tanpa uji materil," tegasnya.
Mantan Kepala BPN Barru periode 2013-2016 itu pun mengakui bahwa Kanwil BPN Provinsi Sulawesi Selatan sempat meminta dirinya untuk menyetujui pengajuan pembatalan SHM milik Rusmanto. Namun secara tegas Safiuddin menolak permintaan tersebut.
"Makanya waktu itu PT Semen Bosowa Maros mengajukan pembatalan sertifikat ini ke Kanwil BPN Provinsi Sulsel. Padahal kan tidak mungkin pembatalan itu terjadi tanpa kajian dari saya yang menjabat waktu itu. Saya pun bilang ke Kanwil BPN Sulsel bahwa saya ini perpanjangan tangan di daerah, sama saja saya obok-obok kebijakan yang tidak benar kalau saya setuju membatalkan sertifikat hak milik itu," dia menceritakan.
Apalagi, lanjut Safiuddin, sertifikat lahan milik Rusmanto Mansyur Effendi ini belakangan dijaminkan kepada salah satu bank plat merah untuk mendapatkan pinjaman. Menurut dia, tidak mungkin bank berani menggelontorkan dana dalam jumlah besar jika memang sertifikat ini bermasalah.
"Apalagi sertifikat itu terikat dengan hak tanggungan. Tidak mungkin bank milik negara berani meberikan hak tanggungan (pinjaman dengan jaminan) atas lokasi tersebut kalau sertifikatnya abal-abal," dia memungkasi.