Liputan6.com, Sikka - Ratusan warga Desa Teka Iku, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengalami krisis air bersih. Warga hanya mengandalkan air tangki yang dibeli dengan harga Rp250 ribu hingga Rp300 ribu per tangki berisi 5 ribu liter.
Sebanyak 432 Kepala Keluarga (KK) yang terdiri dari 1.288 jiwa, warga Desa Teka Iku, yang tersebar di 3 dusun, hanya mengandalkan air tangki 5.000 liter untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari karena krisis air bersih.
Advertisement
Baca Juga
“Di sini kami hanya mengandalkan membeli air tangki, seharga 250 ribu hingga 300 ribu untuk satu tangki. Sesuai jumlah warga yang terdata di Desa terdapat 1.288 jiwa dan 432 KK yang mengalami kesulitan air bersih,” ungkap Maria Veneranda, warga RT 12, RW 03 Dusun Wolomude Desa Teka Iku, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka, NTT, kepada awak media, Sabtu siang (9/10/2021).
Veneranda mengatakan, Desa Teka Iku, terdapat 3 dusun, yakni Dusun Hubin Natar, Hubin Kloang dan Dusun Wolon Mude. Sedangkan untuk warga Dusun Wolomude, terdapat 174 KK atau 471 jiwa yang mengalami krisis air bersih.
“Khusus untuk kami di Dusun Wolomude, ada 174 KK atau 471 jiwa yang krisis air. Hanya mengandalkan air tangki untuk pemenuhan kebutuhan air bersih,” sebutnya.
Ia juga mengatakan, warga Wolomude mengalami krisis air bersih sudah berlangsung lama. Tetapi sekarang dengan arus transportasi jalan yang semakin membaik masalah krisis air bersih dapat diatasi warga dengan membeli air bersih dari mobil tangki.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Air dari Batang Pisang dan Pohon Ara
“Dulu arus transportasi belum baik, mobil tangki tidak bisa masuk. Kami terpaksa minum air dari batang pisang atau pohon ara, tapi sekarang tidak lagi karena kami sudah bisa beli air tangki,” bebernya.
Lebih lanjut ia mengatakan, krisis air bersih yang dialami warga terjadi setiap tahun. Mulai bulan Juli hingga November. Sedangkan selebihnya warga mengandalkan air tadah hujan yang ditampung di bak penampung.
“Kurang lebih 5 bulan kami krisis air. Sedangkan 7 bulan lainnya, kami andalkan air tadah hujan dan ada beberapa sumber mata air yang muncul saat musim hujan,” ucap dia.
Sementara Kalak BPBD Kabupaten Sikka Muhamad Daeng Bakir menjelaskan bahwa hingga saat ini berdasarkan data yang masuk dari desa dan kecamatan, sudah 17 kecamatan dan 72 desa yang mengalami dampak kekeringan di wilayah Kabupaten Sikka.
“Saat ini ada 72 desa yang tersebar di 17 kecamatan terdampak kekeringan. Saat ini kita sedang mendata dan melakukan pendropingan air bersih,” katanya.
Ia berharap kepada seluruh camat, lurah dan kepala desa agar segera mendata seluruh potensi kekeringan yang terjadi di wilayahnya masing-masing dan dilaporkan kepada BPBD untuk segera diintervensi.
Advertisement