Liputan6.com, Jakarta Akses jalan penghubung pintu tol Kilometer 13, Balikpapan Utara dengan Kawasan Industri Kariangau (KIK) Balikpapan Barat diblokir warga. Pemblokiran dilakukan pada Rabu (13/10/2021) siang dengan menggunakan ekskavator.
Aksi pemblokiran jalan yang terhubung dengan jembatan Pulau Balang itu merupakan buntut kekecewaan warga bernama Gody lantaran penggantian lahan yang dijanjikan Pemerintah Kota Balikpapan kepadanya urung terealisasi.
Gody yang didampingi kuasa hukumnya, Farida Sulistyni di lokasi pemblokiran menyebut aksi bukan tanpa proses. Sebelumnya, atau sekitar April 2021 lalu, Gody telah melayangkan surat kepada Pemprov Kaltim dan Pemkot Balikpapan untuk segera merealisasikan janjinya.
Advertisement
Baca Juga
Namun, surat-surat tersebut sampai kini tak digubris sehingga Gody melakukan pemblokiran jalan yang menjadi akses kendaraan peti kemas itu.
“Kami juga bukan langsung melakukan penutupan seperti ini. Kami sudah berupaya memberitahu tapi tak ada tanggapan dan inilah langkah terakhir kami,” ucap Farida Sulistyni selaku kuasa hukum Gody.
Menurut pihak warga, duduk persoalan ini bermula dari sekitar 15 tahun silam saat pemerintah berencana membangun jembatan Pulau Balang. Saat itu, muncul rencana pemerintah untuk mengalihkan titik pembangunan akses menuju jembatan Pulau Balang.
Menurut pihak Gody, lahan yang semula akan dibangun sebagai akses jalan tidak memenuhi kriteria untuk dilintasi kendaraan muatan peti kemas. Karena letaknya berada di tepi sungai sehingga akan membahayakan.
Kemudian, lahan seluas 14 hektar milik Gody dianggap tepat sebagai lokasi pembangunan jalan. Untuk merealisasikan rencana itu, maka Pemkot bersepakat akan mengganti lahan milik Gody dengan lahan milik Pemkot yang berlokasi tidak jauh dari area pembangunan jalan.
Dalam prosesnya, lahan pengganti yang diberikan Pemkot hanya seluas 10 ribu meter persegi. Sebagian lahan pengganti pun kini justru dijadikan embung sebagai penampung air.
“Ketika pak Gody akan mensertifikatkan lahan 14 ribu meter persegi sesuai IMTN yang diberikan, malah hanya 10 ribu meter persegi,” ujar Farida.
Permasalahan ini terus berlarut hingga bertahun-tahun. Izin prinsip yang juga semula dijanjikan akan dipermudah, ternyata tidak sesuai.
“Padahal sebelumnya ada pembicaraan secara musyawarah, akan dipermudah tapi kemudian dua tahun tidak diperpanjang,” tuturnya lagi.
Upaya yang dilakukan pihak Gody dengan melayangkan surat ke Pemerintah Kota Balikpapan bahkan hanya sempat dibalas satu kali. Isi dari surat balasan pun tak sesuai harapan.
Dalam surat balasannya, menurut kuasa hukum Gody, Pemkot menyebut proses penggantian lahan tersebut menjadi tanggungjawab Pemprov Kaltim. Farida menegaskan, bahwa kliennya tidak butuh penggantian dalam bentuk uang. Namun berharap agar masalah ini diselesaikan sesuai dengan perjanjian awal.
“Apalagi saat itu yang hadir ada banyak pihak. Lurah, PUPR, dan Pemkot Balikpapan. Jadi penggantian lahan ini tidak hanya dari Pemprov Kaltim,” imbuhnya.
Farida ingin Pemerintah Kota menjalankan tugasnya sesuai hukum dan tidak memberi kesan cuci tangan dari persoalan. Pihak Gody juga telah berkoordinasi dengan Polresta Balikpapan yang berjanji akan menjembatani antara kedua pihak.