Sukses

'Kicauan' Eks Kacab Bank Mandiri Panakkukang di Sidang Dugaan Suap Gubernur Sulsel Nonaktif

Eks Kacab Bank Mandiri Panakkukang Makassar, Ardi beberkan sejumlah transaksi keuangan yang dilakukan oleh Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah di Bank Mandiri Cabang Panakkukang dalam sidang dugaan suap

Liputan6.com, Makassar - Sidang lanjutan perkara dugaan suap dan gratifikasi yang mendudukkan Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah dan Eks Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel, Edy Rahmat sebagai terdakwa kembali digelar di Pengadilan Tipikor Makassar, Kamis (14/10/2021).

Kali ini, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 6 orang saksi untuk didengarkan keterangannya dalam sidang perkara yang menjerat mantan orang nomor satu di Provinsi Sulsel tersebut.

"Ada 6 orang saksi yang mulia untuk hari ini, masing-masing Muh. Ardi, Miftahul Jannah, Asriadi, Sari Pudjiastuti, Muh. Salman Natsir dan Syamsul Bahri," ucap Muh. Asri Irwan, anggota tim JPU KPK dalam persidangan yang dipimpin oleh Ibrahim Palino selaku Ketua Majelis Hakim.

Pada awal sidang, Ardi yang diketahui merupakan Eks Kepala Bank Mandiri Cabang Panakkukang, Makassar itu mendapat giliran awal memberikan keterangan dalam persidangan.

Ia mengakui jika Nurdin pernah melakukan transaksi keuangan di Bank Mandiri Cabang Panakkukang sebelum akhirnya Nurdin terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.

Transaksi awal yang dilakukan oleh Nurdin, seingat Ardi, terjadi pada tanggal 20 September 2020 tepatnya hari Minggu.

Saat itu, kata Ardi, Nurdin menghubunginya via pesan whatsapp dan menanyakan kepadanya hendak menukar uang baru untuk keperluan sedekah. "Saya katakan iya ada," kata Ardi dalam persidangan.

Setelah itu, Nurdin mengatakan kepadanya jika nanti Salman akan datang menemuinya. "Saya lalu menghubungi Pak Ketut, Asriadi dan Miftahul. Ketiganya lebih awal tiba di kantor untuk menunggu kedatangan Salman," terang Ardi.

Ketut, kata dia, merupakan seorang sekuriti di kantor, sementara Asriadi merupakan teller sekaligus pemegang kunci brankas. Kalau Miftahul itu sebagai teller.

"Jadi sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) kita, kalau ingin buka brankas harus ada hadir yang bersenjata dan disaksikan oleh lebih dari satu orang. Pak Ketut ini memiliki senjata," jelas Ardi.

Tak lama kemudian, Salman datang tepatnya pada pukul 10.00 Wita dengan membawa koper berwarna kombinasi abu-abu dan kuning. Koper tersebut berisi uang pecahan Rp100 ribu dengan total senilai Rp2 miliar.

"Saya lalu membawa koper berisi uang tersebut ke teller dan menukar sebagian uang yang ada di dalamnya yakni senilai Rp400 juta dengan uang baru yang diambil dari brankas utama," ungkap Ardi.

Selanjutnya uang baru senilai Rp400 juta hasil penukaran itu, diambil dan dibawa oleh Salman. "Saya tidak tahu uang itu dibawa ke mana oleh Salman," ucap Ardi.

Ardi mengaku sempat bertanya ke Salman bagaimana dengan sisa uang yang ada selanjutnya. Salman, lanjut Ardi, mengatakan nanti ada yang datang mengambilnya.

Tak lama kemudian tepatnya pukul 14.00 Wita, Salman datang kembali dan meminta penambahan uang baru sebesar Rp400 juta.

"Kami lalu memberinya lagi uang baru yang diminta itu. Jadi Salman dua kali datang menukar uang baru," tutur Ardi.

Setelah Salman pergi meninggalkan Bank Mandiri Cabang Panakkukang membawa uang baru kedua yang ditukarkan senilai Rp400 juta itu, Ardi lalu menghubungi Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah dan menanyakan bagaimana dengan sisa uang yang di dalam koper yakni senilai Rp1,2 miliar dari total Rp2 miliar yang awal mula dibawa oleh Salman.

"Pak Nurdin katakan itu nanti uji (anak Nurdin) yang urus," ucap Ardi.

Ardi lalu menunggu kedatangan Muh. Fathul Fauzi alias Uji untuk mengambil sisa uang yang dimaksud. Namun hingga larut malam, Uji tak kunjung datang.

Keesokan paginya atau Senin pagi, Ardi mencoba menghubungi Uji via telepon. Namun Uji baru datang ke Bank Mandiri Cabang Panakkukang pada sore harinya.

"Saya sampai bermalam di kantor jaga titipan sisa uang tersebut. Sebenarnya titip uang itu tidak dibenarkan sesuai SOP tapi saya tidak bisa menolak karena itu permintaan Gubernur sebagai stackholder utama," jelas Ardi.

Setelah tiba di Bank Mandiri Cabang Panakkukang tepatnya menemui Ardi, Uji tidak mengambil sisa uang yang dititip oleh Nurdin melalui Salman itu.

Tapi, kata Ardi, Uji menyuruhnya agar uang yang dimaksud disetorkan ke dua nama yang ia sodorkan yakni Erik Horas dan Irham Samad.

"Saya setor uang ke rekening Erik sebesar Rp355 juta dan ke Irham sebesar Rp797 juta. Sisa tinggal Rp48 juta. Nah sisanya dibawa pulang oleh Uji," terang Ardi.

Saat JPU KPK kembali mencecarnya dengan pertanyaan apakah masih ada transaksi lainnya yang dilakukan oleh Nurdin Abdullah di Bank Mandiri Cabang Panakkukang setelah itu, Ardi lalu mengakui ada transaksi lainnya.

Ardi mengatakan, Nurdin saat itu memintanya mentransfer uang ke rekening Bank Sulselbar atas nama yayasan Masjid Kebun Raya Puccak senilai Rp300 juta. Uang transfer, beber Ardi, berasal dari rekening Sulsel Peduli Bencana. Di mana rekening itu dahulunya dibuat di Bank Mandiri Cabang UNM Makassar dan Ardi saat itu menjabat sebagai Kepala Cabang UNM Makassar.

"Isi dalam rekening Sulsel Peduli Bencana itu ada uang senilai Rp2 miliar," ungkap Ardi.

Saat itu, JPU KPK menanyakan siapa pemilik rekening Sulsel Peduli Bencana itu karena ini nantinya menyangkut pertanggungjawaban pengelolaan dana yang ada di dalamnya, Ardi lalu menjawab, rekening itu dibuat atas permintaan Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah. Di mana saat itu ada peristiwa bencana tsunami yang menimpa Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng).

"Saya buat rekening tersebut berdasarkan dokumen surat dari Pemprov Sulsel saat itu. Hanya itu saja dokumen pendukungnya. Tak ada dokumen badan hukum baik itu bentuknya CV, PT, atau yayasan terkait pembuatan rekening atas nama Sulsel Peduli Bencana," jelas Ardi.

 

 

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Asal Usul Uang Rp2 Miliar yang Berada Dalam Koper

Sebelumnya, Eks Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Setda Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Sari Pudjiastuti telah memberikan kesaksian di persidangan, 7 Oktober 2021.

Dalam persidangan, Sari mengungkap jika dirinya pernah disuruh oleh Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah untuk meminta uang kepada sejumlah kontraktor. Tepatnya sekitar Desember 2020.

Saat itu, kata Sari, Nurdin membutuhkan uang senilai Rp2 miliar yang ingin digunakan untuk biaya operasional.

"Saya kebetulan ke rumah jabatan Gubernur, di situ beliau menyampaikan kepada saya membutuhkan biaya operasional Rp2 miliar," kata Sari dalam persidangan.

Sari lalu menanyakan ke Nurdin ke mana dirinya mencari dana sebesar itu. Nurdin lalu, beber Sari, mengarahkannya untuk meminta uang tersebut kepada kontraktor Nuwardi Bin Pakki alias Haji Momo dan pihak PT Makassar Indah Graha Sarana (MIGS), milik kontraktor ternama Kota Makassar, Jhon Theodore.

"Saya bertanya kemana saya harus mengupayakan itu, saya disampaikan untuk meminta ke H Momo dan Makassar Indah," ungkap Sari.

Setelah mendapat arahan dari Nurdin tersebut, Sari mengaku langsung bergerak dan menghubungi H Momo. Kebetulan saat itu, akui Sari, H Momo yang berdomisili di Kalimantan Utara sedang berada di Kota Makassar.

Komunikasi Sari dengan H Momo kemudian berlanjut dengan pertemuan di Basement Hotel Claro di Jalan AP Pettarani, Makassar sekaligus Sari menyampaikan permintaan Nurdin Abdullah.

"Saat H. Momo naik ke mobil saya, saya langsung kepada intinya kalau saya sampaikan ada perintah dari bapak agar dibantu biaya operasional Rp1 miliar, " ujar Sari dalam persidangan.

Mendengar permintaan Nurdin melalui penyampaian Sari itu, H Momo lalu menyetujui dan ia mengarahkannya agar Sari nantinya berhubungan dengan orang kepercayaannya, Parakkasi Abidin alias Boy untuk pengambil uang yang diinginkan.

"H. Momo mau kembali ke Kalimantan jadi saya diarahkan ke orang kepercayaan, Pak Boy," ucap Sari.

"Dua hari setelah penyampaian itu, sudah ada kabar dari Pak Boy, Pak Boy sampaikan, ibu Sari tiketnya sudah siap," lanjut Sari.

Ucapan 'tiket sudah siap', kata Sari, merupakan kode bahwa uang operasional yang diminta oleh Nurdin Abdullah dari H. Momo sudah siap.

"Saat itu juga saya sampaikan penumpangnya menunda keberangkatan," jawab Sari kepada Boy saat itu.

Penundaan keberangkatan, maksud Sari, karena saat itu Nurdin Abdullah sedang berada di luar kota, sehingga ia menunda untuk mengambil uang yang dimaksud.

"Ini uang bukan untuk saya, tapi karena Pak Nurdin keluar kota, jadi saya menunda ambil uangnya," jelas Sari.

Selang beberapa hari, Sari kemudian menghubungi Boy untuk mengambil uang tersebut dan kembali janjian bertemu di sekitar Rumah Sakit Awal Bros di Jalan Urip Sumoharjo, Makassar.

"Saya WhatsApp Pak Boy, barangnya sudah mau diambil, saya bertemu di dekat Awal Bros," beber Sari.

Sari dan Boy pun akhirnya bertemu. Boy menyimpan uang tersebut dalam sebuah kardus berwarna cokelat dan memindahkannya ke bagian jok belakang mobil milik Sari.

"Saya lalu bawa uang itu ke rumah ponakan di Perumahan Anging Mamiri dan uang itu saya pindahkan ke koper berwarna kuning," ungkap Sari.

Sementara terkait dengan permintaan uang Rp1 miliar lainnya dari pihak PT Makassar Indah, Sari mengaku telah menghubungi Hajja Indar, orang kepercayaan Jhon Teodore.

"Setelah itu, saya mencari tahu tentang Hajja Indar. Saya ke Kantor Makassar Indah di Jalan Yos Sudarso," terang Sari.

"Setiba di sana, saya tidak turun dari mobil, Hajja Indar naik ke mobil saya dan saya sampaikan perintah bapak (Nurdin Abdullah), Hajja Indar bilang dia mau sampaikan ke pimpinannya, Jhon Teodore," ucap Sari.

Tak lama kemudian, lanjut Sari, Hajja Indar langsung menyiapkan uang Rp1 miliar yang dikemas dalam tas ransel.

"Dan uang itu saya bawa ke rumah ponakan saya (Perumahan Anging Mamiri) dan saya gabung uang tersebut dalam koper Kuning," jelas Sari.

Setelah uang Rp2 miliar tunai tersebut telah terkumpul, Sari kemudian berangkat ke Rumah Jabatan Gubernur untuk menemui Nurdin Abdullah.

"Saya sampaikan ke Pak Gubernur di Rumah Jabatan kalau uang operasional sudah ada. Jadi saya ke rumah jabatan Gubernur setelah memegang uang tersebut dan bertemu langsung dengan Pak Nurdin," tutur Sari.

Uang tersebut, kata Sari, tidak diserahkan langsung kepada Nurdin Abdullah, melainkan melalui pengawal pribadi (walpri) Gubernur, Muh. Salman Natsir.

Uang diserahkan ke Salman di Basement Apartemen Vida view, Jalan Boulevard, Kecamatan Panakkukang, Makassar.

"Saya ditelepon Pak Salman. Pak Salman sampaikan mau ambil uang titipan katanya diperintah Bapak (Nurdin Abdullah)," kata Sari.

Selanjutnya, Sari pun menghubungi keponakannya agar segera membawa koper berwarna kuning dan membawanya ke Vida View.

"Di situ, Pak Salman ambil uang tersebut," Sari menandaskan dalam persidangan sebelumnya.

Â