Liputan6.com, Jambi - Batanghari... Oh Batanghari... Sungai yang terpanjang di pulau Sumatera. Batanghari... Oh Batanghari... Kau kebanggaan negeri Jambi.
Inilah penggalan reff dari lirik lagu tentang Sungai Batanghari. Lagu yang berjudul "dari danau sampai ke muaro" ini diciptakan Yudith Rusli.
Lagu ini semua tahu sudah tak asing lagi ditelinga orang Jambi. Nyanyian ini menggambarkan bagaimana tentang keelokan dan kejayaan Sungai Batanghari.
Advertisement
Batanghari, sungai terpanjang di Sumatera yang menjadi urat nadi dan kebanggan negeri Jambi, kondisinya sedang tidak baik-baik saja. Arus Batanghari memang mengalir tenang, tapi melihat kondisi sungai Batanghari sekarang, pikiran menjadi tak tenang.
Lalu bagaimana kondisi Batanghari kini?
Di bawah jembatan Aur Duri 1 Kota Jambi, air Sungai Batanghari yang butek itu mengalir. Arusnya tenang, membuat getek atau perahu kecil bermesin tempel ikut berlayar tenang ke hulu sungai.
Baca Juga
Sementara tak jauh dari jembatan, seorang perempuan paruh baya tengah mengepras gulma di sela-sela padi yang mulai ranum. Sepetak tanaman padi itu ditanam di bantaran Sungai Batanghari.
Perempuan paruh baya itu adalah Yosima. Rumahnya hanya sepelemparan batu dari bibir sungai. Tak sulit baginya menggali memori kenangannya seputar kondisi Sungai Batanghari dulu.
Ketika kecil dulu, ia sering mengonsumsi air Batanghari. Dulu kata dia, air Sungai Batanghari bersih dan dia selalu menggunakannya untuk segala kebutuhan, mulai dari minum hingga mencuci.
Sekarang, Yosima telah meninggalkan air sungai Batanghari. Dia memilih menggunakan sumur yang digali di belakang rumahnya untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.
"Dulu [Batanghari] aeknyo berseh biso diminum, kalau kini tu kami dak telap lagi nak minum. Butak bahaso kampungyo tu butak (dulu airnya bersih bisa diminum, kalau sekarang itu kami dak sanggup lagi minumnyo. Keruh kalau bahasa kampungnya keruh sekali)," kata Yosima kepada Liputan6.com, Senin (6/9/2021).
Yosima mengaku khawatir jika mengonsumsi air Sungai Batanghari akan menimbulkan dampak penyakit. Alasan kekhawatiran itu masuk akal. Sebab, secara kasat mata menurutnya, air Batanghari tak layak dikonsumsi.
Batanghari, sungai yang terpanjang di Pulau Sumatra--800 kilometer, melintasi dua provinsi: Jambi dan Sumatra Barat, dan bemata air dari Bukit Barisan itu tercancam aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) yang beroperasi masif di wilayah hulunya.
Alat-alat tambang emas atau dompeng beroperasi di banyak titik bagian hulu aliran Batanghari. Tambang emas dompeng juga beroperasi di beberapa anak-anak sungai lainnya yang bermuara ke Batanghari.
Dompeng adalah alat untuk penambangan emas di sungai yang berfungsi menyedot logam dari dasar sungai. Selanjutnya butiran emas dipisahkan dari butiran pasir dengan menggunakan cairan merkuri atau raksa. Air sisa-sisa penambangan yang mengandung logam berat Hg dibiarkan mengalir ke sungai.
Dalam sebuah jurnal yang diterbitkan ejournal.forda.mof.org berjudul "Distriusi Pencemaran Merkuri di DAS Batanghari", menyebutkan hasil identifikasi dan penelitian mengindikasikan adanya distribusi merkuri di air Sungai Batanghari maupun sedimen.
"Merkuri di air sungai memang berfluktuasi pada kisaran <0,0005- 0,0645 mg/L, sedangkan sedimen sungai terdeteksi dengan kisaran 0,01 - 0,42mh/kg," tulis Dewi Ratnaningsih dkk dalam sebuah jurnal Distriusi Pencemaran Merkuri di DAS Batanghari.
Penambangan emas liar yang menggunakan alat dompeng di daerah aliran sungai menjadi sumber utama penemaran di Sungai Batanghari. Aktivitas tambang emas ilegal, mengancam biodiversiti, dan degradasi lingkungan.
Yang paling mengkhawatirkan akibat penambangan emas itu adalah merkuri. Cairan raksa itu digunakan untuk memisahkan emas. Kondisi ini jika dibiarkan terus-menerus bisa membahayakan bagi ekosistem dan manusia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Â
Saksikan Video Pilihan Ini:
Merkuri Terakumulasi pada Daging Kerang Kepah
Pencemaran merkuri di Sungai Batanghari semakin tidak terkendali. Pencemaran merkuri di aliran sungai itu telah mengakibatkan degradasi sumber daya perikanan, sumber daya air, dan ekosistem sungai yang penting bagi manusia.
Pencemaran merkuri tidak boleh dianggap remeh. Soal pencemaran ini kalau tidak segera diatasi akan semakin memperburuk kualitas air sungai dan habitat di dalamnya.
Paling anyar dalam sebuah penelitian dari Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Jambi, disebutkan bahwa pencemaran merkuri di sungai Batanghari telah terakumulasi pada daging kerang kepah (Polymesoda erosa). Penelitian ini dapat diakses melalui laman https://repository.unja.ac.id/16882/ yang dipublikasikan Universitas Jambi.
Penelitian tersebut dilakukan tahun 2020. Penelitian kandungan logam berat dilakukan di 6 titik lokasi di Kelurahan Olak Kemang Kota Jambi dan Desa Kemingking Dalam Muaro Jambi. Pengkuran kandungan merkuri dilakukan mulai dari bagian atas dan bawah sungai.
Kandungan merkuri alias air raksa (Hydrargyrum, Hg) sudah dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Disebutkan bahwa kadar logam Hg yang terdapat di Sungai Batanghari Hilir yaitu sebesar 0,017– 0,032 mg/L dimana nilai tersebut telah melewati baku mutu kelas II, dimana kadar yang diperbolehkan hanya 0,002 mg/L.
Dalam 6 sampel itu disebutkan kandungan logam Hg pada kerang kepah dari yang terendah 0,096 mg/kg dan tertinggi 0,152 mg/kg.
"Kualitas air Sungai Batanghari berdasarkan parameter TSS, kekeruhan, dan kandungan logam Hg sudah melebihi batas baku mutu yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 dan Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990. Sedangkan untuk parameter COD dan DO beberapa sampel telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan," tulis Shally Yanova dkk dalam jurnalnya yang berjudul Akumulasi merkuri pada daging kerang kepah di Sungai Batanghari, Kota Jambi.
Tingginya parameter logam Hg menurut penelitian itu, disebabkan oleh adanya kegiatan penambangan emas tanpa izin (PETI) di bagian Hulu sungai Batanghari, seperti di Kabupaten Tebo dan Sarolangun. Dari hasil pengukuran tersebut bisa dikatakan bahwa kegiatan PETI dibagian Hulu sungai Batanghari telah berdampak hingga ke sungai Batanghari Hilir, atau tepatnya yang melintasi Kota Jambi.
Pencemaran merkuri di sungai Batanghari tidak boleh dianggap remeh. Kalau masalah pencemaran ini terus terjadi, maka tragedi Minamata Disease di Jepang, bisa terulang di sungai Batanghari dan anak-anak sungainya.
Dampak merkuri juga sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Menukil dari laman SehatQ, merkuri memiliki efek yang berbahaya. Merkuri dapat merusak sistem saraf. Kerusakan sistem saraf akan menimbulkan beberapa gejala, seperti kebas, gemetar, sering merasa gugup atau cemas, perubahan mood yang drastis, dan pikun.
Â
Advertisement
Mengancam Habitat Ikan Air Tawar
Pencemaran merkuri di sungai Batanghari tak hanya berdampak pada warga. Pencemaran merkuri itu juga mengancam habitat ikan air tawar. Aktivitas penambangan mengakibatkan Sungai Batanghari, dan anak-anak sungainya tercemar merkuri yang memiliki kandungan berbahaya bagi ikan.
Sungai Batanghari menjadi habitat beragam ikan air tawar. Hasil penelitian seorang peneliti ikan air tawar dari Universitas Jambi, Tedjo Sukmono, menunjukan sebanyak 320 spesies ikan hidup di Sungai Batanghari.
Namun kini, penelitian Tedjo mengungkapkan sedikitnya ada belasan jenis ikan terancam punah. Ikan-ikan itu di antaranya seperti Arwana Silver, Putak, dan Belida, yang sekarang sudah sangat jarang ditemui.
"Jambi merupakan salah satu hot spot biodiversity ikan air tawar yang ada di indonesia karena. Kita total memiliki 320 spesies ikan air tawar," kata Tedjo.
Namun demikian potensi ini bisa berkurang atau terjadi penurunan biodiversity kalau kondisi-kondisi di Batanghari tidak segera diatasi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi, salah satunya kerusakan habitat akibat pencemaran sungai.
"Kita semua sudah tahu aktivitas PETI (penambangan emas tanpa izin) masih berlangsung hingga saat ini dan sulit dikendalikan. Selain menyumbang logam berat di sungai, aktivitas ini juga menyumbang sampah plastik bekas aktivitas itu," ujar Tedjo.
Â
Peringatan Bencana Ekologi
Merkuri adalah bahan berbahaya dan beracun yang dilarang diseluruh dunia berdasarkan konvensi minamata. Persoalan merkuri di Sungai Batanghari tak boleh dianggap sepele. Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi menilai merkuri memiliki dampak jangka panjang bagi manusia.
Kondisi aliran Sungai Batanghari menjadi peringatan serius untuk segera ditangani. KKI Warsi mendesak pemerintah untuk serius menanganai persoalan di Sungai Batanghari.
"Persoalan utama adalah adanya penambangan emas liar di hulu-hulu sungai sampai ke badan sungai," kata Manajer Komunikasi KKI Warsi Sukmareni Rizal.
Hasil analisis Warsi--sebuah lembaga nirlaba yang berkedudukan di Jambi menunjukan bahwa kehilangan tutupan hutan di bagian hulu Sungai Batanghari akibat pembukaan tambang emas ilegal terus meningkat.
Pada tahun 2019 kehilangan hutan akibat pembukaan PETI mencapai 33 ribu hektare. Kerusakan hutan itu meningkat menjadi 39 ribu hektare pada 2020.
Kehilangan tutupan hutan dan kerusakan ekosistem sungai menurut Sukmareni, menyebabkan Jambi sangat sudah sangat rawan dengan bencana.
"Ini menjadi warning bagi para pihak, bahwa ada kondisi yang menyebabkan kita terancam kedepannya. Dampaknya tidak hanya pada ekosistem Batanghari, tapi juga berdampak pada risiko bencana ekologis yang akan kita alami dan juga anak cucu kita nanti," ujar Reni.
Dengan mengeksploitasi sungai bersamaan dengan perubahan iklim, dan deforestasi besar-besaran. Sungai Batanghari jika tidak segera diatasi, kedepan diyakini akan menjadi sumber bencana ekologi
Selain itu, pihaknya mendesak pemerintah untuk segera mengatasi persoalaan pencemaran di Sungai Batanghari. Hal ini mengingat sebagian besar sungai Batanghari mengalir melintasi daerah kabupaten dan kota di Jambi. Sungai ini dari dulu telah menopan jutaan penduduk di Jambi.
Hampir semua perusahaan daerah air minum (PDAM) di Jambi, mengandalkan sungai Batanghari sebagai bahan baku sumber bahan baku air.
Di Kota Jambi, air Sungai Batanghari dikonsumsi untuk kebutuhan air minum. PDAM Tirta Mayang sebagian besar memenuhi kebutuhan air masyarakat Kota Jambi juga memanfaatkan air Batanghari. Sambungan pelanggan PDAM tersebut telah mencakup seluruh kecamatan dengan jumlah pelanggan mencapai 88.149 sambungan.
Â
Advertisement
Pemprov Jambi Belum Pernah Uji Merkuri
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jambi mengaku belum pernah menguji secara khusus tentang kadar merkuri di Sungai Batanghari. Kepala Bidang Pengendalian, Pencemaran, dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Provinsi Jambi Asnelly Ridha mengatakan, belum adanya pengujian merkuri secara khusus itu karena merkuri belum masuk parameter yang mereka pantau.
"(Merkuri) belum masuk parameter yang kita pantau," kata Asnelly.
Meski merkuri belum masuk parameter yang mereka uji, namun Asnelly mengakui, pencemaran air Sungai Batanghari secara kasat mata sangat keruh. Dia juga tidak menampik bahwa aktivitas tambang emas ilegal di bagian hulu kemungkinan besar membawa distribusi merkuri ke dasar sungai.
Namun untuk mengetahui secara pasti, mereka saat ini belum memiliki kemampuan menguji sampel merkuri.
"Kami menunggu petunjuk dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), apakah sudah waktunya memasukan parameter merkuri untuk penelitian. Pengujian merkuri ini harus dilakukan terpisah," kata dia.
Asnelly bilang, saat ini pihaknya masih memantau untuk 12 titik sampel yang tersebar di sejumlah daerah di Jambi. Dari hasil temuan di 12 titik tersebut, hanya satu titik sampel yang masih memenuhi syarat batas baku mutu.
"Sementara di 11 titik lainnya, dari hasil penelitian di laboratorum, kuat indikasi adanya pencemaran limbah domestik," ujar Asnelly.
Soal aktivitas tambang emas ilegal dan pencemeran merkuri di Sungai Batanghari, sudah sampai ke telinga anggota tim Kantor Staf Presiden (KSP) Republik Indonesia. Ketika kunjungan kerjanya ke Jambi, KSP menyoroti dampak pencemaran merkuri di Sungai Batanghari.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian Bidang Informasi dan Komunikasi Politik KSP, Joanes Joko mengatakan, timnya akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) dan para pihak di Jambi guna mencari solusi untuk mengendalikan pencemaran merkuri tersebut.
"Langkah-langkah konkrit apa yang bisa dilakukan karena kalau tambang emas liar sudah marak akan semakin membahayakan masyarakat. Kita tahu Sungai Batanghari ini menjadi urat nadi bagi Provinsi Jambi," kata Joko.
Â